Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) dengan Serikat Pekerja Air Indonesia (SPAI) danSerikat Pekerja Air Jakarta (SPAJ) mengkhawatirkan adanya penundaan waktu pengambilan keputusan sela oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat terhadap eksepsi kompetensi absolut yang diajukan tergugat I (Presiden RI), II (Wakil Presiden RI),III (Kementrian Keuangan ), IV (Kementran Pekerjaan Umum), Turut Tergugat I (PT. Palyja) dan II (PT. Aetra) dalam perkara No: 527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. Seharusnya putusan sela diambil tanggal Selasa, 18 Juni 2013, dua minggu setelah sidang terakhir yakni tanggal 3 Juni 2013. Namun dengan alasan, belum memperoleh kesepahaman antara majelis, hakim ketua meminta penundaan waktu hingga tanggal 25 Juni 2013.
Kekhawatiran KMMSAJ dengan Serikat Pekerja didasarkan pada adanya penundaan waktu membuat putusan sela akan semakin memperlambat proses pemeriksaan perkara persidangan dan terus malanggengkan pelanggaran hukum yang terjadi dalam kontrak swastanisasi air di Jakarta. Selain itu, pengalaman peradilan di Indonesia menunjukkan, penundaan waktu membuka ruang “mafia peradilan” bermain. Terlebih, apabila eksepsi tergugat dalam perkara in dikabulkan, maka ruang pengadilan untuk membuka kepada publik aib ketidakdilan kontrak dan buruknya swastanisasi air di Jakarta akan terhambat dan tertunda. Padahal sidang sudah berjalan enam bulan termasuk proses mediasi.
“Saya memahami kekhawatiran kawan-Kawan, majelis hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara ini mungkin saja memutus secara tidak obyektif. Meskipun demikian saya masih optimis hakim akan berhati-hati dan memutus pekara ini berdasarkan rasa keadilan masyarakat. Mengingat mereka diawasi publik dan lembaga terkait. Terlebih pengalaman gugatan warga negara terdahulu dalam kasus Buruh Migran Nunukan ( 2004) , Ujian Nasional (2006), Jaminan Sosial (2011), hakim di Pengadilan Negari Jakarta Pusat menerima argumentasi gugatan warga negara ”, kata Arif Maulana kuasa hukum dari 12 warga masyarakat yang mengajukan gugatan pembatalan kontrak swastanisasi air Jakarta melalui Gugatan Warga Negara dalam Konferensi Pers bersama antara Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta dengan Serikat Pekerja Air Indonesia dan Serikat Pekerja Air Jakarta di Kantor LBH Jakarta, Senin (24/6).
“Gugatan ini kami buat karena perjanjian swastanisasi air antara PDAM Jakarta dengan dua swasta asing, PT.Palyja dan Aetra telah melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan air. Dampak riilnya sangat merugikan masyarakat dan pelanggan air minum diJakarta, sepanjang kontrak ini masih berlangsung warga miskin Jakarta akan kesulitan mendapatkan pelayanan air minum,” tambah Arif.
Dalam kontrak privatisasi air Jakarta memang PAM JAYA selaku BUMD milik Pemerintah Provinsi harus menutup selisih tarif air masyarakat berpenghasilan rendah yang Rp 1.050 – Rp 3.500 per meter kubik dengan harga air yang dipatok swasta yang sebesar kurang lebih Rp 7.000 per meter kubik. Selisih ini harus bisa ditutupoleh PAM JAYA kalau tidak maka akan menjadi hutang PAM JAYA. Semakin banyak air yang disalurkan kemasyarakat miskin pasti selisih yang harus ditanggung PAM JAYA dan berubah menjadi hutang PAM JAYA kepada PT PALYJA dan PT AETRA ini tentu saja akan makin besar.
Zainal Abidin mewakili Serikat Pekerja Air Jakarta (SPAJ) menyatakan, “Kalau tidak ada swasta tentu saja Gubernur dengan mudah dapat membayar selisih ini sebagai subsidi pemerintah kepada rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Tapi dengan adanya swasta, Jokowi sekalipun tidak bisa menyalurkan bantuan kepada penduduk Jakarta yang kesulitan air. Kami juga heran bagaimana mungkin Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Keuangan justru bergabung dengan perusahaan swasta meminta kasus ini tidak disidangkan ”.
Zaenal Abidin, selaku Ketua Serikat Pekerja Air Jakarta, betul-betul berharap majelis hakim mendengarkan hati nuraninya dan memperhatikan rasa keadilan masyarakat. “Ini perkara yang menyangkut hajat hidup jutaan orang, menyangkut hak azasi manusia. Kalau PN Jakarta Pusat besok menolak mengadili perkara ini kemana kami penduduk Jakarta harus mencari keadilan?”
“Malu kita dengan dunia internasional yang memantau perkara ini. Di puluhan kota di berbagai negara lain kontrak privatisasi air telah banyak yang diputus, terlebih kontraknya sangat merugikan warga Jakarta”, tambah Muhammad Reza dari Koalisi Rakyat Untuk hak Atas Air (KRUHA).“Kami juga mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) terus akif memantau persidangan dan keseluruhan prosesnya. Kami sangat khawatir “mafia peradilan” berhasil masuk ke pengadilan”.
Reza juga mengharapkan majelis hakim memperhatikan potensi kerugian pemerintah berupa hutang kepada swasta apabila kontrak ini tidak diputus. Dimana apabila dilanjutkan terus sampai 2023 sesuai periode kontrak maka kerugian pemerintah akan mencapai Rp. 18,2 triliun atau tiga kali lipat kerugian Negara akibat kasus Century.
“Kami ini berasal dari Serikat Pekerja, karyawan PAM JAYA yang diperbantukan kepada swasta, kalau kami bicara bahwa kontrak ini merugikan masyarakat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, itu karena kami tahu. Kami telah bekerja di PT PALYJA dan PT AETRA selama 16 tahun, kami tahu bagaimana perusahaan ini bekerja. Karena kami tahulah maka kami berani menyatakan dukungan pada gugatan ini”, tambah Zainal.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Arif Maulana, LBH Jakarta (0817256167)
Reza KRUHA, (081370601441)
Sri Rima, Ketua DPW Serikat Pekerja Air Minum Indonesia (08176740978)
Zaenal Abidin, Ketua Serika Pekerja Air Jakarta (081806210067)