Komite Untuk Reformasi Hukum Acara Pidana (KuHAP) adalah koalisi masyara-kat sipil yang dibentuk di kalangan NGO untuk mengkritisi RUU KUHAP dan mendorong hukum acara pidana yang berpersfektif HAM dan berkeadilan jender. Pengkritisan telah mulai dilakukan sejak draft RUU KUHAP tahun 2007, dan melakukan serangkaian akti-vitas untuk mendorong agar pemerintah segera membahas RUU KUHAP, dan disisi lain mendorong masyarakat sipil untuk melakukan advokasi yang sama yang terkait langsung dengan kerja-kerja masing-masing lembaga.
Pilihan untuk mendorong agar RUU KUHAP segera dibahas, tidak dapat di-lep-askan dari perjalanan praktik penegakan hukum sendiri, khususnya UU No.8/1981 yang belum memadai untuk memberikan perlindungan kepada tersangka/terdakwa, perkem-bangan sistem peradilan pidana dan proses hukum yang adil (due proces of law). Ratifi-kasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol) yang dilakukan Indonesia, membawa kon-sekuensi negara mempunyai kewajiban untuk melakukan sinkronisasi aturan hukum acara pidana dengan perkembangan aturan perlidungan hak-hak tersangka/terdakwa dan proses hukum yang adil sesuai dengan konvensi. Dan alasan ini pula yang juga disebutkan di dalam konsideran RUU KUHAP, yaitu untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvenan. Namun, masih terdapat berbagai aturan di dalam RUU KUHAP dan UU KU-HAP yang bertentangan dengan ketentuan kovenan, khususnya pasal 14 yang mengatur hak-hak tersangka/terdakwa. Yaitu diantaranya masih memungkinkannya aparat penegak hukum melakukan penahanan lebih dari 300 hari, dan hal ini bertentangan dengan prinsip bahwa tersangka/terdakwa secepat-cepatnya untuk segera diadili, dan diputus oleh peng-adilan.
Pembatasan kebebasan tersangka/terdakwa secara sewenang-wenang dan me-langgar hak-hak tersangka/terdakwa membawa konsekuensi pelanggaran HAM. Apa yang dikatakan oleh Martin Luther King Jr bahwa “justice delayed is justice denied” di dalam surat yang ditulisnya dan diselundupkan dari Penjara Birmingham, memberikan gambaran pembatasan atas kebebasan tersangka/terdakwa yang sewenang-wenang membawa kon-sekuensi tidak sekedar pelanggaran HAM, tetapi juga ada masalah keadilan substantif. Di dalam konteks nasional, masalah pembatasan kebebasan tersangka/terdakwa secara sewenang-wenang sering kita jumpai. Oleh karena itu, RUU KUHAP perlu memberikan perlindungan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa, dan menjamin proses hukum yang adil.
Komite Untuk Reformasi Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menyelesaikan DIM RUU KUHAP. DIM ini diselesaikan setelah sebelumnya melakukan serangkaian ak-tivitas diskusi tematik terkait issue-issue didalam RUU KUHAP. Terdapat berbagai ma-salah krusial di dalam RUU KUHAP, yaitu issue Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP), penyadapan, upaya hukum, alat bukti, hak tersangka/terdakwa dan perlindungan saksi dan korban. Isu-isu tersebut seharusnya menyesuaikan dengan perkembangan perlind-ungan hak-hak tersangka dan terdakwa, dan proses hukum yang adil. Namun, DIM versi komite ini bersifat sebagai living documment yang dapat berubah dan berkembang sesuai dengan pengetahuan dan perkembangan yang ada. Karenanya, saatnya kita meng-kritisi pasal demi pasal RUU KUHAP, agar KUHAP yang dihasilkan memenuhi harapan kita semua.
Jakarta, 5 Desember 2013
Uli Parulian Sihombing
Direktur Eksekutif Indonesian Legal Resource Center
a.n Koalisi untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana
Untuk Mendonwload DIM KUHAP Klik http://w.blankon.in/x0