Siaran Pers:
LBH Jakarta dan MaPPI FH UI pada selasa kemarin sekitar Pukul 12.00 WIB diterima oleh komisi III DPR RI untuk memaparkan temuannya dalam penelitian terkait perkara yang disimpan dan hilang dalam penyidikan di kepolisian. Rapat yang dipimpin oleh Desmond Junaidi Mahesa tersebut diikuti sekitar 10 anggota komisi III DPR RI dibuka dengan mendengarkan pemaparan hasil penelitian yang menunjukan sepanjang tahun 2012-2014 pihak Kepolisian RI menerima sekitar 1.144.108 laporan polisi dan perkara yang dalam proses penyidikan. Sekitar 645.780 laporan tersebut ditindaklanjuti berupa diajukan untuk penuntutan (P-21), dihentikan dengan dikeluarkan SP-3 dan didamaikan oleh pihak kepolisian. Setelah dibandingkan dengan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima kejaksaan hanya sekitar 2.716 perkara, oleh karenanya ada dugaan sekitar 255.618 perkara tanpa SPDP atau tidak berkordinasi dengan Jaksa.
Selanjutnya Ichsan Zikry selaku peneliti juga menambahkan ada dugaan bolak-balik perkara dalam tahap Pra Penuntutan dimana terdapat 44.273 perkiraan perkara yang hilang. Dalam mekanisme KUHAP ada proses dimana penyidik memberikan berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Pemeriksaan saksi, tersangka, dll kepada Jaksa. Jika Jaksa selaku penuntut umum melihat ada kekurangan dalam berkas tersebut kemudian dikembalikan lagi kepada penyidik dengan memberi saran untuk dilengkapi. Sementara itu dalam penelitian ditemukan ada sekitar 33.755 perkara tidak dikembalikan kepada Jaksa dan sekitar 13.253 perkara yang tidak dapat dilengkapi. Choky R. Ramadhan dari MaPPI menegaskan persoalan berkas perkara yang disimpan dan hilang ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga 500 Milyar Rupiah dalam tiga tahun, dikarenakan proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian memakai uang negara. Selain itu penelitian ini menunjukan lemahnya proses Check and Balances oleh Jaksa yang seharusnya sebagai pengendali perkara atau dominus litis.
Handika Febrian dari LBH Jakarta menambahkan bahwa penelitian ini berangkat salah satunya dari pengalaman sehari-hari dalam melakukan pendampingan kepada korban unfair trial, salah satunya Ismail yang dijadikan tersangka karena dituduh mencuri uang di mesin ATM tempat dia bekerja. Dalam proses penyidikan yang dilakukan Ismail mendapat penyiksaan di sekujur tubuhnya untuk mendapat pengakuan. Selain itu terdapat rekayasa perkara untuk membuat Ismail menjadi Tersangka. Setelah dilakukan pengecekan ke Kejaksaan terkait mereka belum menerima Surat Perintah Penyidikan (SPDP) dan jaksa tidak mengetahui adanya kasus ini sedang berjalan di kepolisian, padahal status Ismail sudah dijadikan tersangka. Sementara dalam KUHAP dinyatakan penyidik harus segera meberikan SPDP saat dimulainya penyidikan.
Anggota dan Pimpinan Komisi III DPR RI secara umum memberikan apresiasi terhadap penelitian ini yang menunjukan fakta dan persoalan dalam proses penyidikan dan kordinasi antara lembaga penegak hukum yaitu penyidik dan Jaksa Penuntut Umum. Desmond J. Mahesa selaku pimpinan berjanji untuk membawa hasil penelitian ini dalam rapat terbuka Komisi III DPR RI dan membawa penelitian ini sebagai bahan masukan untuk pembahasan revisi KUHAP. Adery Saputro peneliti FH UI menyatakan Sebenarnya ada beberapa solusi yang ditawarkan dari MaPPI FH UI dan LBH Jakarta kepada Komisi III DPR RI yaitu dibentuknya Satgas Audit Perkara Tahap Pra-Penuntutan untuk menindaklanjuti dan mendalami hasil penelitian ini sehingga dapat ditemukan akar persoalannya. Kemudian adanya perbaikan adminstrasi pendataan perkara dan dibentuknya Sistem Integrasi Data Perkara Online dan jangka panjangnya menjadi pembahasan dan masukan dalam revisi RUU KUHAP. Kami juga berharap ada tindaklanjut pertemuan yang difasilitasi oleh Komisi III yang menghadirkan pihak-pihak terkait dalam kasus ini.
Jakarta, 07 September 2016
Hormat Kami
Narahubung :
Choky Risda Ramadhan (0818 0822 7963)
Handika Febrian (0856 9173 3221)