TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sudiyanti, kuasa hukum buruh dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak serius menanggapi gugatan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Pekerja (UMP).
Hal itu dilihat dengan tidak tak ada penunjukan kuasa hukum saat persidangan.
“Ini kan indikator apakah Pemprov serius atau tidak,” kata Sudiyanti saat ditemui usai penundaan sidang perdana gugatan buruh terhadap Jokowi, di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (20/6/2013).
Sudiyanti menuturkan, ketika proses persidangan memang ada perwakilan Biro hukum Pemprov DKI. Sayang perwakilan tersebut tidak bisa menunjukkan surat kuasanya.
“Apakah memang dia (Rudi) orang yang diberikan kuasa oleh Pemprov. Kalau tidak diberikan kuasa tidak bisa,” tuturnya.
Menurut Sudiyanti, Jokowi tidak menanggapi serius gugatan buruh Kawasan Berikat Nusantara (KBN) melalui serikat pekerja buruh. Hal itu karena dampak dari penangguhan UMP 10.000 buruh merasa dirugikan oleh ketujuh perusahaan tersebut.
“Mereka sudah tahu hari ini agendanya gugatan dan jawaban. Harusnya juga ada dari pihak Pemprov,” lanjutnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPD SPN DKI Jakarta, Ramidi, mencurahkan kekecewaan pihaknya akan penundaan jalannya sidang tersebut.
“Jujur kami sangat kecewa karena keseriusan Pemprov DKI Jakarta. Ini sudah jauh-jauh hari kita layangkan tetapi Pemprov tidak serius,” kata Ramidi.
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menunda sidang gugatan penangguhan Upah Minimum Provinsi (UMP) oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Kamis (20/6/2013). Hal dikarenakan keberatan dari kuasa hukum tergugat.
Dalam sidang yang dipimpin Husban, dengan anggota majelis hakim I Nyoman Harnanta, dan Maftuh Effendi dengan panitera Iqbal itu hanya berlangsung selama 30 menit, di ruang sidang utama PTUN Jl Sentra Timur, Penggilingan Jakarta Timur.
Hadir 50 perwakilan buruh yang menjadi korban penangguhan UMP dari 7 perusahaan di KBN.
Sumber: Tribunnews