Rilis Pers LBH Jakarta Nomor 1668/SK-Rilis/VIII/2016
23 Tahun Perjuangan Indra Azwan:
Perkembangan Terkini Proses Jalan Kaki Se-Indonesia
Indra Azwan pejuang pencari keadilan sedang dalam proses berjalan kaki keliling Indonesia. Sejak 9 Februari 2016 Indra memutuskan melakukan aksi jalan kaki. Ia mengawali aksinya dari Aceh, dan saat ini Indra telah sampai di Ambon. 29 kota telah ia lalui. Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan terakhir Maluku. Indra akan melanjutkan aksi jalan kakinya ke Tanah Papua dan berencana mengakhiri perjalanannya di Pulau Bali.
Dalam setiap kota yang dikunjunginya, Indra selalu menyambangi kantor pemerintahan setempat dan meminta Gubernur, Walikota atau Bupati untuk membubuhkan tanda tangan dukungan di kain yang telah disiapkannya. Tidak lupa Indra juga melakukan konferensi pers baik mendatangi kantor media setempat atau di kantor tempat dia singgah seperti LBH atau Walhi untuk menceritakan kasus yang dialaminya serta apa saja yang telah dilakukan selama 23 tahun ini.
Aksi Jalan kaki mengelilingi nusantara ini merupakan aksi yang ke enam kalinya. Sebelumnya Indra Azwan sudah melakukan Aksi berjalan kaki dari Malang-Jakarta sebanyak 4 (empat) kali dan juga berjalan kaki dari Malang sampai Mekkah. Indra mengatakan bahwa tujuannya melakukan Aksi berjalan kaki adalah untuk kampanye keadilan, tidak hanya untuk kasus putra sulungnya tapi juga untuk masyarakat. Selain itu, dengan berkeliling Indonesia Indra juga ingin agar masyarakat mengetahui kejadian yang dialami oleh anaknya dengan cara menceritakan langsung kepada masyarakat.
Perjuangan Indra Azwan mencari Keadilan bermula ketika pada tanggal 8 Februari 1993, Rifki Andika, putra sulung dari Indra Azwan ditabrak oleh sebuah mobil yang melintas di dekat rumahnya sepulang dari belajar kelompok. Pengemudi mobil tersebut melarikan diri, kemudian diketahui bahwa pengemudi tersebut merupakan seorang polisi yang bertugas di wilayah Malang bernama Joko Sumantri dengan pangkat Letnan Satu. Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak yang berwenang, namun proses penanganan kasus ini berlarut-larut hingga akhirnya 15 tahun kemudian pada tahun 2008 kasus ini disidangkan di Pengadilan Militer Kota Surabaya. Setelah proses yang berlarut-larut dan memakan waktu hingga 15 tahun lamanya, majelis hakim menjatuhkan putusan. Sangat disayangkan, majelis hakim Pengadilan Militer Kota Surabaya dalam putusannya No. 08 PK/MIL/2014 memutus bebas Lettu Joko dengan alasan kasus tersebut sudah daluwarsa.
Sulitnya masyarakat kecil mencari keadilan di negeri ini seperti mengingatkan kembali adagium hukum seperti pisau bermata satu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Arif Maulana, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan bahwa dalam perkara ini telah terjadi undue delay yang parah.
“Undue delay adalah penundaan proses penuntasan perkara tanpa alasan. Dalam perkara ini, diduga kuat ada kesengajaan untuk melindungi pelaku yang merupakan aparat kepolisian dengan penundaan pengusutan perkara yang merupakan aparat kepolisian dengan penundaan pengusutan perkara agar sampai pada masa daluwarsa. Selain itu Undue delay bertentangan dengan asas umum peradilan yang adil dan jujur serta peradilan yang cepat. Kasus ini menunjukkan bahwa hukum Indonesia masih diskriminatif. Hanya tajam kebawah tapi tumpul ke atas,” jelas Arif.
Pada 2 Mei 2016 yang lalu ketika perjalanannya sampai ke DKI Jakarta, Indra Azwan juga mengajukan permohonan audiensi untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ia berharap agar kasusnya diselesaikan oleh presiden dan menyampaikan pesan kebohongan yang disampaikan oleh Satuan Tugas Anti Mafia Hukum yang pernah ditugaskan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan kasusnya.
Indra Azwan berharap Presiden Joko Widodo bisa menyelesaikan kasus yang ia alami, terlebih lagi ia menganggap Joko Widodo adalah Presiden yang mau memperhatikan rakyat kecil seperti dirinya. Indra Azwan merupakan rakyat kecil yang meminta keadilan, ia hanya berharap pelaku yang menabrak anaknya mendapatkan hukuman yang sesuai. Indra Azwan juga pernah menyatakan apabila seluruh aksi perjuangan ini belum berhasil menyelesaikan kasus ini, ia akan pergi ke kutub utara dan menancapkan tulisan ‘Matinya Hukum di Indonesia’.
Jakarta, 26 Agustus 2016
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung : Arif Maulana (0817 256 167)