Selasa, 15 November 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang terhadap tiga orang terdakwa eks-anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yaitu Mahful Muis, Drs. H. Abdussalam, dan Andry Cahya. Agenda Sidang kali ini pembacaan Nota Keberatan (Eksepsi) dari Tim Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (TAKBIR) selaku penasihat hukum dari ketiga terdakwa.
Pada sidang sebelumnya (08/11/16), jaksa penuntut umum mendakwa ketiga terdakwa dengan tuduhan melakukan tindak pidana Penistaan Agama dan Makar yang dituangkan jaksa penuntut umum dalam dakwaannya. Dakwaan tersebut dikonstruksikan dengan bentuk dakwaan kumulatif yaitu Dakwaan Kesatu Pasal 156a KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Dakwaan Kedua Pasal 110 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 107 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sidang dimulai dengan pemeriksaan kelengkapan administrasi beracara dari jaksa penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa. Pada sidang sebelumnya Majelis Hakim meminta agar jaksa penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa melengkapi dan menunjukkan kelengkapan administrasi beracara. Sidang dilanjutkan dengan Pembacaan Nota Keberatan dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa.
Jejak Langkah Komunitas Millah Abraham (KOMAR) dan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
Sebelum memaparkan alasan-alasan keberatan dalam eksepsi, penasihat hukum menceritakan mengenai jejak langkah dan tujuan didirkannya Komunitas Millah Abraham (KOMAR) dan Organisasi Masyarakat Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
Komunitas Millah Abraham pertama kali didirikan pada bulan Mei 2010 melalui Kongres I di Bandung dengan menjadikan Mahful Muis sebagai Presiden Komunitas Millah Abraham. Kemudian dibentuklah panitia kecil persiapan pendirian organisasi masyarakat Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Hingga akhirnya pada 14 Agustus 2011 dilangsungkan Kongres Luar Biasa I Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) di Jakarta.
“Bahwa pada 14 Agustus 2011 berlangsunglah Kongres Luar Biasa I Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) di Jakarta untuk mengakomodir aspirasi dari sebagian besar anggota KOMAR terdahulu yang menghendaki agar menjadi organisasi yang terbuka untuk umum dan berasaskan Pancasila sebagaimana tertera dalam AD/ART,” terang Yudistira.
Gafatar merupakan organisasi masyarakat yang bergerak di berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, budaya, ketahanan pangan dan berbagai macam kegiatan lainnya yang berkaitan dengan masyarakat. Setelah berdirinya, GAFATAR beberapa kali mengalami penolakan karena adanya Fatwa MUI, Surat Kemenag, Intruksi Kepala Daerah dan sebagainya.
“Keseluruhan pengusiran tersebut terjadi setelah adanya tuduhan tentang kesesatan GAFATAR baik berupa surat Kesbangpol maupun Fatwa MUI setempat, bukan karena tindakan nyata pengurus/anggota GAFATAR yang merugikan masyarakat. Justru sebelum adanya tuduhan kesesatan tersebut masyarakat menerima baik GAFATAR seprti Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan 10 (sepuluh) daerah lainnya,” tambah Yudistira.
Eksepsi
TAKBIR selaku penasihat hukum para terdakwa pada sidang kali ini mengajukan eksepsi guna membantah seluruh dalil jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya. Eksepsi setebal 30 (tiga puluh) halaman tersebut dibacakan secara bergantian oleh tim kuasa hukum para terdakwa secara bergantian. Dalam eksepsinya, kuasa hukum memaparkan poin-poin bantahan terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum.
Penasihat hukum para terdakwa menilai dakwaan penuntut umum dalam perkara ini prematur. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965, bilamana seseorang melanggar ketentuan dalam Pasal 1 UU a quo, yakni melakukan penafsiran dan/atau kegiatan yang menyimpang maka harusnya diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya yang dituangkan dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Lebih lanjut, apabila pelanggaran dilakukan oleh organisasi atau aliran kepercayaan maka presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan sebagai organisasi terlarang. Namun hal tersebut dapat dilakukan setelah presiden mendapat pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung dan menteri dalam negeri.
“Bahwa oleh karenanya, Surat Dakwaan Penuntut Umum masih terlalu prematur untuk dapat diajukan ke muka Pengadilan yang mulia ini, sebelum nyata-nyata Para Terdakwa dievaluasi melakukan kembali perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud oleh Penuntut Umum di dalam Surat Dakwaannya, paska diterbitkannya SKB,” terang Pratiwi Febry
“Bahwa oleh karenanya, Surat Dakwaan Penuntut Umum masih terlalu prematur untuk dapat diajukan ke muka Pengadilan yang mulia ini, sebelum nyata-nyata Para Terdakwa dievaluasi melakukan kembali perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud oleh Penuntut Umum di dalam Surat Dakwaannya, paska diterbitkannya SKB,” tambah Pratiwi Febry
Selain itu, penasihat hukum juga mengatakan bahwa tindakan pemidanaan terhadap para terdakwa merupakan bentuk pelanggaran terhadap Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005. Dalam UU tersebut, dalam salah satu pasalnya menyatakan menjamin kebebasan setiap orang akan hak beragama serta berkeyakinan dan hak berorganisasi.
Penasihat hukum terdakwa juga menyatakan keberatannya dengan surat dakwaan penutut umum yang tidak cermat. Surat tersebut gagal menjelaskan umat Islam mana yang mengalami keresahan, kebingungan serta kecauan pemahaman akibat ajaran Millah Abraham. Selain itu, ketidak cermatan surat dakwaan penuntut umum juga terlihat karena dalam surat tersebut penuntut umum tidak menguraikan dengan jelas peran para terdakwa.
“Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaannya gagal menjelaskan dan menyebutkan, kapan peristiwa ini terjadi dan dimana peristiwa ini terjadi dan diman peristiwa (locus dan tempus) yang menimbulkan keresahan, kebingungan serta kekacauan pemahaman umat Islam tersebut,” ucap Asfinawati.
Dalam Petitumnya, penasihat hukum terdakwa memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar mengabulkan eksepsi penasihat hukum para terdakwa dan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Setelah eksepsi selesai dibacakan, Majelis Hakim menanyakan kepada penuntut umum apakah akan mengajukan tanggapan atas eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum para terdakwa. Jaksa penuntut umum menyatakan akan menanggapai eksepsi penasihat hukum terdakwa secara tertulis dan meminta waktu selama satu minggu untuk mempersiapkannya. Kemudian, Majelis Hakim menutup sidang dan akan melanjutkan kembali pada Selasa, 22 November 2016 pada pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda Pembacaan Pendapat Penuntut Umum atas Eksepsi Penasihat Hukum Para Terdakwa. (Ali)