Dakwaan
Bahwa Permanent People’s Tribunal adalah pengadilan rakyat yang berdasarkan Deklarasi HAM. PPT telah berjuang untuk melawan impunitas dan mempromosikan HAM, akses terhadap keadilan dan memantaskan kembali instrumen HAM. Tujuan dari PPT adalah memperjuangkan kehormatan universal atas hak-hak dasar dari masyarakat dengan menentukan apakah hak-hak tersebut telah dilanggar dan memeriksa penyebab dari pelanggaran HAM tersebut serta mengumumkan secara publik perbuatan serta pelaku tindakan pelanggaran HAM tersebut.
Terdakwa
Negara Myanmar yang dalam hal ini termasuk departemen pemerintah, militer, polisi, polisi penjaga perbatasan, Htin Kyaw sebagai Anggota Senior dari Liga Nasional Partai Demokrat sekaligus Presiden, Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi.
Dakwaan
-
- Kejahatan Internasional terhadap Muslim Myanmar.
- Kejahatan Perang dan Kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap Etnis Kachin dari Utara Burma.
- Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap orang Rohingya.
- Pelanggaran HAM berat dari Muslim Myanmar, etnis Kachin dan Etnis Rohingya.
Kami mendasarkan dakwaan ini pada hak-hak dasar manusia, hukum domestik Myanmar dan hukum internasional. Dakwaan ini tidak terbatas pada waktu tertentu saja dan tidak membatasi bagaimana tanggung jawab kesalahan dari negara lain, aktor non negara (termasuk namun tidak terbatas pada korporasi dan organisasi masyarakat).
Partikular
Dakwaan ini tidak membatasi diri dalam subjek tertentu dan tidak membatasi diri untuk memeriksa kemungkinan kejahatan yang mungkin dilakukan oleh terdakwa. Kelompok Korban secara spesifik telah meminta PPT untuk menyelidiki kejahatan berikut:
Kachin
Dakwaan terhadapa negara Myanmar atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap etnis Kachin di Utara Burma. Menargetkan masyarakat sipil, pemerkosaan, penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang, penahanan secara tidak sah, perbudakan, kerja paksa, pembatasan kebutuhan dasar manusia termasuk kesehatan dan makanan untuk orang yang berada dalam pelarian.
1. Pembunuhan masyarakat sipil Kachin termasuk perempuan, anak dan orang tua oleh kekuatan militer.
2. Pemerkosaan dan beberapa bentuk kekerasan seksual sebagai senjata oleh Militer Myanmar.
3. Eksekusi tanpa Peradilan yang sah, penyiksaan perbudakan dan penahanan yang tidak sah.
4. Penghancuran monumen kebudayaan dan keagamaan termasuk gereja.
5. Secara sengaja menyebabkan 120.000 orang meninggalkan tempat tinggalnya.
Rohingya
Negara Myanmar bertanggungjawab atas Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan dengan Menargetkan masyarakat sipil, pemerkosaan, penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang, penahanan secara tidak sah, perbudakan, kerja paksa, pembatasan kebutuhan dasar manusia termasuk kesehatan dan makanan untuk orang yang berada dalam pelarian.
1. Pembunuhan dari ribuan masyarakat sipil muslim etnis Rohingya termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua.
2. Penahanan yang diperpanjang kepada ribuan Muslim Rohingya dalam Camp, lingkungan kumuh dan desa-desa dalam wilayah Rakhine. Dengan kondisi yang dapat membawa kehancuran fisik seperti kelaparan, populasi berlebihan, kerja paksa, pelayanan kesehatan yang tidak layak dan penyerangan fisik serta psikologis secra terus menerus.
3. Ukuran dan kebijakan yang diskriminasi dan membatasi terhadap Muslim Rohingya seperti pembatasan pergerakan, pemecatan dari jabatan atau otoritas institusi pemerintahan lokal dan kepolisian, penolakan hak atas kewarganegraan dan penolakan untuk mendapatkan proses hokum, hak untuk mendapatkan kesetaraan akses untuk pelayanan umum termasuk kesehatan dan pelayanan umum.
4. Penghancuran secara sengaja atas rumah dan benda publik dan privat yang dimiliki muslim Rohingya. Monumen Kebudayaan, keagamaan dan sejarah mereka serta beberapa situs sakral mereka dihancurkan. Penghancuran tersebut dimaksudkan agar mendesak Etnis Rohingya untuk pergi dari rumah dan komunitas mereka serta mencegah kepulangan mereka.
