(04/03) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajukan diri sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) dengan mengajukan pendapat tertulis ke Pengadilan Negeri Indramayu dalam kasus dugaan tindak pidana penodaan agama dalam perkara atas nama Terdakwa Panji Gumilang. Dalam pendapat tersebut, pada pokoknya LBH Jakarta menyatakan bahwa Panji Gumilang telah menjadi korban pemaksaan pemidanaan (kriminalisasi) terhadap ekspresi yang pengamalan (practice) yang diyakininya, hal ini merupakan bentuk represi negara atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan. Adapun pendapat tertulis tersebut, pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pengamalan (practice) yang diyakini oleh Terdakwa merupakan manifestasi dalam ruang lingkup kemerdekaan beragama atau berkeyakinan;
Kedua, bukti-bukti elektronik yang memuat pernyataan Terdakwa bukan merupakan pendapat dan ekspresi yang dilarang dalam diskursus HAM internasional;
Ketiga, Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang dikenakan terhadap Terdakwa haruslah didasari motif membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA, tidak ditujukan untuk memidana seseorang yang menyampaikan pendapat, pernyataan tidak setuju, atau ketidaksukaan pada individu atau kelompok masyarakat, dan merupakan delik materiil sehingga akibat dari perbuatan yang didakwakan berupa “rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (sara)” wajib dibuktikan;
Keempat, delik penodaan agama telah kehilangan relevansinya dalam tatanan masyarakat demokratis sehingga sudah sepatutnya tidak digunakan dalam penegakan hukum pidana saat ini. Kemudian, niat jahat (evil mind/mens rea) dalam delik penodaan agama juga wajib dibuktikan dengan adanya maksud agar orang tidak menganut agama apa pun yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa.
Berdasarkan uraian-uraian pendapat tertulis sebagai amicus curiae dalam perkara maka selanjutnya dapat kami sampaikan rekomendasi sebagai berikut:
- Agar Majelis Hakim pada perkara 365/Pid.Sus/2023/PN Idm menjunjung tinggi penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam memutus perkara a quo, terutama yang berkaitan dengan hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan sebagaimana dijamin di dalam konstitusi, yaitu Pasal 29 ayat (2), Pasal 28 F, dan pasal 28 J ayat (2) UUD NRI 1945 dan Pasal 18 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (“KIHSP”) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005;
- Proses hukum terhadap Terdakwa Panji Gumilang harus dijalankan dengan kepatuhan dan ketaatan terhadap posisi ultimum remedium hukum pidana dan batas-batas unsur pasal yang didakwakan. Tanpanya, proses hukum ini akan menjadi peradilan yang sesat (miscarriage of justice);
- Agar Majelis Hakim menerapkan asas legalitas dalam wujud lex certa, sehingga Pasal 156a KUHP yang dirumuskan dengan tidak cukup jelas dan dirumuskan secara luas tanpa ada penjelasan yang memadai itu dapat dihindari penggunaannya oleh hakim karena sangat berpotensi disalahgunakan dalam wujud kriminalisasi. Hal tersebut sebagaimana tergambar dalam kasus ini dan juga menurut berbagai kajian lembaga riset dan ilmuwan menjadi penyebab mundurnya demokrasi di Indonesia.
Jakarta, 4 Maret 2024
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta