YLBHI dan 18 LBH Kantor menilai Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi (MKMK) terhadap pelanggaran kode etik berat Anwar Usman adalah
putusan yang bermasalah, mencederai persamaan di muka hukum dan melukai
rasa keadilan dari warga yang memiliki trauma panjang terhadap pemerintahan Orde
Baru di mana korupsi, kolusi dan nepotisme merusak sendi-sendi dasar kehidupan
bernegara, yakni negara hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. Peradilan sesat
MKMK ini kembali mengulang kesalahan yang sama.
Kami kecewa terhadap putusan majelis MKMK karena putusan tersebut
berkompromi dengan perbuatan tercela ketua hakim MK. MKMK semestinya
memberikan putusan pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, MKMK
melakukan kekeliruan dengan membiarkan berlakunya putusan 90/PUU-XXI/2023
yang seharusnya dinyatakan tidak sah. Putusan ini membenarkan keraguan publik
terhadap MKMK saat ini yang hanya bersifat ad hoc dan komposisi majelis
kehormatan MK yang diduga kuat juga memiliki konflik kepentingan dalam perkara
ini.
Jika tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku pada Pasal 41 huruf c jo Pasal 47
PMK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan
konsisten dengan fakta hukum terbuktinya pelanggaran berat Anwar Usman,
semestinya seluruh majelis hakim MKMK memutuskan memberhentikan
Anwar Usman dari jabatannya sebagai hakim MK maupun Ketua MK, bukan
sekedar memberhentikannya sebagai ketua MK. Sayangnya, hanya Prof. Bintan S
Saragih yang konsisten mengambil pandangan tersebut melalui dissenting opinion.
Selain itu, kami memandang bahwa Putusan MKMK ini gagal menjawab
kebutuhan mendesak penyelamatan MK dari krisis kepercayaan publik akibat
skandal putusan bermasalah yang memberikan karpet merah untuk Walikota Solo
yang merupakan keponakan Anwar Usman dan putra Presiden Jokowi, Gibran
Rakabuming Raka yang berhasil maju sebagai Cawapres. Selain mempertahankan
Anwar Usman sebagai Hakim MK meski telah terbukti melakukan pelanggaran
berat, MKMK tidak berani mengambil momentum untuk melakukan koreksi
terhadap putusan 90/PUU-XXI/2023 bermasalah. Padahal ketentuan Pasal 17
ayat (6) dan (7) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan bahwa putusan dianggap tidak sah jika diambil oleh hakim yang
memiliki konflik kepentingan dan harus diperiksa kembali oleh hakim yang berbeda
dapat dijadikan sandaran MKMK untuk mengambil terobosan hukum.
Keberadaan Anwar Usman tentu akan menjadi beban dan bom waktu bagi MK
ke depan terkait dengan isu integritas, independensi dan imparsialitas MK untuk
menjalankan tugas beratnya sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi. Putusan
etik ini menjadi preseden buruk dan menunjukkan bahwa MK sekarang adalah “MK
yang masih bermasalah dan rusak”. Adalah tidak pantas dan tidak masuk akal
mempertahankan orang yang terbukti tidak layak menjadi hakim Mahkamah
Konstitusi.
Putusan MKMK memang melarang Anwar Usman menyidangkan kasus terkait
sengketa Pemilu. Namun, jelas, itu tidak cukup, karena yang Anwar Usman masih
diberikan kewenangan mengadili perkara lain yang menjadi kewenangan MK yang
juga berpotensi menghadapkan yang bersangkutan mengadili perkara pengujian
Undang-Undang atau Perpu yang mana presiden sebagai kepala pemerintahan.
Maka, konflik kepentingan tentu tidak terhindarkan.
Untuk menyelamatkan Indonesia dari semakin dalamnya kerusakan sendi-sendi
dasar bernegara termasuk didalamnya negara hukum, demokrasi dan hak asasi
manusia, maka tidak ada pilihan selain MK harus dibersihkan dari hakim-hakim yang
bermasalah secara integritas, independensi dan imparsialitas. Oleh karena itu,
YLBHI dan 18 LBH Kantor mendesak Anwar Usman sebagai pelaku nepotisme
untuk tahu diri dan segera mengundurkan diri sebagai hakim Mahkamah
Konstitusi karena tidak lagi pantas menduduki jabatan tersebut. Kami mendesak
MK dan lembaga negara berwenang untuk melakukan evaluasi dan koreksi
terhadap keberadaan MKMK yang di masa kepemimpinan Anwar Usman hanya
dibentuk ad hoc termasuk pemilihan komposisi MKMK ke depan yang erat kaitannya
dengan mekanisme pengawasan publik kepada MK. Selain itu, kami mengajak
semua warga untuk tidak berhenti berjuang bersama menyelamatkan Indonesia
sebagai negara hukum dan demokrasi dari kehancuran akibat Skandal Mahkamah
Keluarga.
Jakarta, 8 November 2023
Hormat Kami,
Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH
Medan, LBH Padang, LBH Pekanbaru, LBH Palembang, LBH Bandar Lampung,
LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya, LBH
Palangkaraya, LBH Samarinda, LBH Bali, LBH Makassar, LBH Manado, LBH Papua,
& LBH Kalimantan Barat