Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengadakan Pelatihan Pidana Perburuhan di Federasi Serikat Buruh Nusantara (FSBN) di Jakarta, 20 September 2016. Pelatihan ini merupakan rangkaian dari Roadshow pendidikan pidana perburuhan yang dilakukan LBH Jakarta untuk meningkatkan pengetahuan buruh terkait Pidana Perburuhan. Pelatihan pidana perburuhan yang dilaksanakan mencakup pemberian materi mengenai hukum pidana secara umum dan khususnya mengenai seputar hukum pidana perburuhan. Selain pembekalan materi dari LBH Jakarta, diadakan juga diskusi dan pengumpulan dokumentasi kasus untuk dapat dibahas secara bersama-sama.
Burhan selaku Ketua Umum FSBN mengatakan, para buruh dan LBH Jakarta diharapkan dapat saling bertukar pikiran, memberitahukan solusi dari permasalahan hukum yang kawan-kawan buruh alami.
“Saat ini hukum masih belum berpihak kepada kami kaum buruh dan para buruh masih ditindas oleh kekuatan para pemilik modal,” ujarnya.
Kondisi penegakan hukum perburuhan saat ini, diungkapkan oleh Burhan menunjukkan fakta yang miris. Ia mengungkapkan bahwa semakin meningkatnya kejahatan terhadap hak-hak normatif buruh baik dari segi upah, jaminan sosial, hingga pelanggaran atas kebebasan berserikat. Senada dengan Burhan, Gading Yonggar Ditya selaku Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa kejahatan perburuhan yang dilakukan oleh pengusaha tidak disertai dengan penegakan hukum yang efektif. Bahkan, menurut Gading, penegakan hukum tersebut tidak memberikan efek jera kepada pengusaha.
“Pembiaran kasus kejahatan perburuhan dan mandeknya banyak perkara pidana perburuhan mengisyaratkan lemahnya penegakan hukum, dan hal tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh pengusaha,” kata Gading.
Banyaknya laporan pidana perburuhan yang tidak diproses di Kepolisian menunjukkan tidak adanya perspektif keberpihakan atas kepentingan korban, dalam hal ini kaum buruh. Parahnya lagi, tidak ada upaya penegakan hukum yang maksimal melalui pengusutan secara tuntas atas tindak kejahatan perburuhan yang dilakukan pengusaha terhadap para buruh.
“Terbukti, masih banyak penolakan kasus yang dilaporkan oleh buruh mengenai tindakan pengusaha yang berindikasi pidana seperti penghalang-halangan atau pemberangusan berserikat (union busting), membayar upah di bawah ketentuan upah minimum, penggelapan uang program BPJS, pelanggaran hak buruh perempuan dan lain sebagainya,” tambah Gading.
Julio Casto Achmadi selaku Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta juga menyampaikan pengalamannya mengurus kasus yang diduga bernuansa pidana perburuhan. Julio kerap melakukan pelaporan tindak pidana penghalang-halangan berserikat ke Kepolisian Daerah Metro Jaya beberapa waktu lalu, dan selalu diarahkan ke unit Sumber Daya Lingkungan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya yang notabenenya tidak memiliki sensitivitas dan perspektif yang memadai untuk menganani kasus pidana perburuhan.
“Dengan begitu, LBH Jakarta menuntut dibentuknya desk Pidana Perburuhan di Kepolisian. Sehingga kasus yang berindikasi pidana perburuhan dapat diproses langsung dan dapat memberikan keadilan bagi buruh,” ujarnya.
Pelatihan ini secara khusus dilakukan LBH Jakarta untuk memberikan pemahaman dan menumbuhkan perspektif bagi para buruh akan pentingnya mengetahui pengaturan pidana perburuhan di berbagai peraturan perundangan. Pelatihan ini sebelumnya telah dilakukan beberapa serikat lain di antaranya Federasi Buruh Transportasi Indonesia (FBTPI), Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI), Serikat Gerakan Buruh Nasional (SGBN) dan Federasi Sektor Umum Indonesia (FSUI). (Julio)