Jakarta, bantuanhukum.or.id—Sidang kriminalisasi terhadap 26 aktivis kembali dilanjutkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (06/06). Sidang pada siang hari tersebut memasuki agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang di mulai pada pukul 13.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.
Pada sidang kali ini, JPU menghadirkan saksi pelapor yaitu eks Kapolres Jakarta Pusat Kombes (Pol) Hendro Pandowo. Dihadapan Majelis Hakim Hendro menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Majelis Hakim, JPU, dan Kuasa Hukum para terdakwa. Hendro juga menjelaskan kronologis unjuk rasa pada tanggal 30 Oktober 2015 yang berujung pada penangkapan 23 Buruh, 2 Pengacara Publik LBH Jakarta, dan 1 Mahasiswa.
Hendro yang pada saat kejadian memimpin langsung pasukan di lapangan mengaku memang bertanggung jawab atas pembubaran tersebut. Ia menganggap unjuk rasa yang dilakukan gabungan serikat buruh telah melewati batas waktu, yaitu pukul 18.00 dan telah mengganggu ketertiban umum, karena telah menutup jalan. Atas dasar itulah Hendro melaporkan ke 26 aktivis yang telah ditangkap dan dipukuli oleh pihak kepolisian pada tanggal 30 Oktober 2015.
“Saya melaporkan peristiwa demo tersebut, dan saya juga tidak mengetahui ada pengacara di luar massa buruh yang tertangkap,” jawab Hendro ketika ditanya Tigor salah satu Pengacara Publik LBH Jakarta yang ditangkap bersama ke 23 buruh.
“Saya memang pemegang komando di lapangan tapi saya tidak melakukan penangkapan apalagi menyuruh anak buah saya melakukan kekerasan, yang melakukan penangkapan adalah Reserse,” tambah Hendro.
Dalam persidangan kali ini Hendro banyak menjawab lupa dan tidak tahu namun Majelis Hakim memaklumi. Seperti ketika Kuasa Hukum para terdakwa mempertanyakan sikap aparat kepolisian yang brutal, Hendro mengaku tidak mengetahuinya. Padahal dalam sidang tersebut Kuasa Hukum terdakwa juga menampilkan bukti berupa rekaman video yang memperlihatkan tindakan brutal aparat kepolisian ketika melakukan pembubaran unjuk rasa damai buruh.
“Posisi saya di depan Istana pada saat kejadian, sehingga saya tidak mengetahui apa yang terjadi saat pembubaran, sesaat setelah gas air mata ditembakan, jauh itu,” kata Hendro menanggapi video tersebut.
Atau ketika Obed Sakti yang juga terdakwa mempertanyakan apakah Hendro mengetahui saya (Obed) yang pada saat kejadian telah memperkenalkan diri dan berkoordinasi dengan Hendro, dengan mudah Hendro menjawab lupa. Alasannya adalah banyak sekali ia berkoordinasi dengan orang.
Dalam sidang kali ini pula para Kuasa Hukum Terdakwa memutar rekaman beberapa unjuk rasa yang dilakukan pada malam hari. Unjuk rasa tersebut tidak dibubarkan bahkan difasilitasi dengan baik oleh aparat kepolisian, namun hal berbeda dialami oleh unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh 30 Oktober 2015 silam.