Siaran Pers
Koalisi Selamatkan Pulau Pari
“Lebih baik melepaskan 1000 orang yang bersalah, daripada menahan satu orang yang tidak bersalah“
Jakarta, 23 Mei 2018. Sidang perkara pidana Sulaiman Ketua RW Pulau Pari, kembali akan digelar pada hari Kamis, 24 Mei 2018. Agenda persidangan memasuki Pembacaan Putusan Sela atas Eksepsi Sulaiman terhadap Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jalan Gajah Mada, Jakarta.
Kuasa Hukum Sulaiman dari Koalisi Selamatkan Pulau Pari menyatakan kuat alasan hakim untuk tidak menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum serta menyatakan surat dakwaan tersebut Batal Demi Hukum, karena:
1. Sertifikat yang dijadikan dasar penyusunan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum telah dinyatakan Mal Adminstrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI),
2. Perkara yang sebenarnya antara PT. Bumi Pari Asri dengan warga Pulau Pari adalah konflik tanah, dimana warga Pulau Pari telah mengupayakan agar penguasaan dan pemanfaatan tanah Pulau Pari yang telah mereka lakukan turun temurun diakui oleh semua pihak.
3. Adanya beberapa kejanggalan dalam surat dakwaan yang mengakibatkan surat dakwaan itu tidak lengkap, tidak cermat, dan tidak jelas.
Pintarso Adijanto yang diketahui sebagai Direktur PT. Bumi Pari Asri mengklaim sebidang tanah di Pulau Pari. Klaim dilakukan dengan sertifikat hak atas tanah. Dengan sertifikat ini kemudian Pintarso Adijanto mengadukan Sulaiman alias Khatur ke Polisi. Berdasarkan sertifikat Pintarso Adijanto kemudian polisi menetapkan Sulaiman Alias Khatur sebagai tersangka. Berdasarkan sertifikat itu pula Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaan dan mengajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Akan tetapi, pada tanggal 9 April 2018 Ombudsman RI mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang menyatakan adanya maladministrasi dalam proses penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari. Termasuk sertifkat atas nama Pintarso Adijanto yang menjadi dasar mengadukan Sulaiman ke polisi.
Ombudsman RI menemukan penyimpangan prosuder, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dalam penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut. Oleh karena itu, sudah selayaknya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim.
Selain itu, dihadapkannya Sulaiman sebagai pesakitan di depan persidangan Pengadilan Negari Jakarta Utara sebenarnya dilatarbelakangi oleh konflik tanah antara PT. Bumi Pari Asri dengan Warga Pulau Pari. PT. Bumi Pari Asri mengklaim tanah di Pulau Pari adalah tanahnya. Warga yang menolak kemudian melakukan upaya-upaya mempertahankan tanah yang telah lama mereka hidupi. Warga mengadu ke DPR/DPRD, Bupati, Gubernur, Kepolisian, dll. Mereka meminta agar hak mereka diakui karena mereka sudah turun temurun tinggal di Pulau Pari. Akan tetapi Pintarso Adijanto merespon konflik tanah ini dengan menghadapkan Sulaiman dengan hukum pidana.
Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengatakan bahwa perkara pidana Sulaiman seharusnya sudah patut dihentikan sejak awal. Pasal 81 KUHP memungkinkan penghentian penuntutan karena adanya konflik tanah antara warga Pulau Pari dengan PT. Bumi Pari Asri. Warga Pulau Pari pun sedang melakukan upaya penyelesaian sengketa melalui proses administrasi. Karena itu sudah sepantasnya jika surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dikatakan tidak dapat diterima, karena perkara ini adalah konflik tanah dan bukan perkara pidana.
Koalisi Selamatkan Pulau Pari juga menemukan beberapa kejanggalan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga surat dakwaan tersebut tidak lengkap, tidak cermat, dan tidak jelas, sehingga surat dakwaan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.
Oleh karena itu, Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengatakan sudah selayaknya hakim memutuskan, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima dan batal demi hukum. Hal tersebut harus dilakukan guna mencegah kerugian yang akan dialami warga negara, dan juga demi menjaga hak asasi manusia dalam proses peradilan yang adil.
Hormat kami,
Koalisi Selamatkan Pulau Pari
Narahubung:
Nelson Simamora (LBH Jakarta) : 08 13 96 82 04 00
Tigor Hutapea (KIARA) : 08 12 87 29 66 84
Fatilda Hasibuan (WALHI) : 08 12 60 76 75 26