Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Seorang ustad berinisial M diduga melakukan pemerkosaan terhadap 7 santriwati di pondok pesantren miliknya.
“Rentang waktu kasus terjadi tahun 2010 hingga tahun 2014 di pesantren milik pelaku,” ujar pengacara LBH, Veronica Koman saat jumpa pers di Kantor LBH, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2015).
Menurutnya, saat kejadian para korban masih berusia di bawah umur, antara 14 hingga 17 tahun. Saat melakukan aksinya, si pelaku menggunakan modus relaksasi untuk meminta tolong dipijit.
“Awal mula tindakan ini adalah relaksasi. Jadi diduga kuat pelaku menggunakan relaksasi, pijat-pijat hingga akhirnya melakukan pencabulan dan perkosaan,” jelas Veronica.
Pondok pesantren milik pelaku memiliki pola pengajaran di mana ustad sudah dianggap sebagai orangtua sendiri. Oleh santrinya, M sendiri dipanggil Ayah.
“Jadi ustad pemilik pondok pesantren ini memiliki pola pemanggilan sebagai ayah. Jadi sebagai figur ayah, dia menganggap tidak ada aurat diantara kita. Jadi bisa masuk kamar pas malam segala macem,” kata Veronica.
Si pelaku dikenal publik sebagai tokoh pemuka agama, pengajar dan pemilik pesantren yang sering diundang ke luar negeri untuk berdakwah. “Dia sering diundang ke luar negeri dan punya kantor di Hong Kong,” sambung dia.
Awalnya para korban enggan menceritakan perbuatan bejat pelaku karena di kalangan santriwati hal tersebut rupanya sudah dianggap biasa. Namun semakin hari perbuatan pelaku semakin menjadi sehingga banyak santri dan pengajar yang menjadi resah.
“Awal tahun 2014 akhirnya kasus ini terkuak bermula dari kasus penipuan oleh pelaku di Hong Kong. Para pengajar yang telah mengetahui perbuatan pelaku akhirnya memberanikan diri untuk membongkar kebobrokan si pelaku,” kata Veronica.
Kasus ini akhirnya dilaporkan ke LBH Jakarta yang diteruskan langkah hukumnya ke Mabes Polri. “Hari ini kami sudah bertemu dengan penyidik Mabes Polri, hari Jumat nanti kami kembali akan berkoordinasi dengan polisi untuk membuat laporan dan menyerahkan akta lahir, KTP korban, dan sebagainya. Penyidik bilang takkan ada pasal yang diubah,” kata Veronica.
“Pelaku akan dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 subsidair pasal 82 ayat 2 UU Perlindungan Anak. Kenapa kami lapor ke Mabes Polri, karena pelaku ini diduga kuat juga melakukan hal yang sama dan lokasinya berbasis di luar negeri,” ucap dia. (detik.com)