JAKARTA – Pemerintah harus mengangkat semua buruh, termasuk para tenaga alih daya (outsourcing), menjadi pegawai tetap tanpa syarat. Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Maruli mengatakan, hal ini dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Kamis (22/8), terkait rencana unjuk rasa para tenaga alih daya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Oktober mendatang.
Maruli mengatakan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pekerjaan juga menyebutkan hanya ada lima jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan, yakni usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (katering), usaha tenaga pengaman (sekuriti), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan untuk pekerja/buruh. “Di luar lima jenis pekerjaan itu, Pasal 64-66, Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja jelas menyatakan, demi hukum para buruh dan tenaga kerja harus diangkat menjadi pegawai tetap,” tuturnya.
Menurut Maruli, BUMN yang notabene milik pemerintah, selama ini justru banyak yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait tenaga kerja alih daya. PT Jamsostek, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Telkom Indonesia, PT Indofarma, PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, dan PT Kimia Farma adalah contoh BUMN yang menurut Maruli melanggar Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 yang merupakan turunan UU Nomor 13 Tahun 2003 tersebut.
Dianggap Mesin
Lebih lanjut ia mengatakan, bisnis tenaga alih daya bagi pengusaha menggiurkan, namun sangat merugikan buruh. Dalam praktiknya, buruh perusahaan diperlakukan bak mesin, yang dituntut berproduksi tanpa dipenuhi hak-haknya sebagai manusia.
Beberapa perwakilan organisasi serikat buruh yang hadir dalam konferensi pers menyatakan hal senada, bahwa buruh alih daya harus diangkat menjadi pegawai tetap tanpa syarat. “Alasan manajemen tidak mengangkat kami selama ini, karena kami tidak memenuhi kualifikasi. Kalau kami tidak memenuhi kualifikasi, kenapa kami dipekerjakan selama bertahun-tahun. Hasil kerja kami diakui sebagai hasil kerja perusahaan,” tutur Fahmi, perwakilan tenaga kerja dari PGN.
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Rusdi mengatakan, tenaga alih daya mengalami banyak ketidakadilan. Menurutnya, tenaga alih daya menerima upah di bawah upah minimum provinsi (UMP). Status mereka tidak pasti karena umumnya status kontrak terus diperpanjang setiap tahun tanpa pernah diangkat jadi pegawai tetap. Buruh yang aktif dalam serikat pekerja juga rentan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan, karena bagi perusahaan mereka dianggap “monster”.
Sumber: Sinar Harapan