Rilis Pers
2108/SK-Rilis/2016
“Majelis Hakim Putus Bebas 26 Aktivis Korban Kriminalisasi: Aparat Kepolisian Terbukti Melakukan Kriminalisasi”
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, pada hari Selasa 22 November 2016 memutuskan membebaskan Tigor & Obed (pengabdi bantuan hukum), Hasyim (mahasiswa), dan 23 buruh dari semua dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum. Mereka ditangkap saat melakukan aksi pada 30 Oktober 2015 dengan tuntutan pembatalan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015.
Dalam putusannya Majelis Hakim jelas mengatakan bahwa aparat kepolisian seharusnya melakukan penegakan hukum bukan malah melakukan tindakan represif terhadap 26 aktivis. Selain itu, Majelis Hakim menguatkan pembelaan penasihat hukum yang menyatakan kegiatan unjuk rasa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan bagian dari hak asasi manusia yang telah dijamin oleh UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Terlebih lagi, hakim berpendapat unjuk rasa yang dilakukan oleh 23 buruh dan 1 mahasiswa terbukti merupakan unjuk rasa damai dan dijamin oleh UU.
Terkait 2 pengabdi bantuan hukum, Majelis Hakim juga berpendapat keduanya bukan massa unjuk rasa melainkan bertindak sebagai pendamping unjuk rasa yang seharusnya memperoleh perlindungan hukum bukan malah ditangkap dan mendapat sasaran kekerasan oleh pihak kepolisian. Dengan berbagai pertimbangan yang dicantumkan oleh Majelis Hakim, dalam putusannya yang menyimpulkan bahwa 23 buruh, 1 mahasiswa, dan 2 pengabdi bantuan hukum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.
Putusan tersebut semakin menguatkan anggapan bahwa tindakan aparat kepolisan yang melakukan penangkapan terhadap 26 aktivis merupakan bentuk kriminalisasi. Indikasi kriminalisasi terlihat dari pertimbangan yang dibacakan oleh Majelis Hakim yang menyatakan bahwa aparat kepolisian seharusnya melakukan penegakan hukum bukan malah menggencarkan tindakan represif terhadap 26 aktivis tersebut. Apalagi melakukan pengeroyokan, kekerasan, pengerusakan atribut/mobil komando, penangkapan sewenang-wenang hingga penghilangan barang milik ke 26 aktivis. Khusus bagi 2 pengabdi bantuan hukum, putusan tersebut mensyaratkan kepada aparat kepolisian bahwa upaya penangkapan, tindakan kekerasan, hingga kekerasan terhadap kedua pengabdi bantuan hukum merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi pengabdi bantuan hukum.
Dengan dikeluarkannya putusan pada perkara tersebut oleh Majelis Hakim, kami selaku Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan menyatakan:
1. Mengapresiasi secara penuh putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat pemeriksa perkara 23 buruh, 1 mahasiswa, dan 2 pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta;
2. Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim merupakan preseden yang baik bagi kehidupan berdemokrasi khususnya mengenai penjaminan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sama sekali tidak boleh dibungkam bahkan dikriminalisasi;
3. Terus melakukan perlawanan terhadap berbagai upaya kriminalisasi yang digencarkan oleh aparat penegak hukum terhadap para aktifis dan masyarakat sipil lainnya;
4. Mendesak pihak aparat kepolisian serta aparat penegak hukum lainnya untuk segera menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap para aktivis dan masyarakat sipil lainnya;
Jakarta, 23 November 2016
Hormat kami,
Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR)
Tolak PP Pengupahan
Narahubung :
Alghifari Aqsa (081280666410)
Arif Maulana (0817256167)
Gading Yonggar Ditya (081392946116)