Jakarta, 11 Desember 2025 – Sebuah mobil layanan Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) RW 03 Kalibaru menabrak sejumlah siswa dan guru di SDN Kalibaru 01 Cilincing, Jakarta Utara, pada Kamis, 11 Desember 2025. Insiden itu terjadi pada pukul 06.39 WIB saat para siswa dan guru sedang melakukan kegiatan literasi di halaman sekolah sebelum masuk ruang kelas. Akibat dari kejadian itu, 20 siswa dan 1 guru menjadi korban langsung dibawa ke RSUD Cilincing dan sebagian dirujuk ke RS Koja lantaran mengalami luka yang lebih serius.
LBH Jakarta menyampaikan keprihatinan mendalam dan duka cita kepada seluruh pihak terutama anak yang menjadi korban dan terdampak dalam tragedi mobil Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 01 Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.
Kecelakaan mobil layanan MBG di Cilincing bukan sekadar insiden, bukan pula peristiwa yang bisa direduksi menjadi kesalahan individu. Peristiwa ini adalah konsekuensi dari tata kelola program MBG yang kacau, tidak profesional, dan mengabaikan keselamatan warga, terutama anak. Negara telah menciptakan program tanpa standar, tanpa pengawasan, dan tanpa kontrol risiko yang memadai, sehingga hari ini anak-anak harus membayar harga atas kelalaian kebijakan tersebut.
LBH Jakarta menilai bahwa negara telah gagal menjalankan program yang menyangkut keselamatan anak. Peristiwa ini tidak dapat dilihat sebagai peristiwa tunggal yang berdiri sendiri. Beberapa waktu sebelumnya, program MBG juga memicu keracunan massal di berbagai wilayah dengan memakan korban hingga lebih dari 11.000 orang (Data Kementerian Kesehatan per 5 Oktober 2025). Dua tragedi yang terjadi dalam waktu yang berdekatan ini menegaskan bahwa permasalahan yang terjadi bukan sekadar masalah teknis, tetapi masalah sistemik. Kejadian ini semakin menunjukkan adanya kegagalan Pemerintah dalam merancang dan melaksanakan program populis ini, serta tanpa diikuti adanya evaluasi kebijakan.
Negara seharusnya menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas. Kewajiban ini bukan semata tuntutan moral, tetapi mandat hukum. Konstitusi menegaskan kewajiban negara melindungi segenap bangsa, termasuk anak, serta menjamin hak atas rasa aman. UU Perlindungan Anak (UU 35/2014 jo. UU 23/2002) mewajibkan negara menjamin anak terbebas dari bahaya fisik dan memastikan seluruh kebijakan yang menyasar anak memenuhi prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child). Selain itu, UU HAM (UU 39/1999) dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi, mengharuskan negara mencegah tindakan yang mengancam keselamatan warga, serta memastikan akuntabilitas ketika kegagalan negara menimbulkan bahaya.
LBH Jakarta menegaskan bahwa tragedi di Cilincing merupakan hasil langsung dari kebijakan populis yang dipaksakan tanpa perencanaan yang matang dan tanpa infrastruktur keselamatan. Negara seolah-olah seperti menempatkan anak-anak sebagai objek kebijakan, bukan subjek hak yang harus dilindungi. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Konvensi Hak Anak (CRC) yang juga telah diratifikasi Indonesia melalui Keppres 36/1990. Pemerintah mengagungkan manfaat program MBG, namun menutup mata terhadap risiko yang secara terang benderang sudah tampak sejak awal.
Berdasarkan temuan yang didapatkan LBH Jakarta di lapangan, terdapat sekitar belasan orang yang luka sedang dan ringan di RSUD Cilincing. Sedangkan ada korban luka berat dan kritis dirawat di RSUD Koja. Selain itu, terdapat informasi masih simpang siur yang menyatakan bahwa terdapat tiga korban meninggal dalam tragedi ini. Selain itu, diketahui bahwa semula mobil pengantar MBG saat peristiwa terjadi tidak menggunakan plat nomor di bagian belakang, namun memiliki tanda bertuliskan “Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi” bagian sliding-door kendaraan. Diketahui jumlah korban sebanyak 21 orang, 5 siswa dan 1 guru menjalani perawatan di RSUD Koja. Sedangkan 15 siwa lagi dirawat di RSUD Cilincing.
LBH Jakarta menuntut negara tidak berhenti pada retorika duka. Negara wajib menghentikan sementara operasional MBG sampai seluruh standar keselamatan dipenuhi, melakukan investigasi terbuka yang menyasar seluruh rantai pengambil kebijakan serta mempublikasikan hasil evaluasi secara transparan. Jika ditemukan kelalaian kebijakan, pejabat yang bertanggung jawab harus dicopot. Jika ditemukan pelanggaran hukum, proses pidana harus berjalan. Tidak boleh ada satu pun pihak yang berlindung di balik narasi “program pro-rakyat” untuk lari dari tanggung jawab atas bahaya yang ditimbulkan program ini.
LBH Jakarta menegaskan bahwa anak-anak dan keluarga korban memiliki hak untuk mendapatkan akses yang penuh terhadap informasi, keadilan, pemulihan, dan bantuan hukum. Keluarga memiliki hak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana negara akan memastikan pemulihan jangka panjang bagi korban. LBH Jakarta juga siap memberikan pendampingan hukum bagi seluruh korban dan keluarganya untuk memastikan bahwa proses pemulihan berjalan adil, transparan serta menyasar akar masalah kebijakan yang menyebabkan tragedi ini.
Tragedi ini tidak boleh berlalu sebagai statistik atau insiden musiman. Ini adalah kegagalan kebijakan, dan kegagalan itu harus diperbaiki secara menyeluruh. LBH Jakarta akan terus memantau, mengumpulkan informasi, dan memastikan bahwa negara benar-benar mengambil tanggung jawab penuh. Anak-anak Jakarta tidak boleh menjadi korban dari kebijakan yang sembrono. Negara wajib melindungi, bukan membahayakan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak:
- Presiden RI untuk menghentikan sementara dan mengevaluasi secara total kebijakan MBG;
- Presiden RI untuk bertanggung jawab terhadap seluruh upaya pemulihan korban dan keluarga korban usai tragedi ini;
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Rumah Sakit Umum Daerah Cilincing dan Koja harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal dan memastikan keterbukaan informasi penanganan korban.
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung:
- Abdul Rohim Marbun – Pengacara Publik LBH Jakarta
- Alif Fauzi Nurwidiastomo – Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta






