Jumat, 23 September 2016, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Rokan Hulu bertandang ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta). Tujuan kunjungan tersebut untuk berdiskusi dan berkonsultasi perihal Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Bantuan Hukum. Konsultasi membahas seputar cara pembentukkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), pendanaan lembaga bantuan hukum, kriteria organisasi bantuan hukum yang layak mendapatkan dana dari pemerintah, kerja-kerja yang dilakukan oleh organisasi bantuan hukum, pengawasan Pemerintah terhadap organisasi bantuan hukum yang menerima dana dari pemerintah dan masyarakat yang berhak menerima bantuan hukum.
Seperti yang diketahui, keberadaan dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) merupakan perwujudan dari prinsip fair trial yang mensyaratkan adanya posisi yang setara di muka hukum (equality before the law). Cita-cita dari UU ini dimaksudkan untuk memberikan akses bagi setiap masyarakat tidak mampu di seluruh wilayah Indonesia agar dapat menikmati hak atas bantuan hukum. Lebih lanjut UU ini juga bertujuan agar masyarakat miskin dapat terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan kesewenang-wenangan.
Pelaksanaan UU Bankum disinyalir baru efektif berlaku pada tahun 2014 yang lalu, meski sudah disahkan pada tahun 2011. Salah satu fakta yang paling terlihat dari belum efektifnya UU ini pada tataran implementasinya.
“Prakteknya belum merata dinikmati masyarakat di seluruh Indonesia,” kata Arif Maulana Kepala Bidang Fair Trial LBH Jakarta.
Pertandanya jelas, Arif melanjutkan. Menurut Arif, sebaran organisasi bantuan hukum yang terakreditasi secara nasional belum merata.
“Masih banyak kota dan daerah yang tidak memiliki organisasi bantuan hukum yang terdaftar dan berhak mengakses dana bantuan hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat,” lanjutnya.
Berdasarkan hasil pantauan YLBHI di beberapa Provinsi Indonesia, dari 34 provinsi yang ada, baru 19 provinsi yang telah memiliki Perda Bankum. Sementara itu, untuk 15 provinsi lainnya belum memiliki Perda Bankum atau masih dalam tahap Raperda Bankum. Padahal, dalam prinsip-prinsip dan panduan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), terkait akses terhadap bantuan hukum dalam sistem peradilan pidana, PBB menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan pondasi dinikmatinya hak-hak lain oleh seseorang dalam sistem peradilan pidana. Bantuan hukum dimaksudkan untuk mengurangi lamanya waktu tersangka mendekam didalam penjara, mengurangi populasi lembaga permasyarakatan, menghindari putusan-putusan yang keliru dan mengurangi proses viktimisasi terhadap korban. Selain itu, bantuan hukum juga berfungsi untuk melindungi dan menjaga para korban kejahatan agar menikmati pemulihan dan ganti kerugian akibat kejahatan yang dilakukan terhadapnya. Dengan kata lain, bantuan hukum merupakan persyaratan terwujudnya keadilan secara merata.
“Demi mewujudkan itu, Pemerintah harus sesegera mungkin untuk meluaskan akses bantuan hukum di setiap pelosok wilayah Indonesia. Salah satu caranya dengan menginisiasi dan mendorong adanya pembentukan Organisasi Bantuan Hukum oleh masyarakat,” jelas Arif Maulana.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan, pendirian organisasi bantuan hukum dapat didirikan dalam bentuk Yayasan atau Perkumpulan. Namun masalah terbesarnya terjadi ketika tidak ada sumber daya manusia yang mendirikan organisasi bantuan hukum.
“Untuk mengatasi itu, pemerintah dapat memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Misalkan dengan cara meng hire pengacara yang ada di wilayah Kab. Rokan Hulu Riau untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau dengan cara menstimulus kampus yang memiliki Fakultas Hukum untuk membentuk Lembaga Bantuan Hukum,” ucapnya.
Arif menyarankan agar Pemerintah Rokan Hulu terlebih dahulu membentuk Perda Bantuan Hukum. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan payung hukum demi mendukung upaya tersebut khususnya dalam hal pendanaan.
Senyampang mendengar, sejumlah anggota DPRD menanyakan kepada Arif tentang mekanisme pemberian anggaran untuk organisasi bantuan hukum dan kisaran dana yang diberikan. Menjawab itu, Arif menuturkan, berdasarkan pengalaman LBH Jakarta, proses pemberian anggaran oleh pemerintah dilakukan dengan tiga pola. Pertama, pemerintah membayar dengan langsam, memberi diawal separuh biaya dan kemudian mengganti setengah pengeluaran organisasi bantuan hukum sisanya ketika selesai memberikan pendampingan atau bantuan hukum. Kedua, reimbursment, pembayaran dilakukan setelah pekerjaan pendampingan atau pemberian bantuan hukum selesai. Ketiga, grant yakni diberikan dana diawal oleh pemerintah untuk digunakan sesuai dengan proposal yang diajukan. Pola pendanaan grant seperti ini dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Ketiga pola tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ketiganya dilaksanakan berdasarkan kontrak kerjasama antara pemerintah dengan lembaga yang memberikan bantuan hukum. Melalui kontrak tersebut pemerintah dan lembaga bantuan hukum akan saling mendukung berdasarkan hak dan kewajiban yang disepakati. Disamping itu, tidak diporbolehkannya pemerintah untuk mengintervensi setiap tindakkan yang diambil oleh lembaga bantuan hukum.
Untuk kisaran dana, Arif menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LBH Jakarta dengan LBH lainnya, ditarik kesimpulan bahwa adanya variasi kebutuhan dana ketika memberikan bantuan hukum bagi setiap daerah. Ukurannya ditentukan dari tingkat kesulitan kasus dan kondisi geografis dan infrastruktur di wilayah.
Di Kabupaten Rokan Hulu, permasalahan hukum yang paling genting dihadapi oleh masyarakat adalah konflik ulayat. Terutama ketika masyarakat berhadapan dengan koorporasi, masyarakat seakan tak kuasa menghadapi kekuatan dari pengaruh ekonomi dan kuasa yang dimilikki koorporasi. Teringat situasi tersebut, sejumlah anggota DPRD Rokan Hulu bertanya kepada Arif, bisakah Perda Bankum dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Menurut Arif, rangkaian dari tugas bantuan hukum meliputi sebelum, sedang dan setelah berkonflik/masalah hukum terjadi. Sebelum, tugas yang dilakukan seputar penelitian, pendidikan dan penyuluhan hukum. Sedang, tugas yang dilakukan meliputi pengorganisasian masyarakat dan penanganan kasus baik secara litigasi maupun non litigasi. Setelah, melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, untuk agenda pemberdayaan dilakukan juga di setiap tahapan tugas.
“Jadi, Perda Bankum akan sangat membantu permasalahan yang dihadapi masyarakat,” tuturnya.
Sebagai penutup, Arif berharap Perda Bankum Kabupaten Rokan Hulu bisa menjadi Perda Bankum progresif yang pertama di Indonesia. Dimana regulasi bantuan hukum yang diatur tidak hanya membantu masyarakat miskin secara ekonomi saja. Tapi juga memberikan bantuan hukum kepada mereka yang tergolong dalam kelompok rentan seperti minoritas, perempuan, anak, difable, buruh migran dan refugee. (HA/AM).