Rilis Pers Nomor: 1631/SK-RILIS/VIII/2016
Pada tanggal 11 Agustus 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendy, kembali melontarkan pernyataan yang meresahkan masyarakat. Beliau secara terbuka menyampaikan kepada pers bahwa “pendidikan harus keras”[1] dan “sanksi fisik dalam batas tertentu bisa ditoleransi dalam dunia pendidikan”[2]. Menurutnya, pendidikan yang demikian diperlukan agar para peserta didik tidak tumbuh menjadi “generasi yang lembek”[3] dan membuat peserta didik menjadi “tahan banting”[4].
“Kami menilai pernyataan Mendikbud RI meresahkan. Pernyataan tersebut berpotensi memicu terjadinya tindak pidana di sekolah-sekolah, ketika sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi para peserta didik,” ujar Tigor Gempita Hutapea, pengacara publik LBH Jakarta, saat ditemui di Kantor LBH Jakarta, Jl. Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat.
Perlu diketahui, ketentuan Pasal 76C, 76D, dan 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah secara jelas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Para pelaku dapat dijerat dengan sanksi pidana penjara.
“Mendukung budaya kekerasan di sekolah juga merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Indonesia telah meratifikasi Konvensi tentang Hak-Hak Anak Internasional melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Berdasarkan ketentuan tersebut, negara wajib menjamin anak terbebas dari segala bentuk kekerasan,” tambah Alldo Fellix Januardy, pengacara publik LBH Jakarta.
“Untuk mengantisipasi maraknya kekerasan di sekolah akibat pernyataan Mendikbud RI, LBH Jakarta berinisiatif untuk membuka posko pengaduan korban kekerasan di sekolah. Peserta didik yang mengalami kekerasan di sekolah dapat segera mengunjungi kantor kami untuk memperoleh pendampingan hukum,” tutup Tigor Gempita Hutapea.
Alamat posko pengaduan korban kekerasan di sekolah berada di kantor LBH Jakarta, Jl. Diponegoro No.74, Menteng, Jakarta Pusat. Pelapor juga dapat menghubungi nomor kontak LBH Jakarta di 021-3145518.
Keberadaan posko ini merupakan inisiatif bersama forum lintas organisasi masyarakat sipil yang dinamakan Masyarakat Peduli Pendidikan. Masyarakat Peduli Pendidikan terdiri dari LBH Jakarta, FSGI, Keluarga Besar Homeschoolers Semarang, Rimbawan Muda Indonesia, Lingkar Studi Pendidikan Progresif, KePPaK Perempuan, Student Revolt Pemuda Merdeka, Indonesia Peduli Anak Gifted, GEMMA, P3MN, Children’s Media Center, Klub Oase, Rumah Inspirasi, PAUD Melati Jakarta, Komunitas Orang Tua Murid, dan Sukarelawan Pengajar dan Aktivis Pendidikan.
Narahubung:
1. Alldo Fellix Januardy (087878499399)
2. Fidella Anandhita (085718283888)
[1] Riva Dessthania Suastha, CNN Indonesia, Mendikbud Sebut Pendidikan Keras Bentuk Siswa Tahan Banting, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160811172129-20-150778/mendikbud-sebut-pendidikan-keras-bentuk-siswa-tahan-banting/, 11 Agustus 2016, jam 17.22 WIB.
[2] Maria Fatima Bona, Berita Satu, Mendikbud: Sanksi Fisik Bisa Ditoleransi dalam Pendidikan, http://www.beritasatu.com/pendidikan/379264-mendikbud-sanksi-fisik-bisa-ditoleransi-dalam-pendidikan.html, 11 Agustus 2016, jam 16.47 WIB.
[3] Arief Ikhsanuddin, Detik.com, Mendikbud: Pendidikan pada Anak itu Keras, Bukan Berarti Memukuli Orang, http://news.detik.com/berita/3274048/mendikbud-pendidikan-pada-anak-itu-keras-tapi-bukan-berarti-memukuli-orang, 12 Agustus 2016, jam 13.54 WIB.
[4] Riva Dessthania Suastha, CNN Indonesia, Mendikbud Sebut Pendidikan Keras Bentuk Siswa Tahan Banting, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160811172129-20-150778/mendikbud-sebut-pendidikan-keras-bentuk-siswa-tahan-banting/, 11 Agustus 2016, jam 17.22 WIB.