Sidang perdana perkara Herianto, Aris dan Bihin terkait tuduhan tindak pidana curian kendaraan bermotor tetap digelar Pengadilan Negeri Bekasi (19/06). Sidang terhadap ketiganya tetap dilakukan meneruskan berkas perkara yang telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Bekasi. Namun, sidang tersebut ditunda karena sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan sidang praperadilan tanggal 13 Juni 2017 menyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya tidak sah.
Jalannya sidang perdana ini berlangsung relatif singkat. Sempat terjadi dinamika di ruang sidang saat akan dibacakan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sementara, Kuasa Hukum mengajukan permohonan untuk menunda sidang pembacaan dakwaan untuk mendapatkan salinan putusan praperadilan. Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk mengskors persidangan selama 30 menit.
Di luar persidangan, Bunga Siagian, kuasa hukum pemohon dari LBH Jakarta menyampaikan bahwa penundaan pembacaan surat dakwaan sesungguhnya upaya menyelamatkan muka Kejaksaan Negeri Bekasi. “Keputusan bahwa sidang akan tetap dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan atau ditunda merupakan kepentingan dari Jaksa. Karena apabila dakwaan tetap dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum maka dapat terlihat bahwa Jaksa tidak cermat dalam menyusun dakwaan, karena bagaimanapun surat dakwaan tersebut disusun berdasarkan berkas perkara kepolisian yang telah dinyatakan tidak sah berdasarkan penetapan praperadilan,” terang Bunga.
Lebih lanjut, Bunga berharap Herianto, Aris dan Bihin dapat dikeluarkan dari tahanan sesegera mungkin sehingga dapat merayakan Hari Raya Lebaran bersama keluarga. “Kemerdekaan klien kami telah dirampas selama 6 hari. Terlebih lagi mereka sampaikan kepada kami harapannya untuk dapat berlebaran bersama keluarganya. Siapapun yang mendengar ini tentu akan turut sedih jika mereka yang seharusnya sudah bebas harus melewati hari raya yang disucikan tersebut di dalam penjara,” tambah Bunga.
Setelah sidang diskors, Jaksa Penuntut Umum memutuskan untuk menunda pembacaan dakwaan. Selanjutnya, Majelis Hakim memberikan kesempatan kuasa hukum untuk menyampaikan salinan penetapan dan permohoan praperadilan kepada Majelis Hakim agar penetapan terkait pembebasan ketiganya dapat dilaksanakan. Majelis Hakim akhirnya menutup sidang dan menyatakan akan kembali membukanya pada Kamis 22 Juni 2017.
Arif Maulana, Kepala Bidang Avokasi Fair Trial menambahkan, “penundaan pembebasan para korban akibat administrasi ini menunjukkan bahwa sistem hukum acara pidana di Indonesia masih banyak sekali celah dan kekurangan khususnya terkait praperadilan. Eksekusi praperadilan hingga saat ini masih belum jelas sehingga berdampak pada perampasan hak atas kemerdekaan seseorang. Semestinya ini menjadi jalan RUU KUHAP segera dibahas dan disahkan oleh Pemerintah untuk menghindari hal seperti ini terjadi lagi.” (BDP)