2016 menjadi tahun terburuk bagi 16 Buruh PT. Orson Indonesia, mereka secara bergantian di PHK dengan alasan yang berbeda-beda. 14 Buruh di PHK karena alasan efisiensi dan 2 buruh lainya karena dianggap melanggar peraturan internal perusahaan. 16 buruh tersebut merupakan anggota aktif pada Pengurus Tingkat Perusahaan Serikat Buruh Multi Sektor Indonesia (PTP. SBMSI). Pada tanggal 8 Agustus 2016 para buruh yang di PHK mendatangi LBH Jakarta untuk mengadukan masalah PHK yang dilakukan oleh PT. Orson Indonesia terhadap mereka.
Atas pengaduan tersebut LBH Jakarta menilai, setidaknya ada 2 jenis pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh ex-buruh PT. Orson Indonesia, yakni hak atas pekerjaan dan upah yang layak serta pelanggaran atas hak kebebasan berkumpuldan berserikat. Guna memperjuangkan hak-haknya pada tanggal 20 Februari 2017, ex-buruh PT. Orson Indonesia mengajukan gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jalur hukum yang panjang dan tidak selalu mulus membuat 13 ex-buruh PT. Orson Indonesia memilih untuk tidak melanjutkan perjuangan dan membuat kesepakatan damai diluar proses hukum dengan PT. Orson Indonesia. Sekalipun mereka tau bahwa hal tersebut berisiko hak mereka tidak dibayar dengan jumlah sebagaimana mestinya. Namun, Nikson, Yudi dan Gunawan, serta 3 orang buruh tersisa tidak gentar, keyakinan mereka akan kebenaran dan keadilan mendorong mereka untuk terus berjuang sampai akhir.
Semangat perjuangan tersebut berbuah manis, tepat pada tanggal 8 Oktober 2019. Hak Nikson, Yudi dan Gunawan akhirnya dibayarkan sepenuhnya oleh PT. Orson Indonesia. Jeanny Sirait, Pengacara Publik yang menangani kasus ini mengapresiasi semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian kasus ini. Menurut Jenny, rekan-rekan buruh telah berjuang tanpa lelah hingga akhir.
“Kami mengapresiasi rekan-rekan buruh yang telah setia berjuang hingga akhirnya mendapatkan apa yang menjadi hak mereka, kami mengapresiasi PT Orson Indonesia yang pada akhirnya membayar hak klien kami. Kami juga mengapresiasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memberi putusan yang seadil-adilnya bahkan mengawal proses eksekusi putusan pengadilan hingga selesai,” ungkap Jenny.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial kerap kali mengalami kendala. Selain rumit, proses eksekusi yang lambat juga menjadi faktor penghambat yang utama. Melalui kasus ini, kita belajar bahwa semangat dan kesetiaan para buruh untuk memperjuangkan haknya sangat dibutuhkan untuk mendesak agar putusan pengadilan dapat segera dieksekusi. (Thomas)