SIARAN PERS BERSAMA
PERSATUAN RAKYAT JAKARTA
Organisasi Masyarakat sipil yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Jakarta [PRJ] menolak dengan tegas adanya Peraturan Gubernur [Pergub] Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka yang disahkan pada 28 Oktober 2015.
Pasalnya Pergub tersebut tidak saja telah mencederai hak asasi warga Negara untuk berekspresi dan menyatakan pendapat yang dijamin oleh konstitusi, tetapi juga menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin anti-kritik dengan masyarakat.
Beberapa Substansi Pergub yang mengancam demokrasi diantaranya:1) Pasal 4 Pergub tersebut hanya ada 3 [tiga] titik yang dapat dipergunakan sebagai lokasi aksi unjuk rasa oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama [Ahok], yaitu Parkir Timur Senayan, Alun-Alun Demokrasi DPR / MPR RI dan Silang Selatan Monumen Nasional [MONAS]. 2) Pasal 7 Pergub tersebut juga yang menjelaskan bahwa mediasi hanya dapat dilakukan kepada instansi Pemerintah Daerah dan satuan kerjanya, berpotensi membatasi aspirasi warga Negara yang ingin menyampaikan aspirasinya. Apalagi mengingat aksi menyampaikan pendapat di DKI Jakarta tidak selalu hanya ditujukan kepada instansi Pemerintah Daerah saja, melainkan juga kepada Lembaga-Lembaga Negara lainnya yang berdomisili di DKI Jakarta. 3) Pasal 14 Pergub tersebut juga semakin menguatkan peran dwifungsi TNI, dimana TNI dapat membubarkan aksi unjuk rasa sehingga fungsi TNI bukan hanya di bidang pertahanan lagi tetapi juga mempunyai bidang keamanan.
Hal ini memperlihatkan arogansi Ahok sebagai seorang pejabat publik yang telah melakukan pembatasan secara sewenang-wenang dan tidak tepat sasaran serta teror dan pengancam demokrasi.
Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU Kebebasan Menyampaikan Pendapat), khususnya di Pasal 2 Ayat [1] yang menyatakan bahwa “setiap warga Negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Pada dasarnya UU Kebebasan Menyampaikan Pendapat tersebut telah mengatur mengenai larangan akan lokasi penyampaian pendapat di muka umum, yaitu di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, objek-objek vital nasional, dan pada hari besar nasional. Pembatasan lokasi di atas sudah cukup memenuhi tujuan keseimbangan antara hak menyampaikan pendapat dengan menjaga ketertiban umum.
Bila dilihat Pergub tersebut Dalam Asas Hukum “Lex superior Derogate Legi Inferiori”, yang berarti hukum yang urutan atau tingkatnya lebih tinggi mengesampingkan atau mengabaikan hukum yang lebih rendah, maka kekuatan hukum dari Peraturan Gubernur ini harus dikesampingkan karena bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu UUD 1945, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Lebih lanjut kami berpendapat bahwa Pergub mengenai Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang dikeluarkan oleh mengenai Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum sebagai Gubernur DKI Jakarta menunjukkan bahwa Gubernur DKI Jakarta tidak memahami perannya sebagai kepala daerah yang menjadi tuan rumah dari ibukota Negara. Seharusnya Gubernur DKI Jakarta harus menciptakan kondisi ibukota yang kondusif bagi setiap warga negara yang ingin menyampaikan aspirasinya ke lembaga-lembaga Negara di level Nasional tersebut.
Untuk itu, kami Perstauan Rakyat Jakarta (PRJ) mendesak:
Pertama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk menghentikan segala upaya pembatasan kebebasan berekspresi warga Negara dan seharusnya lebih berperan agar Provinsi DKI Jakarta menjadi tempat yang kondusif bagi setiap warga negara menyampaikan pendapatnya kepada seluruh lembaga dan pejabat negara.
Kedua, Menteri Dalam Negeri untuk menggunakan wewenangnya membatalkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka karena bertentangan dengan konstitusi dan UU Hak Asasi Manusia.
Ketiga, Mahkamah Agung untuk membatalkan Peraturan Gubernur [Pergub] Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka karena bertentangan dengan konstitusi dan UU Hak Asasi Manusia.
Jakarta, 6 November 2015
Persatuan Rakyat Jakarta (PRJ)
SPRI, KASBI, POSINDO, Puskapol UI, PPMI, SBMI, KPO PRP, SGMK, KP-KPBI, HAMAS, GEBER BUMN, ASPEK Indonesia, GSBI, Yappika, Budaya Mandiri, FSPMI, FBTPI, Arus Pelangi, SPN, FAKTA, PPRI, Perempuan Mahardika, Asosiasi Pelajar Indonesia, KontraS, HFDI, FSPASI, KSN, TII, GPI Jakarta Raya, Solidaritas Perempuan, BEM Universitas Indonesia, UPC, KPRI DKI Jakarta, LBH Jakarta, LBH Pers, Turun Tangan, LMND, SGBN, SPJ, KOPEL, Forum Indonesia Muda, F-SPASI