Jakarta, bantuanhukum.or.id—Pelaksanaan KALABAHU Buruh 2015 memasuki hari ketiga dalam pelaksanaannya, (22/08). Pada kesempatan kali ini materi yang disampaikan adalah Sistem Pengupahan di Indonesia. Materi ini disampaikan oleh Andriko Otang, beliau merupakan Wakil Direktur Trade Union Right Centre (TURC).
Andriko Otang atau yang akrab disapa Otang memulai materi ini dengan terlebih dahulu memaparkan tentang fundamental upah. Fundamental upah adalah setiap Buruh berhak memperoleh upah yang layak bagi kemanusiaan, dan upah minimum merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi standar hidup Buruh.
“Artinya kebijakan upah minimum harus sesuai standar kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertembuhan ekonomi”, kata Otang.
Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, kebijakan pengupahan yang dibuat oleh Dewan Pengupahan tidak manusiawi walaupun trend upah minimum selalu naik. Menurut Prof. Gustav Papanek, tahun 2008 sampai 2014 rata-rata upah minimum provinsi naik 115 persen atau lebih dua kali lipat, tetapi hanya 20 persen dari 118.864.447 (BPS, 2014) Buruh yang merasakan kenaikan upah tersebut.
Menurut Otang, “hal yang menyebabkan demikian karena Dewan Pengupahan tidak mau memperhitungkan nilai upah riil para buruh, inilah yang menjadi penyebab sulitnya hidup kawan-kawan.“
Padahal jika sesuainya upah minimum dengan nilai kebutuhan ril buruh dapat berdampak bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Semakin layak upah buruh akan meningkatkan daya beli mereka, dan pertumbuhan ekonomi menjadi positif karena berkurangnya angka kemiskinan“, kata aktivis lulusan Unika Atma Jaya ini.
Diakhir sesi para peserta di ajak berdiskusi kelompok mengenai apa saja permasalahan dalam penetapan upah minimum dengan dikaitkan oleh alur proses penetapannya. Diharapkan dari materi ini kawan-kawan buruh bisa berdaya dalam mengadvokasi upah dan penjelasan yang disampaikan fasilitator bisa menjadi ‘supplemet’ mereka untuk terus memperjuangkan hak -haknya yang selalu terlanggar. [Ndoy]