Kalabahu Buruh LBH Jakarta 2018 Angkatan V kembali dilanjutkan dengan sesi kelas “Strategi Advokasi” pada hari Minggu lalu (13/01). Materi ini diberikan dengan harapan para peserta Kalabahu Buruh memhami dan dapat menyusun agenda advokasi secara terstruktur. Materi ini disampaikan langsung oleh Pengacara Publik LBH Jakarta dari bidang perburuhan Rasyid Ridha S.
Rasyid memulai perbincangan dalam kelas dengan menjelaskan konsepsi advokasi, dimana advokasi tidak hanya semata-mata melakukan pembelaan saja, namun juga mesti diiringi dengan perencanaan dan tujuan yang jelas.
“Advokasi jangan hanya dilihat secara sempit sebagai “membela” saja, tapi harus dilihat secara lebih luas sebagai agenda “merubah” sehingga ia bersifat visioner, apalagi bagi agenda advokasi perburuhan,” jelas Rasyid.
Dalam hal penyusunan strategi advokasi, perlu ada upaya refleksi terlebih dahulu atas suatu kasus, untuk kemudian dianalisa. Lantas setelah itu, disusul dengan penyusunan target yang hendak dicapai dan strategi/taktik apa yang digunakan.
Selain itu, Rasyid juga menyampaikan hal yang tak kalah penting dari proses penyusunan agenda advokasi yaitu dengan mengidentifikasi fakta permasalahan. Metode yang Rasyid sampaikan dengan menggunakan analisis standar 5W1H (What, Who, Where, When, Why, & How) serta analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oportunity, Threat). Metode analisis tersebut penting untuk digunakan guna mengukur daya kekuatan organisasi dan pemetaan posisi kasus atau permasalahan yang hendak diadvokasi itu sendiri.
“Untuk sampai menjalankan praktik strategi dan advokasi, pengumpulan data dan informasi sangatlah penting, sehingga akar masalahnya dan isu strategisnya menjadi jelas. Di kemudian hari, sebagian data tersebut juga bisa digunakan untuk proses kepentingan legislasi kebijakan publik dan kampanye.”, ungkap Rasyid.
Sebagai sebuah agenda yang besar, pada dasarnya advokasi membutuhkan penggalangan sekutu dan pendukung. Hal ini menjadi krusial, karena advokasi kerap membutuhkan legitimasi orang banyak agar ia diterima oleh masyarakat dan pemerintah.
Selain persoalan taktis, strategi advokasi pun harus berpatokan pada prinsip-prinsip seperti: non kekerasan, transparan, akuntabel, partisipatif, people center, non diskriminasi, pemberdayaan dan gender balance.
Para peserta terlihat antusias mengikuti sesi. Beberapa peserta terlibat Tanya jawab dengan aktif. Salah satu pertanyaan yang muncul dalam sesi kali ini adalah soal penggunaan metode meta legal. Menurut Rasyid jalur meta legal tidak bisa dilakukan di sembarang waktu dan tempat. Ia harus memenuhi situasi, kondisi, dan prasyarat material tertentu. Misalnya dalam situasi krisis, revolusi, atau lainnya, yang mana instrumen dan kedaulatan hukum sudah tidak berfungsi dan berjalan.
Pasca sesi tanggapan dari peserta, Rasyid selaku fasilitator membagi para peserta menjadi 4 kelompok, untuk menyusun strategi advokasi dengan 4 isu, yaitu isu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), Ojek online, Relokasi Pabrik dan Pekerja Rumah Tangga. Masing-masing kelompok saling mendiskusikan strategi advokasinya, dan dilanjutkan dengan presentasi dari masing-masing kelompok. (Adit)