Jakarta, bantuanhukum.or.id—Ratusan buruh yang tergabung dari berbagai serikat serta mahasiswa ‘mengepung’ Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya, Kamis (25/02). Unjuk rasa tersebut dilakukan guna menuntut Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan kriminalisasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dan mengadakan Gelar Perkara terhadap penetapan tersangka yang dilakukan kepolisian. Penetapan tersangka tersebut, dijatuhkan kepolisian kepada 23 orang aktivis Buruh dan 1 Mahasiswa, yang saat itu sedang melakukan unjuk rasa menolak PP pengupahan di Istana Merdeka pada 30 Oktober 2015. Atas kejadian tersebut pula 2 orang Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta yang saat itu sedang melakukan pendampingan aksi turut dijadikan tersangka oleh kepolisian.
Unjuk rasa inilah yang menjadi alasan kepolisian untuk mengkriminalisasi 23 buruh, 1 mahasiswa, dan 2 orang Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta. Wirdan Fauzi Pengacara Publik LBH Jakarta yang tergabung dalam Tim Advokasi Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan dan kuasa hukum 26 korban kriminalisasi menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap 26 orang tersebut merupakan sebuah kriminalisasi. Dugaan kriminalisasi dalam perkara ini semakin terlihat karena unjuk rasa pada 30 Oktober 2015 yang dilakukan buruh dan mahasiswa di depan Istana Merdeka sudah sesuai UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang menyatakan Pendapat di Muka Umum.
“Pada pukul 18.00 buruh sudah berkoordinasi dengan Kapolres Jakarta Pusat akan membubarkan diri setelah sholat maghrib berjamaah di depan istana, tetapi pembubaran tersebut dilakukan secara bertahap karena jumlah massa buruh berjumlah puluhan ribu, jadi tidak mungkin pembubaran dilakukan dengan cepat,” ujar Wirdan.
Dalam kesempatan yang sama, Wirdan juga menyampaikan dugaan kriminalisasi ini terlihat jelas ketika 2 orang Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta turut dijadikan tersangka. Pada kejadian tersebut mereka sedang menjalankan tugasnya sebagai Pekerja Bantuan Hukum dengan melakukan pendampingan pada unjuk rasa tersebut, namun mereka tetap ditangkap oleh aparat kepolisian yang pada saat itu membubarkan massa dengan brutal.
“Pasal 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjelaskan bahwa Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat,” jelas Wirdan.
Perwakilan TABUR Tolak PP Pengupahan ditemui oleh Wakajati DKI Jakarta pada unjuk rasa hari itu. Pada kesempatan tersebut Tabur menyampaikan bahwa kasus ini penuh dengan rekayasa sedari awal dan sarat akan kriminalisasi.
“Seharusnya pihak kejaksaan bertindak cermat dan segera mengeluarkan SPP atas perkara ini,” kata Agung salah satu Tim Kuasa Hukum dari Tabur.
Wakajati DKI Jakarta menyampaikan dirinya tidak bisa mengambil langkah apapun karena hanya mengikuti intruksi pimpinan yaitu Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dari pertemuan tersebut, Wakajati mengagendakan pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2016 akan ada pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta guna membahas permohonan Gelar perkara dan desakan atas keluarnya SKPP dalam kasus ini yang diajukan tim kuasa hukum.
Unjuk rasa yang dilakukan ratusan buruh diakhiri dengan konvoi bersama menuju Polda Metro Jaya DKI Jakarta. sesampainya di Polda Metro Jaya buruh menyampaikan kekecewaan atas penetapan tersangka oleh Polda Metro Jaya kepada 23 aktivis Buruh, 1 orang mahasiswa dan 2 PBH LBH Jakarta, apabila proses ini tetap berlanjut minggu depan buruh mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat berjanji akan melakukan aksi dengan jumlah yang lebih besar lagi untuk mengawal kasus ini. (Uchok)