Pandeglang, bantuanhukum.or.id—Sidang kasus nelayan miskin Ujung Kulon yang dikriminalisasi oleh pihak Taman Nasional Ujung Kulon karena dituduh mencuri kepiting di kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Pandeglang, Serang, Banten, Selasa 6 Januari 2015. Sidang tersebut dilakukan dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Dalam sidang pemeriksaan saksi-saksi tersebut ditemukan fakta bahwa saksi-saksi JPU yang menyatakan bahwa sebelumnya telah memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para terdakwa di Polsek Sumur, namun setelah digali lebih mendalam lagi ditemukan adanya ketidaksesuaian atau inkonsiten para saksi antara keterangan di BAP dan keterangan pada saat pemeriksaan di persidangan, Hendra selaku penasehat hukum para terdakwa menduga adanya rekayasa atas hal tersebut.
”Saat barang bukti di konfirmasi oleh terdakwa juga ditemukan bahwa udang yang ada dipersidangan bukanlah udang yang pernah ditangkap oleh terdakwa karena terdakwa memiliki kebiasaan untuk memberikan tanda atas setiap hasil tangkapanya” ungkap Hendra.
Saksi ahli yang diajukan JPU adalah PNS yang bertugas di TNUK dengan pendidikan terakhir SLTA yang telah mengikuti pelatihan ataupun seminar seminar seperti penjenjangan teknik kehutanan TK II bidang PHPA tahun 1991, inveterisasi Biota laut/Kursus Menyelam Lanjutan A-3 tahun 1996, Pelatihan Potografi bawah Air di Scuba Schools International tahun 2012, ahli yang diajukan oleh JPU tidaklah credible dan tidak berhubungan dengan kasus yang sedang diperkarakan dan pengetahuannya hanya seputar ilmu penyelaman.
Salah satu sebab terjadinya kasus tersebut yaitu tidak adanya batas yang jelas antara kawasan konservasi TNUK dengan kawasan nonkonservasi yang boleh diakses oleh masyarakat, hal tersebut pun diperkuat oleh saksi-saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa tata batas wilayah TNUK tidak jelas. Ketidak jelasaan tersebut tentunya tidak terlepas dari pihak TNUK yang seharusnya memberikan tanda atau pemagaran konservasi dan sosilisasi kepada masyarakat akan adanya batasan ataupun larangan-larangan kegiatan dan perlindungan berbagai makhluk hidup dikawasan TNUK”.
Hendra menambahkan “Hal tersebut diperkuat kembali oleh pihak petugas TNUK sendiri yang statusnya diperiksa sebagai saksi ahli. Di dalam persidangan petugas tersebut menyatakan memang tidak ada tanda-tanda batas wilayah TNUK yang jelas khususnya di wilayah perairan.” (Ica)