Jakarta, bantuanhukun.or.id – Minggu (23/8) Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) bersama Koalisi Masyarakat Sipil desak pemerintah untuk mengembalikan posisi TNI kepada fitrahnya di dalam undang-undang. Desakan ini disampaikan dalam bentuk Konferensi Pers yang diselenggarakan di Gedung LBH Jakarta dengan tajuk “Menyoal MoU TNI dan Keterlibatan Militer Dalam Wilayah Sipil (Keamanan Dalam Negeri).
Militerisme di Indonesia beserta seluruh implikasinya, baik berupa kekerasan, penguasaan, serta berbagai posisi fungsional di bidang politik, ekonomi,sosial dan budaya, mempunyai peran yang sangat dominan dan strategis dalam mengendalikan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Kehadiran militer ke ranah sipil juga merupakan persoalan yang tak kunjung selesai dihadapi bangsa ini, hal tersebut tentunya diperkuat dengan fakta-fakta yang tidak dapat dipungkiri.
Sejalan dengan tuntutan dan cita-cita demokrasi Indonesia, realitas militerisme telah menjadi agenda penting yang tidak terlewatkan dalam berbagai dialog publik. Gencarnya tuntutan, sampai dengan upaya-upaya yang lebih bersifat praksis telah, dan tengah dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat yang kritis dan peduli. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong Tentara agar menjadi militer-profesional.
Menurut direktur Imparsial, Al Araf manuver-manuver yang menyeret TNI ke ranah sipil sudah sangat sepantasnya dipandang sebagai kebijakan usang sejarah Republik ini (sebut saja masa orde baru). Apalagi, reformasi keamanan masih mengalami kendala serius dengan belum dilakukannya revisi UU Peradilan Militer. Tak hanya di sektor kehidupan masyarakat sipil dan sektor penegakan hukum, di sejumlah lembaga pemerintah telah terjadi pelibatan TNI.
“Menurut catatan setidaknya ada 31 MoU TNI dengan lembaga ataupun kementerian”, ujar Al Araf.
Bahrain dari YLBHI menambahkan, agar patut ada evaluasi berbagai kerja sama tersebut karena jelas telah melanggar Pasal 7 ayat (3) UU TNI. “Pasal itu menyebutkan untuk menjalankan operasi militer selain perang, TNI hanya bisa melakukan tugasnya jika ada keputusan politik negara, dalam hal ini presiden,” tegas Bahrain.
Bangsa ini secara umum dan pemimpin-peminpin negara ini harus sepakat TNI sebagai alat pertahanan negara mempunyai tugas pokok untuk menjaga wilayah pertahanan Indonesia. Lebih baik negara ini mendukung TNI untuk melaksanakan tugasnya bukan menyeretnya keluar dari barak, seperti ikut campur dalam penggusuran, memberi izin pertambangan, menjaga pos-pos kereta api bahkan membersihkan kali. Setelah tugas TNI kacau pemerintah mendadak menjadi bisu, buta dan tuli ketika kekerasan-kerasan terjadi dilakukan oleh oknum-oknum TNI. Karena membiarkan terjadi pelanggaran HAM sama seperti melakukan pelanggaran tersebut (Respect, protect and fullfiled tugas wajib negara dalam menegakan HAM). (Ayu)