Pers Rilis Nomor 61/RILIS-LBH/II/2021
LBH Jakarta mengingatkan pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk serius memastikan upaya penanggulangan bencana banjir Jabodetabek berjalan dan mengevaluasi berbagai kebijakan pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Hal ini untuk memberikan jaminan pemenuhan hak atas kesehatan dan lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 yang mengancam keselamatan masyarakat.
Belum hilang dari ingatan kita dampak banjir awal tahun 2020 yang mengakibatkan kerugian material dan immaterial masyarakat. Banjir tahun lalu yang memicu gugatan warga kepada pemerintah, menunjukkan lemahnya upaya pencegahan dan mitigasi banjir pemerintah provinsi DKI Jakarta. Jika tahun ini pemerintah tidak sigap, dampaknya tentu akan lebih besar, mengingat saat ini penyebaran pandemi Covid-19 semakin meluas dan mengkhawatirkan.
Meski bencana banjir berulang kali terjadi ditiap tahunnya, namun demikian pemerintah masih saja terus menyalahkan faktor alam seperti curah hujan yang tinggi, maupun kenaikan permukaan air laut sebagai faktor utama penyebab banjir. Hal ini menunjukkan adanya faktor kegagalan pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah dalam memahami persoalan banjir. Pemerintah telah lalai mengevaluasi dampak kebijakan maupun pembangunan infrastruktur yang tidak sebanding dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti halnya: menurunnya permukaan tanah, semakin menyusutnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai resapan air, penurunan ketinggian permukaan tanah akibat swastanisasi air yang mengakibatkan mahalnya harga air yang memaksa masyarakat untuk menggunakan air tanah atau semakin tingginya air laut sebagai dampak reklamasi.
Beberapa waktu yang lalu, BPBD Provinsi DKI Jakarta melansir data. Terdapat 42 RW dan 150 RT terdampak banjir yang tersebar di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Persentase RT terdampak ini sebesar 0,492 persen dari total RT di Jakarta sebanyak 30.470 RT. Banjir dengan ketinggian air mencapai 10 – 190 cm telah menyebabkan 150 RT terdampak dan 223 Kepala Keluarga atau sebanyak 1.029 orang harus menyelamankan diri dengan mengungsi.
Untuk wilayah Jakarta Selatan, meliputi 4 Kecamatan dan 7 Kelurahan, 17 RW dan 38 RT. Ketinggian air yang menggenang beragam mulai kisaran 40 – 190 cm. Jumlah pengungsi sebanyak 30 Kepala Keluarga dengan total 304 jiwa. Sedangkan, untuk Jakarta Timur, meliputi 25 RW dan 112 RT dengan ketinggian 40 – 275 cm. Adapun jumlah pengungsi sebanyak 193 Kepala Keluarga dengan total 725 jiwa. Sebanyak 14 lokasi pengungsian telah digunakan. Situasi ini harus menjadi peringatan potensi bencana banjir dan pemulihan bagi korban untuk menjadi perhatian khusus pemerintah.
Bencana banjir kali ini tentunya tidak hanya menyebabkan kerugian materil bagi masyarakat akibat rusaknya perabotan rumah tangga dan bangunan rumah akibat terendam banjir, namun juga menyebabkan masyarakat terlanggar haknya untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam situasi penyebaran Virus Corona yang angkanya semakin tinggi, tentunya, 1.029 orang korban yang terpaksa harus mengungsi, berpotensi terdampak penyebaran Covid-19 dan lokasi pengungsian rentan menjadi kluster penyebaran Covid 19.
Apabila kita merujuk pada Pasal 5 UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah diamanatkan untuk secara bersama-sama melakukan segala upaya pencegahan bencana banjir, selanjutnya Pasal 16 UU Penanggulangan Bencana juga mengamanatkan pemerintah untuk melakukan penanggulangan bencana dalam situasi sebelum bencana (pra-bencana), adanya potensi bencana (tanggap darurat) maupun tindakan yang terjadi setelah bencana (pasca bencana).
Apabila pemerintah melakukan kewajiban hukumnya sebagaimana yang diuraiakan di atas, pada saat potensi bencana banjir ini terjadi masyarakat dapat mengetahui peringatan bencana banjir sehingga mereka dapat mempersiapkan untuk melindungi diri dan harta bendanya dan pemerintah dapat lebih efektif dalam memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan memberikan ganti kerugian terhadap masyarakat yang terdampak banjir. Selain itu dalam konteks penangan bencana banjir kali ini tentunya pemerintah juga harus melakukan langkah-langkah konkrit terhadap upaya tanggap darurat bencana dan menyesuaikannya dengan berbagai ketentuan standar kesehatan penanggulangan Covid-19 sebagai upaya mencegah penularan Covid-19 baru di lokasi pengungsian Banjir.
Berdasarkan uraian tersebut, LBH Jakarta mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk:
1. Mengevaluasi dan membenahi dampak kebijakan maupun pembangunan infrastruktur yang tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan sebagai faktor dominan penyebab banjir seperti halnya Swastanisasi Air Jakarta, Reklamasi, dan lain sebagainya;
2. Melaksanakan penanggulangan bencana pada tanggap darurat bagi korban banjir Jabodetabek yaitu pemenuhan hak atas kesehatan dan pencegahan penularan Covid-19;
3. Menjalankan amanat UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, terkhusus dalam hal penanggulangan bencana pada pasca bencana bagi korban banjir Jabodetabek yaitu kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana telah dijelaskan di atas;
4. Melakukan mitigasi potensi risiko yang lebih besar dari ancaman banjir dan mengerjakan tanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam UU Penanggulangan Bencana terkhusus dalam upaya penanggulangan bencana banjir di wilayah Jabodetabek dan tanggungjawab pencegahan penularan pandemi Covid-19;
5. Mengkordinasikan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah sekitarnya untuk mencegah dan menanggulangi banjir di wilayah Jabodetabek;
6. Bertanggung jawab terhadap berbagai pemulihan kerugian yang dialami oleh masyarakat, baik kerugian ekonomi, sosial maupun psikologi.
7. Mengevaluasi dan memperbaiki berbagai dampak kebijakan maupun pembangunan infrastruktur yang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan sebagai faktor dominan penyebab banjir dan pengelolaan Penanggulangan Bencana khususnya Banjir agar peristiwa serupa tidak kembali terulang.
Jakarta, 11 Februari 2021
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta