Nelayan Muara Angke kembali melakukan unjuk rasa di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) (3/11). Mereka menagih janji Siti Nurbaya selaku Menteri LHK untuk memberikan sanksi yang lebih berat kepada pengembang Pulau G, C, dan D di Teluk Jakarta. Menurut para nelayan, pengembang tersebut telah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan.
“Kami menuntut Ibu Menteri yang terhormat untuk segera mencabut izin lingkungan Pulau G karena reklamasi sudah sangat nyata merugikan nelayan tradisional. Silahkan datang ke Muara Angke. Di sana nelayan sangat terpukul kondisi perekonomiannya semenjak adanya reklamasi. Sudah miskin tambah miskin!” ujar Iwan Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke.
Unjuk rasa ini dilatarbelakangi oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Nomor SK.335/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tanggal 10 Mei 2016. SK tersebut menerangkan Pengenaan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT. Muara Wisesa Samudera pada Pulau G di Pantai Utara Jakarta (SK 355). Lebih lanjut, Menteri LHK juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.354/MENLHK/SETJEN/KUM.9/5/2016 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT. Kapuk Naga Indah pada Pulau 2B (C) dan Pulau 2A (D) di Pantai Utara Jakarta (SK 356). Kedua SK tersebut dikeluarkan oleh Menteri LHK pada 10 Mei 2016. Sesuai dengan namanya, kedua SK tersebut menghentikan proyek reklamasi di Pulau G, C, dan D, serta memerintahkan para pengembang ketiga pulau tersebut untuk segera malakukan perubahan dokumen lingkungan dan melengkapi segala izin sebagaimana tercantum di dalam dokumen lingkungan hidup paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender sejak tanggal SK dikeluarkan. Namun hingga hari ini perintah tersebut tidak kunjung dipenuhi oleh para pengembang.
Di depan gedung Kementerian LHK nelayan membentangkan berbagai spanduk yang bertuliskan “Cabut Izin Lingkungan Pulau G,” “Reklamasi Membuat Nelayan Menderita,” serta bendera dari beberapa komunitas berkibar mengiringi orasi dari perwakilan nelayan. Dengan pengeras suara nelayan meneriakkan keluh kesah mereka terkait dampak buruk reklamasi dan meminta ketegasan dari pihak Kementerian untuk segera mencabut izin lingkungan PT. Muara Wisesa Samudera.
Pada unjuk rasa ini, nelayan yang datang dari ujung utara Jakarta belum bisa menyuarakan aspirasi mereka secara langsung. Mereka tidak berhasil menemui Menteri Siti maupun Rasio Ridho Sani selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum) dengan alasan sedang di luar kantor. Oleh perwakilan nelayan, Dirjen Gakkum yang dihubungi melalui pesan singkat dan telepon tidak mengangkat dan tidak membalas pesan. Nelayan yang meminta ditemui Menteri atau minimal Dirjen hanya ditemui oleh Novrizal Tahar selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan staf-staf kementerian lainnya yang menyatakan bahwa Ibu Menteri sedang tidak ada di tempat dan menawarkan diri untuk mendengar langsung keluh kesah para nelayan sebagai ganti Menteri Siti Nurbaya Bakar.
Hal tersebut sempat mendapat penolakan dari nelayan sebagai peserta aksi karena dianggap perlu adanya pihak pengambil kebijakan untuk mendengarkan aspirasi mereka. Pihak Kementerian masih tetap bersikukuh bahwa Menteri sedang tidak ditempat dan untuk saat ini hanya bisa diwakili oleh pihak Humas. Novrizal Tahar bersama staf kemudian mendengarkan keluhan nelayan laki-laki dan perempuan bahwa mereka menderita sejak adanya proyek reklamasi dan meminta izin lingkungan pulau reklamasi dicabut karena reklamasi merusak lingkungan dan pengembang tidak melakukan hal-hal yang diperintahkan dalam SK Menteri. Atas keluhan tersebut Novrizal Taher berjanji akan menyampaikan aspirasi nelayan ke Ibu Menteri sambil menyarankan nelayan untuk mengirim surat secara formal kepada Menteri agar diadakan audiensi terkait hal yang dituntut oleh para nelayan.
Nelayan Teluk Jakarta akan terus mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mengambil tindakan tegas berupa pencabutan izin sesuai dengan yang telah disebutkan dalam SK terdahulu demi kelangsungan hidup ribuan nelayan di Teluk Jakarta. (Yudha)