PDAM Mengingkari Mandat Konstitusi
LBH Jakarta menyayangkan langkah PDAM membuat MoU pengelolaan sistem air minum dengan PT. Moya Indonesia selama 25 tahun ke depan. Padahal, konsesi antara PDAM dengan Palyja dan Aetra belum juga berakhir, bahkan belum ada evaluasi secara menyeluruh terhadap kegagalan juga kerugian besar akibat swastanisasi air yang berlangsung sejak 1998 lalu. Hal ini menunjukkan bahwa PDAM telah mengingkari mandat konstitusi dengan membuat perjanjian baru dengan Perusahaan Air Minum yang merupakan anak perusahaan Aetra. Pada faktanya selama ini, konsesi tersebut hanya mengakibatkan kerugian negara dan terlanggarnya pemenuhan hak atas air masyarakat karena hilangnya hak penguasaan negara serta buruknya pengelolaan air yang dikomersialisasi dan menyebabkan sulitnya akses masyarakat miskin dan rentan terhadap air bersih. LBH Jakarta pun menilai bahwa langkah ini nampak tergesa-gesa, sembunyi-sembunyi dan tidak melibatkan partisipasi dari masyarakat.1
MoU ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (“Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013”) yang telah menegaskan bahwa pengelolaan air semestinya dilakukan oleh Negara Cq. Pemerintah, dalam Hak Menguasai Negara atas Sumber Daya Alam yang menempatkan air sebagai “res commune” atau hak (barang) publik. Artinya, pengelolaan sistem air minum yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dilakukan oleh PAM Jaya sendiri sebagai Perusahaan Negara cq. Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memastikan bahwa tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak atas air warga diberikan. Penguasaan negara sebagai mandat rakyat secara kolektif dalam Pasal 33 UUD 1945 diwujudkan dalam lima bentuk atau fungsi, yaitu kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ironisnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di ujung masa jabatannya melakukan langkah memalukan dengan “menjilat ludah sendiri”/ingkar janji”.2 Ia menyatakan bahwa akan menghentikan swastanisasi air di Jakarta. Namun ia justru melanjutkan praktik swastanisasi air terselubung melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 7 Tahun 2022 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya Untuk Melakukan Percepatan Peningkatan Cakupan layanan Air Minum di provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Pergub DKI 7/2022”). Adapun pada kegiatan “Konsultasi Publik: Rencana Kerja Sama Pengembangan SPAM di DKI Jakarta” 8 Agustus lalu, pihak Pemprov DKI Jakarta menyampaikan bahwa perjanjian akan berakhir dan akan beralih ke PAM Jaya serta terdapat informasi bahwa per 1 Agustus 2022 lalu sudah dilakukan persiapan transisi yang diberikan dan dilakukan oleh kedua mitra (Palyja dan Aetra) kepada PAM Jaya. Namun nyatanya, warga DKI Jakarta harus berhadapan kembali dengan situasi pada 1998 lalu bahwa air kita lagi-lagi dikomersialisasi. Bukannya menuju pada keberlanjutan atas kualitas air bersih dan jaminan hak atas air warga di DKI, kita harus berhadapan kembali dengan keberlanjutan kerugian dan keterbatasan akses atas air.
3 Desakan LBH Jakarta
Melihat langkah mundur yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut, LBH Jakarta menilai bahwa Pemprov DKI Jakarta dan PDAM tidak belajar dari kesalahan swastanisasi air Jakarta yang mengakibatkan negara justru kehilangan hak penguasaan negara atas sumber daya air untuk kemakmuran rakyat, kehilangan kontrol atas pengelolaan air untuk kemakmuran rakyat. Padahal, pasca selesainya konsesi dengan Palyja dan Aetra, PAM Jaya dapat secara mandiri menjalankan mandat konstitusi untuk pengelolaan air termasuk produksi air secara mandiri.
Oleh karena itu, LBH Jakarta mendesak untuk:
- Pemerintah Pusat cq. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cq. Gubernur DKI Jakarta cq. PDAM membatalkan MoU pengelolaan sistem air minum dengan PT. Moya Indonesia yang merupakan praktik swastanisasi dan komersialisasi air terselubung dengan membatalkan segera Pergub DKI 7/2022;
- Meminta kepada DPRD DKI Jakarta untuk tidak hanya diam melihat praktik inkonstitusional swastanisasi Jakarta;
- Mengajak publik untuk mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PDAM untuk melakukan remunisipalisasi pengelolaan air Jakarta sebagaimana mandat Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 dan memastikan pemenuhan hak atas air untuk seluruh masyarakat tanpa kecuali khususnya untuk masyarakat miskin dan rentan.
Jakarta, 17 Oktober 2022
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung:
- Arif Maulana ([email protected])
- Jihan Fauziah Hamdi ([email protected]
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.