5. Penghalangan bantuan kemanusiaan dan persediaan makanan dan obat-obatan tertentu.
Myanmar/Muslim Burma
Korban Muslim Myanmar meminta PPT untuk menginvestigasi tindakan kejahatan internasional Myanmar dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Ujaran kebencian, diskriminasi ras-keagamaan, kejahatan kebencian, kerusuhan anti Muslim Myanmar, penjarahan, membakar rumah dan tempat ibadah Umat Muslim dan pembantaian oleh penerus pemerintahan militer Myanmar di seluruh daratan utama Myanmar sejak tahun 1962, diskriminasi institusi yang meluas, kejahatan kebencian yang disponsori negara, pembunuhan massal, penghancuran komunitas dan lingkungan rumah, pemaksaan perpindahan penduduk secara besar-besaran, pemisahan struktur yang apartheid, melakukan kontrol populasi, penolakan negara atas identitas Muslim Myanmar, kerja paksa, pemerkosaan sistematis dan bentuk lain dari kekerasan seksual dan penolakan atas akses kehidupan dan kesehatan, kebebasan untuk bergerak dan makanan.
Majelis Hakim terdiri dari:
1. Daniel Feierstein (Argentina), sebagai Ketua Majelis
2. Zulaiha Ismail (Malaysia)
3. Helen Jarvis (Cambodia-Australia)
4. Gill H. Boehringer (Australia)
5. Nursyahbani Katjasungkana (Indonesia)
6. Shadi Sadr (Iran)
7. Nello Rossi (Italy)
Otoritas Myanmar yang diundang:
1. Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Kepala Komando The Tatmadaw (Angkatan Bersenjata Myanmar) Naypyidaw
2. Daw Aung San Suu Kyi, Menteri Luar Negeri dan Penasihat Negara.
3. Wakil Presiden Myint Swe, Kepala Komisi Investigasi Presidensial Myanmar terhadap Rakhine, Mantan Letnan Jenderal and Mantan Kepala Intelijen Militer.
4. Jenderal Myat Tun Oo, Kepala Urusan Militer dan Kepala Komando Keamanan.
5. Win Mra, Ketua Komisi Nasional HAM Myanmar.
(Namun tidak ada yang hadir)
PBB, Uni Eropa dan beberapa Otoritas yang juga diundang:
1. António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB
2. Zeid Ra’ad Al Hussein, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM
3. Professor Yanghee Lee, Pelapor Pelapor Spesial atas situasi dan kondisi HAM di Myanmar
4. Ahmed Shaheed, Pelapor Spesial PBB atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
5. Fernand de Varennes, Pelapor Spesial Atas Isu Minoritas
6. Adama Dieng, Kantor PBB dalam urusan Pencegahan Genosida dan Tanggung jawab Untuk Melindungi.
7. Federica Mogherini, Perwakilan Tinggi dari Persatuan untuk Permasalahan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan/ Wakil Presiden dari Komisi Eropa.
8. Kofi Annan, Ketua Komisi Penyelidikan Rakhine.
Jaksa Kepala:
Doreen Chen (Kamboja)
Tim Jaksa:
1. Azril Mohd Amin
2. Rosal Azimin Ahmad
3. Dir Kheizwan Kamaruddin
4. Rafna Farin Abdul Ra’far
5. Luqman Mazlan
6. Abdullah Abdul Hamid
7. Fahmi Abd Moin.
Pembela:
(Dari Myanmar tidak ada yang hadir)
Pernyataan Penutup dari Penuntut: Analisa Hukum
Kata Pengantar
Terima kasih, Penasehat Hukum Amin. Selamat pagi Yang Mulia, para tamu dan anggota masyarakat. Sekali lagi, selamat dating, teristimewa untuk anggota dari komunitas korban baik yang hadir di dalam persidangan maupun yang mendengarkan secara online. Nama saya adalah Doreen Chen dan saya merasa terhormat hari ini dapat bergabung dengan rekan saya dalam menyampaikan pernyataan penutup kepada People’s Tribunal yang pertama di Myanmar.
