Setiap tanggal 23 Juli masyarakat Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Hal tersebut berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1984 dengan latar belakang bahwa anak sebagai generasi penerus bangsa oleh karenanya diperlukan usaha pembinaan serta pengembangan kesejahteraan anak.
Indonesia sendiri telah memiliki berbagai instrumen hukum guna melindungi hak-hak anak sebagai kelompok rentan, diantaranya yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”)
Namun adanya instrumen hukum tersebut ternyata masih berbanding terbalik dengan fakta temuan LBH Jakarta yang menemukan bahwa anak masih belum terlindungi haknya sebagai kelompok minoritas dan rentan.
Hal tersebut terlihat dari data LBH Jakarta yakni dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir terhitung sejak bulan Januari 2020 hingga bulan Juni 2021, LBH Jakarta menerima sebanyak 18 pengaduan kasus yang melibatkan 27 orang anak, baik anak sebagai korban maupun anak berkonflik dengan hukum. Dari 27 orang anak tersebut, dapat diperoleh diagramnya yakni sebagai berikut :
Tercatat sebanyak 37% dari 27 anak menjadi korban kekerasan seksual, diantaranya menjadi korban pemerkosaan dengan tipu muslihat, korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung serta korban pencabulan yang dilakukan oleh Guru sekolah. Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini menjadi urutan nomor 1 (satu) terbanyak dari pengaduan kasus anak lainnya yang diterima oleh LBH Jakarta sejak januari 2020 hingga Juni 2021.
Fakta tersebut membuktikan bahwa anak masih belum aman di tempat mereka seharusnya merasa aman, yakni di sekolah maupun di dalam rumahnya sendiri. Persoalan lainnya, ketika anak menjadi korban kekerasan seksual atau menjadi saksi, ia baru bisa mendapatkan layanan perlindungan saksi dan korban ketika perkara tersebut sudah dilaporkan ke kepolisian. Problemnya aparat kepolisian masih punya tendensi untuk tidak mempercayai korban dan sering menolak kasus-kasus yang dilaporkan dengan alasan kurang bukti, ataupun karena pelaku dan korban berusaha didamaikan. Trauma fisik maupun psikologis yang terjadi tidak mendapat perhatian.
LBH Jakarta menilai bahwa masih banyak anak yang belum berani menceritakan kasusnya kepada orang terdekatnya dikarenakan anak merasa takut jiwanya terancam jika melaporkan kasusnya serta merasa malu jika menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dapat berpotensi mempermalukan nama baik keluarga. Sistem pengaduan dan pelayanan yang aman dan proaktif dari negara seharusnya bisa memecahkan persoalan ini. Persyaratan formalitas yang begitu sulit seharusnya dikesampingkan.
Oleh karenanya, perlu adanya upaya yang progresif dari negara untuk melindungi anak dari kekerasan seksual, salah satunya dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang, dikarenakan dalam KUHP maupun UU Perlindungan anak belum mengatur secara rinci tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual. Selain itu, diperlukannya pengawasan yang maksimal di ruang-ruang publik seperti sekolah yang dilengkapi dengan CCTV untuk mencegah kekerasan seksual, serta pentingnya penegakan hukum yang cepat, transparan, professional, dan berperspektif korban dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Berdasarkan hal tersebut dalam memperingati Hari Anak Nasional 2021, LBH Jakarta mendesak:
- DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang;
- Kepolisian RI agar melakukan proses penyidikan yang tidak berlarut-larut (undue delay) dalam menangani perkara anak yang mengalami kekerasan seksual;
- Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas HAM, dan Ombudsman RI melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak.
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menyediakan mekanisme pemulihan anak korban maupun anak saski kasus kekerasan seksual yang aman dan tidak berbelit-belit.
Jakarta, 23 Juli 2021
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta