Menyampaikan pesan-pesan sosial dengan cara yang kritis melalui budaya pop dinilai sangat efektif agar bisa diterima oleh generasi milenial. Sebab, budaya pop sangat mudah ditiru dan bahkan menjadi tren di kalangan anak muda.
Dalam buku Cultural Theory and Popular Culture karangan John Storey, budaya pop berarti sebuah produk budaya yang bisa diimitasi, serta direproduksi dengan cepat, dan masif. Komikus Reza Muhtar, atau biasa dikenal dengan nama Komikazer mencontohkan cara tersebut sudah dilakukan oleh sejumlah seniman yang menyuarakan pesan sosial dan kritik melalui karyanya.
Salah satunya oleh kelompok musik atau band Efek Rumah Kaca (ERK). Menurutnya, ERK merupakan band yang berbahaya melalui lagu dengan muatan yang kritis namun santai dinyanyikan oleh generasi millenial.
“Strategi komunikasi yang cerdas dari ERK. Lagu dan lirik kritik sosial tapi dinyanyikan millenial. Itu bikin merinding melihat anak-anak muda bernyanyi ‘Mosi Tidak Percaya’ (salah satu lagu dari band ERK),” ujarnya saat berbicara dalam acara Diskusi Kreatif ‘Munir-Somchai Diracun dan Dihilangkan Paksa’, pada Minggu (4/2), di Paviliun 28, Petogogan, Jakarta Selatan.
Salah satu pesan kritik sosial disampaikan oleh ERK melalui lagu ‘Di Udara’. Menurut Komikazer cara yang ditempuh ERK lewat lagu ini adalah untuk memberi pemahaman soal aktivis HAM, Munir.
Cara ini, kata Komikazer, berhasil sampai kepada para anak muda, yang mungkin sebagian besar tidak tahu tentang Munir.
“Kusus Munir, karena hari ini temanya Munir, ada liriknya ERK, pada lagu ‘Di Udara’, mereka bilang aku bisa diracun di udara. Semoga milenial penasaran dan mencari tahu siapa yang diracun di udara itu,” terang Reza.
Dalam diskusi tersebut, ia menyarankan agar para aktivis HAM menggunakan cara budaya pop agar kritik yang disampaikan dapat diterima dan terus menjadi tren di kalangan anak muda.
“Salah satu contoh penggunaan budaya pop ke isu sosial yang kritis itu ya ERK dengan lagunya. Jadi budaya pop itu efektif jadi pendekatan ke masyarakat,” ujar Reza.
Namun, Reza juga memiliki kekhawatiran, apabila pesan yang disampaikan hanya berhenti pada tataran produk budaya pop saja.
“Seperti kejadian tahun 90-an, banyak anak muda pakai kaus gambar wajah Che Guevara (pejuang revolusi Kuba), mereka kira dia adalah salah satu anggota band Rancid (band punk). Karena salah satu yang pertama pakai kaos gambar Che adalah vokalisnya Rancid. Tapi itu enggak masalah, yang penting mereka aware, dan masif,” ujar Reza.
Dalam diskusi tersebut hadir Ketua YLBHI Asfinawati, Director Muslim Attorney Center, Pattani Selatan, Thailand, Abdul Qahhar. Selain membahas terkait Munir, diskusi ini juga membahas permintaan bantuan dari pejuang HAM Pattani, yang berada di Thailand Selatan.
Menurut Abdul, Pattani kini berada di dalam penindasan selama 4 tahun terakhir. Salah satunya adalah pembatasan beribadah di Pattani.
“Rasanya seperti zaman Pak Harto di Indonesia, lengkap dengan fungsi Dwitunggal nya,” ujar Abdul Qahhar.
Read more at https://kumparan.com/@kumparannews/cara-efektif-kenalkan-munir-pada-milenial-lewat-budaya-pop#HQuBWkFG2Qzvvl5i.99