Sidang kriminalisasi aktivis yang ke-29 kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (1/11). Agenda persidangan kali ini sejatinya adalah pembacaan tuntutan untuk Terdakwa Tigor, Obed, dan Hasyim serta pemeriksaan 23 orang buruh, kembali berjalan tidak sesuai dengan rencana. Pasalnya, setelah pada persidangan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mangkir tanpa sebab yang jelas, kali ini JPU menyatakan masih belum siap untuk membacakan tuntutan terhadap Tigor, Obed, dan Hasyim. Selain melanggar asas peradilan yang cepat, tidak disegerakannya pembacaan surat tuntutan juga tentunya berimbas pada mundurnya penyelesaian nota pembelaan bagi para terdakwa.
“Kami selaku tim penasehat hukum para terdakwa mengecam keras tindakan JPU yang minggu lalu mangkir tanpa alasan, ditambah dengan ketidaksiapan pembacaan tuntutan pada hari ini jelas menghambat proses persidangan sehingga melanggar asas peradilan yang cepat bagi para terdakwa,” ujar Arif Maulana kuasa hukum ke 26 aktivis.
Pada agenda pemeriksaan terdakwa 23 buruh, JPU mengajukan pertanyaan terkait peranan para terdakwa pada unjuk rasa tanggal 30 Oktober 2015 silam. Selain itu, JPU juga mempertanyakan perihal keberadaan surat pemberitahuan unjuk rasa ke pihak kepolisian. Hal tersebut dapat langsung dibuktikan keberadaannya oleh tim penasehat hukum para terdakwa di muka persidangan. Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh JPU dapat dilihat hanya sekadar upaya agar unsur pasal yang didakwakan terpenuhi, tanpa memperhatikan bahwa sejatinya rangkaian proses peradilan mempunyai tugas yang lebih besar daripada sekadar kemenangan atau kekalahan—melainkan sebagai upaya untuk mencari kebenaran.
“Pertanyaan bapak jaksa dari tadi yang hanya berhenti sampai kronologi apakah kami mendengar pemberian himbauan dari Kapolres seperti mengelak dari bagian dimana kami dan rekan-rekan kami dianiaya oleh aparat kepolisian,” ujar Pujo, salah satu buruh yang menjadi terdakwa, menegaskan kekecewaannya terhadap JPU yang hanya mementingkan ego sektoral institusi saja, tanpa mengupayakan pencarian kebenaran dalam perkara ini.
Setelah JPU selesai dengan pertanyaannya, majelis hakim kemudian mengajukan pertanyaan terkait mengapa para terdakwa menolak untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tersangka. Terhadap pertanyaan tersebut, pada intinya para terdakwa menjelaskan mengenai berbagai kejanggalan yang terjadi selama proses pemeriksaan di kepolisian, khususnya perihal tidak adanya pemeriksaan ulang ketika BAP saksi diubah menjadi BAP tersangka.
Sidang kemudian ditutup dengan perintah dari hakim ketua agar pada persidangan selanjutnya (8/11), JPU tidak lagi menunda pembacaan tuntutan, baik untuk perkara Tigor, Obed, dan Hasyim, maupun ke-23 buruh lainnya, sehingga pada tanggal 22 November 2016 mendatang majelis hakim sudah dapat menjatuhkan putusan. (Kosyi)