Fokus Hukum
Anda telah mendengar bahwa dalam pandangan penuntutan, bukti yang disampaikan ke para hakim baik di ruang persidangan ini dan dalam bentuk dokumenter, dapat disimpulkan menjadi landasan dari kasus kita. Sebagaimana perkataan Penasihat Amin, kami percaya bahwa bukti itu menunjukkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang terhadap orang (suku) Kachin. Bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida telah dilakukan terhadap orang-orang Rohingya. Bahwa kejahatan internasional yang berujung kepada kejahatan terhadap kemanuisaan telah dilakukan terhadap Muslim Myanmar. Dan bahwa semua, ketiga grup tersebut telah menjadi korban pelanggaran HAM berat.
Meskipun kita mempunyai keterbatasan waktu untuk menjelaskan permasalahannya, namun posisi kami dalam hal ini, berdasarkan hasil analisa hukum yang menyeluruh. Sekarang, kami sadar bahwa bagi kebanyakan orang, hukum adalah hal yang sulit dimengerti dan bahasa asing dan saya sering juga mengalami hal yang sama meskipun saya adalah pengacara. Meskipun penuntut meyakini bahwa dalam hal transpanrasi, pemahaman dan kelangsungan sejarah, adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk memberikan penjelasan umum dari landasan hukum, dari kita kepada publik.
Oleh karena itu, dalam penyataan penutup ini isu yang kita akan fokuskan, dan saya akan mencoba membuatnya segamblang mungkin.
Penyataan: Kerahasiaan
Sebelum saya memulai saya ingin memberikan satu pernyataan, bahwa beberapa bukti terkuat yang berada di depan hakim adalah kesaksian dari korban dan saksi yang telah dianjurkan sebagai hal yang rahasia dalam forum tertutup sebelumnya.
Hal ini dilakukan untuk menjamin keselamatan dari orang-orang yang bersaksi di hadapan kita. Sebagaimana yang kalian ketahui, ada masalah keamanan terkait pihak-pihak yang berusaha untuk mengangkat selimut yang menutupi kebenaran dan berbicara mengenai apa yang sebenarnya terjadi kepada kelompok minoritas di Myanmar.
Namun di satu sisi, untuk kepentingan hukum dalam pembelaan ini saya dituntut untuk memberikan hal-hal yang detail. Jadi hal ini perlu diseimbangkan antara perlindungan dari mereka yang sudah memberikan kesaksian. Untuk menjaga hal itu saya akan, pada level tertentu, berbicara secara umum.
Sebagai tambahan, peng-generalisiran ini juga adalah implikasi bahwa kami harus memberikan penyataan penutup beberapa menit setelah kami mendapatkan bukti terakhir.
Penerapan Kejahatan kepada Negara Myanmar
Kami dari pihak penuntut umum ingin mengulangi beberapa poin penting yang kami buat pada pernyataan pembuka kami. Yaitu bahwa kejahatan-kejahatan ini bisa dikenakan kepada terdakwa, Negara Myanmar dan Institusi resmi dan pemimpin individu, walaupun termasuk sebagai pihak dalam perjanjian.
Kita menyadari bahwa ini adalah prinsip yang mana, Yang Mulia Hakim telah sadari tapi kami menganggap hal ini penting untuk disampaikan karena kepentingan umum.
Secara spesifik, kejahatan terhadap manusia, genosida dan kejahatan perang dapat dikenakan terhadap Myanmar karena di bawah hukum internasional. Kejahatan ini sangat kejam sehingga telah sampai kepada tingkatan, perbuatan tersebut dianggap hal yang kriminal walaupun suatu negara tersebut adalah anggota dalam suatu perjanjian internasional.
Oleh karena itu, pelarangan atas kejahatan tersebut dianggap sebagai kewajiban yang tidak dapat dikesampingkan oleh suatu negara dan dianggap sebagai mandat. Dan dalam keadaan apapun, negara tersebut, walaupun usia pemerintahan tersebut masih baru, dan pelarangan itu diangggap sebagai jurisdiksi universal.
Sebagai tambahan, Burma, sekarang negara Myanmar, secara jelas telah menjadi anggota dari Konvensi Genosida sejak tahun 1956. Negara Myanmar juga telah menjadi anggota penuh dari Konvensi Jenewa pada tahun 1992 yang mana dalam perjanjian tersebut berhubungan dengan penolakan atas kejahatan perang.
Artikel Umum Ke-3 dari Konvensi Jenewa berhubungan secara spesifik kepada konfilk bersenjata internasional yang mana terjadi pada Negara Kachin. Artikel itu melarang beberapa hal termasuk pembunuhan, mutilasi, pelakuan kejam dan penyiksaan.
Sebab telah dijelaskan beberapa prinsip-prinsip tentang bagaimana negara dan aktor bukan negara bertindak selama konflik bersenjata yang didasari pada prinsip kebiasaan hukum kemanusiaan internasional.
Hal ini berarti, bahwa secara umum, hukum ini dapat dikenakan terhadap semua negara tanpa memandang negara tersebut anggota dari perjanjian apapun. Oleh karena itu, prinsip-prinsip hukum ini pun dapat diterapkan dan dikenakan kepada negara Myanmar.
Hal yang sama juga berlaku kepada prinsip Hukum HAM Internasional yang dipandang mempunyai kekuatan sebagai kebiasaan Hukum HAM Internasional. Secara partikular prinisp ini dikeluarkan dari Dekalrasi Universal HAM tahun 1948.
Sebagai tambahan, dari prinsip hukum kebiasaan, Myanmar juga adalah anggota dari Konvensi Hak Asasi Manusia tertentu termasuk mengenai perempuan, anak dan kaum difabel.
Dan terakhir, Myanmar juga telah menandatangani, namun belum menjadi anggota penuh dari Perjanjian Internasional atas Hak Sipil dan Politik. Di bawah hukum internasional, Myanmar dianggap mempunyai intensi untuk terikat oleh prinsip Hak Sipil dan Politik dari perjanjian tersebut.
Oleh karena itu, sekali lagi, telah menjadi jelas bahwa dakwaan kejahatan yang dikenakan terhadap Myanmar, institusi resmi dan pemimpin individualnya adalah valid dan sah.
Kachin
Kejahatan yang dikenakan terkait kelompok yang pertama yaitu Kachin. Sebagaiman yang telah dinyatakan dalam dakwaan bahwa Etnis Kachin telah meminta PPT untuk menginvestigasi kejahatan terkait kemanusiaan dan kejahatan perang.
Chapeau Elements (elemen penentu tambahan/persyaratan)
Semua bukti temasuk bukti langsung dalam persidangan secara definitif menunjukkan bahwa kejahatan terhadap Kachin berlangsung secara meluas dan sistematis yang mana menjadi syarat bagi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Saksi langung telah memberikan secara detil kepada kita rekaman dari penyerangan berkali-kali dan berturut-turut yang terjadi di berbagai lokasi secara meluas selama jangka waktu yang cukup panjang sejak selesainya genjatan senjata antara Militer Myanmar dan Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) pada 2011 dan diikuti serangan dari Militer Etnis Burma terhadap tentara KIA dan penduduk sipil.
Terlepas dari kebijakan yang berat sebelah terhadap komunitas Kachin dan perebutan kekuasan atas seluruh wilayah negara Kachin, bukti-bukti menunjukkan bahwa tindakan-tindakan Myanmar di Kachin secara spesifik dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan kendali atas kekayaan alam mineral dan sumber daya di Kachin yaitu zamrud yang hanya bisa didapatkan di Kachin.
Sebaliknya, bukti menunjukkan bahwa gerakan politik oleh masyarakat Kachin yaitu berusaha mengembalikan status etnis Kachin dalam Myanmar. Jadi daripada menjadi masayarakat kelas dua maka mereka ingin diperlakukan sebagai komunitas lain dalam negeri.
Konflik antara KIA dan militer Myanmar yang mana telah digambarkan dari kesaksian dan dokumen bahwa ada konflik bersenjata non-internasional di Kachin setelah akhir dari konflik bersenjata. Yang mana dalam hal ini menjadi elemen kunci dari kejahatan perang.
Menargetkan Masyarakat Sipil
Tema kunci dari bukti yang kita dengar adalah bagaimana mereka yang telah diserang adalah masyarakat sipil. Secara konsisten bukti menunjukkan bahwa orang yang menjadi target, bahkan ketika bukan di wilayah KIA dan tanpa dasar yang cukup untuk dicurigai atas keterlibatan dengan KIA.
Kita telah mendengar berbagai kasus tentang bagaimana masyarakat sipil dikumpulkan dan dibunuh, termasuk perempuan, anak-anak, bayi, orang-orang tua dan laki-laki. Kita juga telah mendengar bagaimana masyarakat sipil termasuk Kepala Gereja Kristen dihilangkan oleh militer dan tidak pernah terdengar lagi.
Bukti-bukti ini berujung pada beberapa kejahatan yang dilakukan: Kejahatan terhadap kemanusiaan atas pembunuhan dan penahanan sewenang-wenang, kejahatan terhadap manusia dan kejahatan perang atas eksekusi tanpa peradilan yang sah, serta kejahatan perang atas pembunuhan.
Contoh-contoh tersebut melanggar prinsip-prinsip inti dari Hak Asasi Manusia termasuk hak untuk hidup, hak atas martabat,, dan hak untuk ditahan dengan dasar yang jelas dan hak atas peradilan yang adil.
Pemerkosaan
Kita juga telah mendengar bukti yang ditampilkan yaitu bagaiman pemerkosaan telah dilakukan. Secara spesifik kita telah mendengar bagaimana pemerkosaan telah mejadi alat untuk melakukan kontrol kepada seluruh komunitas Kachin.
Dalam bukti yang paling menonjol, dua orang etnis Kachin yang menjadi sukarelawan sebagai pengajar sekolah telah diperkosan dan dibunuh di lokasi dekat perbatasan China-Myanmar dalam waktu kurang dari 24 jam setelah militer Myanmar tiba dan menduduki tempat itu. Tubuh mereka juga telah dimutilasi dan mempunya luka bekas pisau.
Contoh lainnya yang telah kita dengar adalah percobaan pemerkosaan dan pencekikan dari perempuan etnis kachin yang berusia 73 tahun oleh tentara.
Bukti ini dan dokumen lainnya menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia tentang pemerkosaan, penyiksaan dan pelarangan hukum kemanusiaan international terkait mutilasi.
Perbudakan dan Kerja Paksa
Beberapa kesaksian dan juga dokumen melaporkan bahwa Militer Myanmar melakukan praktek memperbudak etnis Kachin untuk keperluan militer sebagai pengangkut barang dan tameng manusia. Kita telah mendengar bagaimana saksi disuruh untuk mengangkut beban berat dan berjalan di depan batalion untuk mengetes ranjau darat dan menyediakan hiburan.
Mereka tidak hanya tidak dibayar namun juga kita mendengar bukti bahwa mereka dipermalukan. Contohnya mereka disuruh untuk meminum aliran air di hilir sungai sedangkan para tentara memakai hulu sebagai toilet.
Bukti ini menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan pelanggaran HAM berat mengenai perbudakan dan kerja paksa, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang mengenai penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan.
Pembatasan Persediaan Bantuan Kemanusiaan
Kita juga telah mendengar bahwa pemerintah Myanmar juga secara aktif mencegah bantuan internasional untuk diberikan kepada etnis Kachin. Sebagaimana mereka sekarang tinggal di daerah terbuang yang dikenal sebagai zona hitam yang dibawah kontrol KIA.
Hal ini menunjukkan pelanggaran HAM berat tentang standar hidup yang nyaman. Dalam hal ini termasuk hak atas kesehatan, makanan, perumahan dan pelayanan kesehatan.
Walaupun terdapat bukti terbatas atas hal ini namun tindakan Myanmar dalam mencegah bantuan kemanusiaan kepada Etnis Kachin dapat berpotensi ke arah kejahatan genosida.
Tempat Beribadah
kita juga telah mendengar beberapa tempat peribadatan Etnis Kachin dan artefak religius dan ikonografi telah dihancurkan dan direndahkan. Hal ini menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan mengenai persekusi atas keagamaan dan pelanggaran HAM atas kebebasan beragama.
Pembuangan
Akhirnya, baik bukti langsung maupun bukti dokumen menunjukkan bahwa tindakan dari militer Myanmar dan kebijakan pemerintah Myanmar telah membuat berpindahnya sejumlah besar etnis Kachin kurang lebih 120.000 sampai saat ini. Ini adalah contoh jelas bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan mengenai pemindahan paksa dan kejahatan perang, di bawah hukum kemanusiaan internasional melarang hal yang sama.
Rohingya
Dalam persidangan ini, kita telah mendengar bukti yang luas mengenai keadaan buruk dari etnis Rohingya di negara Rakhine, tidak hanya secara langsung, audio visul dan bukti dokumen tapi juga dari publik karena krisis pengungsi Rohingya semakin terungkap sampai saat ini.
Genosida
Dalam pernyataan pembuka dari penuntut, kami sudah mengatakan hal yang sangat penting, jadi kami memulai pernyataan penuntup kami yaitu pertanyaan: apakah nasib buruk dari etnis Rohingya dapat dianggap sebagai kejahatan yang luar biasa yaitu Genosida.
Sebagaimana yang telah kami katakan dalam pernyataan pembuka, bahwa kami berpendapat jawaban kami terhadap pertanyaan tersebut adalah “iya”. Selama dengar pendapat ini, tribunal telah mendengar bukti yang konsisten, selama jangka waktu yang signifikan, pemerintah Myanmar membuat kebijakan persekusi terhadap etnis Myanmar.
Kebijakan ini didorong oleh murni diskriminasi dan rasisme. Kita tidak mendengar motif utama yang lain. Melainkan Pemerintah Myanmar menjadikan Rohingya sebagai target berdasarkan identitas religius dan etnis.
Selama beberapa dekade, telah dibuat narasi palsu untuk menutupi permasalahan Rohingya. Klaim sah Rohingya atas bagian dalam komunitas etnis Burma dan hak atas kewarganegaraan mereka telah ditolak oleh negara yang telah mereka ketahui sejak lama.
Identitas diri mereka telah ditelanjangi menggunakan label palsu contohnya, bahwa mereka termasuk ke dalam Ras Benghalis. Hal itu dilakukan secara semena-mena oleh Negara Myanmar kepada mereka.
Hal ini mengakibatkan mereka secara jelas diidentifikasi oleh militer, institusi negara dan pemerintahan sipil Myanmar sebagai Komunitas Asing di Myanmar, melalui tindakan dan kelalaian.
Dengan kata lain, kriteria kunci telah terpenuhi. Etnis Rohingya telah sampai sekarang menjadi target berdasarkan agama dan identitas etnis.
Dan bukti menunjukkan secara jelas bahwa intensi pemerintah Myanmar ialah penghancuran etnis Rohingya.
Ada pembicaraan penting dalam dengar pendapat ini mengenai bagaimana genosida dianggap sebagai proses. Dalam pembicaraan ini saksi ahli Greg Stanton mengatakan bahwa bagian substansial dari Rohingya biasa digunakan sebagai pemicu atas genosida.
Sebagai buktinya hal ini menunjukkan bahwa komunitas yang mengusahakan perpindahan etnis Rohingya telah menjadi target penghancuran melalui tindakan pembunuhan yang meluas. Saya mencatat pernyataan tertentu yang kami dengar dari pengungsi yang baru saja tiba di Bangladesh, satu hal penting dari populasi tersebut hilang. Komponen tersebut ialah orang-orang muda dan paruh baya, khususnya laki-laki.
Beberapa dari kita mungkin mengingat fenomena yang terjadi pada Genosida di Yugoslavia yaitu Srebrenica.
Yang mulia, nyonya dan tuan, mari kita perjelas. Bahwa sekarang ini sedang berlangsung genosida tepat di depan hidung kita dan menargetkan etnis Rohingya.
Penuntut mencatat kata-kata dari Sekretaris Umum PBB Antonio Guterres yang mengekspresikan ketakutannya bahwa bencana yang lebih besar akan menimpa etnis Rohingnya dalam waktu dekat.
Penuntut ingin menekankan kembali kata-kata tersebut. Dalam pandangan penuntut, kondisi ini bagi mereka yang masih berada dalam wilayah Rakhine mudah menjadi korban genosida dalam beberapa waktu ke depan.
Kita mendengar beberapa permasalahan sosial ekonomi di Rakhine. Mulai dari tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan, atau pun status formal lainnya. Rohingnya secara sistematis menolak akses atau didiskirminasi secara serius mengenai pekerjaan, pendidikan, akses kepada kesehatan dan standar kehidupan.
Hal ini mengingatkan kita atas tindakan genosida yang menciptakan kondisi yang dapat menyebabkan kehancuran suatu grup. Telah menjadi jelas bahwa etnis Rohingya di Rakhine akan berada pada jalur yang mengarah ke Genosida.
Kejahatan Lain
Daftar panjang kejahatan lain juga dilakukan oleh Myanmar terhadap Etnis Rohingya. Hal itu sudah tertulis di dakwaan. Kejahatan tersebut termasuk kejahatan atas kemanusiaan, termasuk pembunuhan, pemindahan paksa, persekusi dan penyiksaan yang disadari bahwa penyerangan ini dilakukan secara meluas dan sistematik terhadap populasi penduduk sipil.
