Jakarta, bantuanhukum.or.id—Komite Persatuan Rakyat batalkan PP tentang pengupahan kembali melakukan aksi di depan Istana Negara pada Rabu 28 Oktober 2015. Aksi yang dilakukan dari berbagai organisasi serikat buruh yang bergabung dalam Komite Persatuan Rakyat memulai aksinya terlebih dahulu di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sekaligus menjadikan Kemenakertrans sebagai titik kumpul massa aksi. Setelah melakukan aksi di Kemenakertrans kemudian komite persatuan rakyat melanjutkan untuk melakukan aksi di depan gedung Mahkamah Agung dan selanjutnya di depan Istana Negara.
Komite persatuan rakyat menyerukan kepada pemerintah untuk membatalkan peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Menurut komite persatuan rakyat lahirnya PP tentang pengupahan ini menjadi salah satu paket kebijakan ekonomi jilid IV Jokowi yang lebih berpihak kepada kepentingan pemodal dan mengorbankan nasib buruh untuk mendapatkan upah layak.
Dengan peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang baru ini, formulasi upah kedepannya dihitung hanya sekedar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah (BPS), dengan mengabaikan survey harga-harga kebutuhan pokok setiap tahunnya yang menjadi patokan Komponen Hidup Layak. Selain itu dengan adanya PP ini kewenangan dewan pengupahan dalam menentukan besaran upah juga diambil alih oleh BPS. Dalam ketentuan Pasal 45 dan Pasal 47 PP Pengupahan, kewenangan Dewan Pengupahan hanya-lah melakukan peninjauan kebutuhan hidup layak, dengan tetap berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang penetapan komponen dan jenisnya. Padahal seharusnya, Gubernur sebelum menetapkan besaran upah minimum provinsi dan kabupaten/kota, memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012.
Dengan demikian, meskipun Dewan Pengupahan masih diberikan kewenangan memberikan usulan terhadap besaran upah minimum sektoral. Namun dalam hal penetapan besaran upah minimum, Dewan Pengupahan hanya berwenang memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, atas peninjauan kebutuhan hidup layak yang ditinjau setiap 5 (lima) tahun sekali, sesuai Pasal 43 ayat (5) PP Pengupahan.
PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan juga bertentangan dengan undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang prinsipnya seputar pengupahan bahwa setiap buruh atau pekerja berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan juga pengupahan harus melindungi pekerja atau buruh. Namun dalam peraturan pemerintah tentang pengupahan yang disahkan ini, pemerintah tidak memenuhi prinsip penghidupan yang layak bagi buruh dan tidak melindungi pekerja. Sehingga PP ini bertentangan dengan isi UU 13/2003, isi dalam PP tersebut ada ketidaksingkronan secara hirarkis peraturan perundang-undangan, dan formula rumus kenaikan upah minimum tidak didasari kondisi ekonomi obyektif di wilayah per wilayah.
Berdasarkan analisis tersebut diatas, komite persatuan rakyat menuntut agar peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 ini untuk dibatalkan karena peraturan pemerintah ini sebagai bentuk dari politik upah murah yang tidak berpihak terhadap kondisi upah layak bagi buruh. (Hari)