Jakarta, bantuanhukum.or.id—Puluhan massa yang mengatasnamakan Indonesia Tanpa Militerisme melakukan aksi di depan istana negara pada senin 5 oktober 2015. Aksi yang dilakukan bertepatan dengan hari lahir tentara nasional indonesia ini menyikapi masalah perlunya reformasi TNI, tentara fokus pada pertahanan dan jangan masuk ranah sipil.
Beberapa tahun ini terlihat indikasi bangkitnya kembali militerisme dan politik orde baru, kenyataan yang berkembang dilapangan adalah kembali munculnya peran militer di berbagai bidang, ungkap Surya Anta selaku humas aksi. Tentara menjaga stasiun, memberikan penyuluhan KB, menjaga objek-objek vital, ikut mengamankan penggusuran, memberikan ceramah pada ospek mahasiswa, menguasai tanah-tanah para petani, masuk ke pabrik dan masih banyak lagi contoh lainnya, akibatnya terjadilah konflik kepentingan yang menyebabkan jatuhnya korban masyarakat sipil, misalnya dalam konflik agraria yang melibatkan perusahaan yang mendapatkan pengamanan dari TNI, imbuhnya.
Indonesia Tanpa Militerisme menyikapi Kuatnya peran TNI di ranah sipil dimungkinkan dengan adanya penggelaran kekuatan TNI terutama Angkatan Darat dengan Struktur Komando Teritorial (Koter) yang menjangkau sampai ke tingkat desa. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU TNI menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan. Namun kebijakan Restrukturisasi dan Pembubaran Komando Teritorial tidak dilakukan dan malah melakukan penambahan KODAM di Papua.
militer yang cenderung melabrak aturan tersebut karena adanya impunitas sebagai akibat dari belum adanya reformasinya sistem peradilan militer. Militer melakukan kejahatan pidana umum seperti korupsi tidak dapat dijangkau oleh institusi penegak hukum sipil baik Polisi, Kejaksaan, maupun KPK. Sebagai sebuah sistem peradilan, mekanisme dalam peradilan militer tidak memenuhi kaidah-kaidah prinsip peradilan yang baik. Padahal reformasi peradilan militer sudah diamanatkan dalam UU TNI pasal 65 ayat 2. Selama reformasi peradilan militer belum dilakukan, selama itu pula bisa dikatakan bahwa reformasi TNI belum selesai.
Selain permasalahan diatas, menguatnya militerisme juga diindikasikan dengan masuknya undang-undang yang kontroversial dan berpotensi mengancam kehidupan demokrasi kedalam Prolegnas 2015-2019 yakni RUU Rahasia Negara dan RUU Kamnas. RUU Rahasia negara bersifat karet sehingga berpotensi menghancurkan sendi-sendi kehidupan demokrasi khususnya kebebasan pers, menghambat pemberantasan korupsi dan penegakan HAM. RUU Kamnas masih mengidentifikasikan warga negara yang kritis sebagai ancaman keamanan nasional. Hal ini tentu akan mengembalikan tata sistem keamanan seperti pada masa Orde Baru
Melihat kondisi yang demikian maka Indonesia Tanpa Militerisme Menuntut dan menyerukan pernyataan sikap:
1. Cabut UU dan RUU yang anti terhadap Demokrasi: UU Penanggulangan Konflik Sosial, UU Ormas, UU Intelejen, RUU Keamanan Nasional, dsb
2. Pemerintah mengevalusi dan mencabut MoU TNI yang bertentangan dengan Undang-Undang.
3. Hapus Komando Teritorial, TNI harus kembali ke Barak!
4. Pemerintah Segera melakukan reformasi peradilan militer
5. Pemerintah Mencabut RUU Rahasia Negara dan RUU Kamnas dari Prolegnas
6. Masyarakat sipil melakukan konsolidasi untuk mencegah kembalinya militerisme
7. Tangkap dan Adili Jenderal Pelanggar HAM
8. Stop bisnis perwira TNI
9. Tarik Tentara Organik dari Daerah Konflik-Papua
10. Transparansi dan Akuntabilitas anggaran belanja militer
11. Stop Tentara Masuk Kampus (Hari)