Beberapa pelanggaran HAM juga terjadi termasuk hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan dan penahanan paksa, martabat, kebebasan beragama, kebebasan untuk bergerak, kebebasan untuk berinterkasi di rumah, hak untuk memenuhi standar hidup yang layak dan yang paling penting dan perlu ditekankan ialah hak atas kebangsaan dan hak atas identitas hukum.
Sebelum beralih ke Muslim Myanmar, kami ingin menggarisbawahi suatu hal, yaitu bahwa kami telah mendengar bukti konklusif pada tribunal ini. Pemerkosaan telah secara sistematis dilakukan terhadap wanita dan anak perempuan Rohingya tanpa adanya hukuman.
Tentu saja kita telah mendengar bukti langsung namun dalam pertemuan yang tertutup. Beberapa dari kita telah menyaksikan akibat dari kejahatan ini kepada wanita dan anak perempuan dengan mata kepala sendiri.
Ini bukan mitos, kejahatan yang menghancurkan hati ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat yang terjadi di depan mata kita sendiri.
Muslim Myanmar
Kita juga sudah mendengar bukti bahwa Muslim Myanmar juga menjadi objek dari kejahatan international.
Dengan waktu yang terbatas kami akan menyampaikan secara singkat dan padat tentang grup ketiga ini. Sebagaimana grup yang lain (Kachin dan Rohingya), kita telah mendengar bukti signifikan yang menunjukkan kejahatan internasional khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat.
Kita telah mendengar bukti atas diskriminasi sistematis terhadap Muslim Myanmar.
Ukuran formal dan informal yang menyangkal kesetaraan Muslim Myanmar secara meluas termasuk pendidikan, pekerjaan, dan kebebasan beragama. Tantangan struktural juga secara jelas berakar pada pencegahan Muslim Myanmar untuk menikmati hak sebagai warga negara secara penuh.
Kita juga telah mendengar kejahatan atas kebencian (Hate Crime) terhadap Muslim Myanmar.
Kita juga telah mendengar penghancuran komunitas dan lingkungan perumahan serta usaha paksa pemindahan Muslim Myanmar.
Situasi dari Muslim Myanmar ini menggambarkan ingatan ulang kita mengenai situasi di Afrika Selatan dan kami penuntut berpendapat bahwa hal ini menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya yaitu Kejahatan terhadap kemanusiaan Apartheid.
Saya juga mengeaskan kembali bahwa kita telah mendengar pengahuncuran sistematis dan penghinaan terhadap tempat-tempat ibadah. Ini bukanlah saja merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan tetapi juga merupakan kejahatan terhadap kebebasan beragama.
Dan akhirnya Muslim Myanmar juga dibantai tanpa penghukuman terhadap masyarakat sipil yang disponsori oleh militer, sementara polisi berdiam diri saja. Hal-hal ini menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat yaitu pembunuhan.
Teori Pertanggungjawaban
Dalam hukum internasional, negara dan individu dapat diminta pertanggungjawabannya atas pelanggaran mereka baik berdasarkan tindakan maupun kelalaian.
Kami mengajukan bahwa pertanggungjawaban Myanmar atas tindakan dan kelalaian internasional telah secara jelas terpenuhi.
Kami mengajukan bahwa pertanggungjawaban kriminal individu dari para pemimpin militer Myanmar dan pemerintahan politik secara hukum internasional telah terpenuhi. Dalam hal ini, kami percaya bahwa pertanggungjawaban ini oleh hukum kriminal internasional dikenal sebagai Tanggung Jawab Komando atau Tanggung Jawab Atasan.
Berdasarkan teori ini, militer dan warga sipil bisa dimintai pertanggungjwaban atas tindakan mereka yang harusnya sudah mereka ketahui dan mereka gagal mencegah atau menghukum tindakan tersebut.
Saya sadar akan keterbatasan waktu, oleh karena itu biarkan saya menyimpulkan pengajuan kami sekali lagi dengan mengutip kalimat seseorang yang lebih bisa menggambarkan, daripada kami yang duduk di bangku penuntut. Saat ini kami merujuk pada Uskup Agung Desmond Tutu. Dalam suratnya baru-baru ini, dia menulis kepada temannya, Aung San Suu Kyi. Desmond Tutu berkata: “Jika harga politikmu yang harus dibayar untuk dapat naik ke kursi tertinggi pemerintahan adalah DIAMmu, maka harga itu sungguh memalukan.”
Yang mulia, perkataan tadi menyimpulkan penuntutan kami. Terima kasih banyak.