Jakarta, bantuanhukum.or.id—Pada Selasa, 11 Agustus 2015, Serikat Buruh yang terdari FSP Mandiri, Aspek Indonesia, FSPASI, FSP Farkes, FBTPI, FBLP,dan FSUI bersama LBH Jakarta melakukan audiensi dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di gedung Kompolnas yang menjadi satu dengan komplek Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Dalam audiensi tersebut, hadir dari pihak Kompolnas adalah Komisaris Besar Polisi Tetra Megaranto yang merupakan Kepala Bagian Penerimaan dan Pengaduan Kompolnas dan Ajun Komisaris Besar Polisi Bustari. Dalam kesempatakan kali ini, Eny Rofiatul Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, memberikan Position Paper terkait pentingnya Desk Pidana Perburuhan di kepolisian sebagai masukan kepada Kompolnas agar memberikan rekomendasi terkait arah kebijakan Kepolisian Republik Indonesia. “Salah satu fungsi Kompolnas adalah memberikan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Polri yang profesional“, cetus Eny di saat memberikan pandangan nya dalam Audiensi tersebut.
Setelah pemaparan Position Paper dari LBH Jakarta, kawan buruh pun menyampaikan beberapa isu terkait dengan Pidana Perburuhan, diantaranya pembiaran polisi atas kasus-kasus yang diadukan buruh, penolakan laporan, proses penanganan kasus yang berbelit-belit, lama, dan tidak transparan. Kendala-kendala tersebut menunjukkan rendanhnya profesionalitas kepolisian dalam menangani kasus tanpa diskriminasi. Selain itu, terjadi pembiaran secara struktural dengan dibiarkannya praktek premanisme yang mengancam kemerdekaan buruh melakukan akso mogok.
Kombes Pol Tetra Megaranto memberikan apresiasi atas perjuangan buruh dan menyatakan bahwa Kompolnas tidak punya kewenangan untuk melakukan eksekusi atau upaya paksa lainnya. Terhadap setiap pengaduan yang ada, Kompolnas akan melakukan klarifikasi dengan 2 mekanisme yaitu, pertama adalah mendatangi langsung penyidik/terperiksa, kedua menyurati kapolda setempat terkait kinerja penyidiknya. Namun APBN hanya menganggarkan klarifikasi langsung 1x ke setiap Kantor Kepolisian Daerah (POLDA) yang berjumlah 32 di seluruh Indonesia.
Hal yang paling di inginkan kawan-kawan buruh adalah agar terbentuk Desk Khusus Pidana Perburuhan dan mereka mendesak agar Kompolnas memasukkan usul tersebut sebagai bagian terhadap pertimbangan yang akan mereka serahkan kepada Presiden. Perjuangan buruh untuk membentuk desk pidana perburuhan tidak berhenti sebatas audiensi ke Kompolnas. Selanjutnya, serikat buruh/serikat pekerja bersama-sama dengan LBH Jakarta akan melakukan audiensi dan rencana advokasi lain agar tindak pidana yang dilakukan oleh pengusaha dapat diproses sehingga buruh bisa mendapatkan keadilan. (RR)