Rabu, 16 Januari 2018 sidang perkara dugaan penyiksaan dan salah tangkap terhadap Mustofa Abdillah di Pengadilan Negeri Bekasi kembali digelar dengan agenda pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum. Jaksa membantah bahwa telah terjadi penyiksaan terhadap Mustofa Abdillah. Ia menyebutkan hal tersebut dibuktikan dengan adanya video dan saksi dari penyidik kepolisian (verbalisan) yang menyatakan tidak ada penyiksaan.
Sebelumnya, pada agenda sidang pembelaan, Mustofa Abdilah dan penasihat hukumnya dari LBH Jakarta telah menyampaikan di depan persidangan bahwa penyiksaan tersebut terjadi saat penangkapan 16 Agustus 2018. Sebelum pemeriksaan oleh penyidik dilakukan. Tanggapan jaksa yang menyatakan bahwa tidak terjadi penyiksaan saat pemeriksaan tidaklah relevan mengingat Mustofa Abdillah menyatakan ia sudah menyerah dan tidak kuat menahan penyiksaan sebelum pemeriksaan dilakukan. Alhasil, saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Mustofa sudah mengikuti saja kemauan dari polisi. Ia tak berani lagi bertahan.
Penyiksaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Mustofa Abdilah dilarang dalam Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1998. Pasal 11 Ayat (1) huruf a jo. Pasal 13 Ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia: “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum”. Pasal 13, “Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikhis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan”
Keterangan saksi dari polisi yang membantah bahwa telah terjadi penyiksaan secara hukum tidak dapat diterima dengan alasan pihak kepolisian tidaklah subjek yang dianggap objektif sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 1531/Pid.Sus/2010, “Bahwa pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan, sehingga keterangannya pasti memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar – benar diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur.”
Konsekuensi dari tindakan penyiksaan tersebut mengakibatkan segala keterangan yang diberikan oleh Mustofa sebagai terdakwa kepada kepolisian tidak dapat dijadikan bukti untuk menjerat Mustofa. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 429 K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995 dengan kaidah dasar: “Pencabutan keterangan terdakwa dalam BAP dengan alasan karena adanya penyiksaan, baik fisik maupun psikhis terhadap terdakwa hal tersebut dapat diterima oleh hakim sehingga keterangan dalam BAP tersebut tidak bernilai sebagai alat bukti sah”.
Mustofa Abdilah menjadi korban salah tangkap pada Agustus 2018 setelah membeli HP dari seseorang melalui facebook. Sialnya Mustofa dianggap sebagai pelaku “begal” yang terjadi di Bekasi pada tanggal 7 Agustus 2018. Sidang perkara Mustofa sudah memasuki tahap akhir pembacaan duplik pada tanggal 23 Januari 2018. Putusan diperkirakan akan dibacakan pada tanggal 30 Januri 2018. LBH Jakarta berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi membebaskan Mustofa.