Siaran Pers
Menolak untuk Bungkam, Menolak untuk Diam saat Negara Memberangus Kemerdekaan Berkumpul dan Berekspresi. Saatnya Menggugat!
26 Februari 2016 lalu, Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (Kepala UP PKJ TIM) membatalkan ijin penyelenggaraan kegiatan Belok Kiri Festival di Taman Ismail Marzuki. Pelurusan sejarah Indonesia melalui peluncuran Buku Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula pun dihambat. Citra dan fungsi TIM sebagai pusat kebudayaan di DKI Jakarta pun rusak.
Atas tindakan Kepala UP PKJ TIM tersebut, Dolorosa Sinaga, Yayak Yatmaka dan Bilven Gultom selaku perwakilan panitia Belok Kiri. Fest tidak tinggal diam. Mereka menggugat kesewenang-wenangan negara dengan melayangkan gugatan kepada Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pada hari ini, Kamis 16 Juni 2016, sidang gugatan telah memasuki tahap persidangan dengan agenda pembacaan gugatan oleh Penggugat dan pembacaan jawaban atas gugatan oleh Tergugat.
Para Penggugat mempermasalahkan Surat No. 567/ – 076.76 yang berisi pemberhentian pelaksanaan acara Belok Kiri Festival yang diadakan di Galeri Cipta II. Surat yang dikeluarkan oleh Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki tersebut dikirimkan H-1 pelaksanaan acara Belok Kiri Festival. Dalam surat yang menjadi objek sengketa TUN tersebut, pihak UP PKJ TIM beralasan panitia belum menyampaikan surat izin keramaian dari Kepolisian sehingga tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Namun, panitia acara merasa telah mengikuti aturan sesuai persyaratan yang diajukan oleh pihak UP PKJ TIM dan memiliki bukti-bukti yang menguatkan mengenai fakta ini. Terlihat Kepala UP PKJ TIM tidak menjalankan fungsinya untuk menyusun mekanisme atau prosedur yang jelas, sehingga Penggugat kesulitan mengakses hal tersebut.
Pembatalan ijin pada H-1 tersebut diduga terjadi karena adanya ancaman dari kelompok intoleran, dan hal tersebut jelas menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Hak berkumpul & berekspresi serta hak memperoleh informasi masyarakat diberangus oleh tindakan sewenang-wenang Kepala UP PKJ TIM. Padahal hak-hak ini dilindungi oleh Pasal 28 C UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan UU No. 12 Tahun 2005.
Sayangnya dalam persidangan ini, pihak Tergugat yang diwakili oleh Canang, S.H. dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat memberikan jawaban atas gugatan yang dilayangkan oleh Penggugat. Alasan “belum selesai” menjadi alasan yang paling aman untuk diberikan. Hal ini menunjukan ketidakseriusan dan ketidaksiapan pihak Tergugat dalam persidangan ini. Padahal gugatan ini merupakan hal yang sangat serius mengingat demokrasi yang berjalan di Indonesia sedang ditekan eksistensinya dengan cara-cara tidak bertanggung jawab dan melanggar konstitusi seperti ini. Pemberangusan hak berpendapat, berekspresi, dan hak mendapatkan informasi yang jelas mengenai sejarah bangsa harus dilawan supaya kehidupan kita sebagai bangsa yang demokratis tetap terjaga dan terhindar dari tirani kekuasaan.
Hormat Kami,
LBH Jakarta
Narahubung:
Pratiwi Febry (081387400670)