Jakarta, bantuanhukum.or.id—Sidang Pemohon perkara Nomor 130/PUU-XIII/2015 pengujian UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Pasal 14 huruf b, Pasal 14 huruf I, Pasal 109 ayat (1), Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 139 dengan kuasa pemohon Ichsan Zikry, S.H., dkk kembali dilanjutkan oleh Mahkamah Konstitusi, Senin (16/5) Pukul 14:00.
Sidang dilanjutkan dengan agenda mendengar keterangan ahli dari Pihak Terkait, Kepolisian. Pada sidang ini pihak Kepolisian menghadirkan Sdr. Pujiono (Ahli dari Universitas Diponegoro) dan Sdr. Teuku Nasrulloh (Pensiunan Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Kejanggalan terjadi pada sidang ini, hal tersebut dikarenakan kedua ahli yang dihadirkan memberikan keterangan yang terkesan. tidak mendukung satu sama lainnya. Kejanggalan tersebut kemudian dipertanyakan oleh salah satu Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Beliau mempertanyakan konsep diferensial fungsional yang diterangkan berbeda oleh kedua ahli.
Diferensial fungsional yang diterangkan oleh Pujiono jelas menyatakan bahwa jaksa tidak diperkenankan untuk melakukan pemeriksaan tambahan karena hal tersebut merupakan tugas penyidik, jika berkas masih ada kekurangan harus dikembalikan ke penyidik. Sementara Nasrullah menyatakan bahwa jaksa boleh melakukan pemeriksaan tambahan, masih dalam konteks diferensial fungsional.
“Saya ingin memperdalam saja karena dari dua Ahli, ada hal yang perlu dipertajam. Penegasan mengenai diferensial fungsional. Ini kan dua Ahli dalam persidangan, kami ingin dengar yang mana yang sebenarnya ini, ya?” tanya Majelis Hakim Konstitutional, Patrialis Akbar.
Pujiono mengatakan Prinsip dasar asas diferensiasi fungsional ada garis batas pembagian kewenangan yang tegas, masing-masing instansi penegak hukum, kewenangan penyidikan dan penuntutan dijalankan oleh lembaga tertentu dan dihindari adanya rangkap fungsi. Artinya, setiap fungsi ada pelaksana dan penanggung jawabnya. KUHAP menempatkan kepolisian sebagai pengemban fungsi penyidikan yang utama seperti yang di atur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP. Sedangkan lembaga kejaksaan atau penuntut umum mengemban fungsi penuntutan, sebagaimana dalam Pasal 18 KUHAP.
“Pembedaan kewenangan tersebut seharusnya bukan dimaknai sebagai pemisahan kewenangan sebagai separation of power yang tersekat-sekat atau terkotak-kotak yang menimbulkan ego sektoral. Akan tetapi harus dilihat sebagai pembagian kekuasaan sebagai division of power,” jelas Pujiono saat memberikan keterangan dalam persidangan.
Pada kesempatan yang sama, Teuku Nasrulloh memberikan keterangan bahwa Pada rezim berlakunya HIR sebagai hukum acara pidana belum diterapkan prinsip diferensial fungsional antara aparat penegak hukum secara tegas. Sehingga, dalam hal hasil sebuah penyidikan dari penyidik ditemukan adanya kekurang sempurnaan, maka penuntut umum dapat saja melengkapi kekurangan tersebut dengan melakukan penyidikan tambahan atau lanjutan. Namun, dengan berlakunya KUHAP yang menerapkan prinsip diferensial fungsional secara tegas, seluruh fungsi penyidikan termasuk penyidikan tambahan dan penyidikan lanjutan hanya bisa dilakukan oleh penyidik. Dengan demikian, apabila hasil penyidikan terdapat kekurangan, hanya penyidiklah yang berwenang melengkapinya. Oleh karena itulah diatur Pasal 110 KUHAP agar hasil penyidikan tersebut dapat digunakan sebagai bahan yang sungguh-sungguh kuat, cukup bukti, dan relatif sempurna dalam menyusun surat dakwaan dan pembuktiannya di depan pengadilan nanti.
Pertanyaan tersebut ditanyakan oleh Mejelis Hakim dikarenakan meskipun pihak Majelis Hakim bisa juga memberikan satu kesimpulan, namun pihak Majelis Hakim tetap ingin adanya penegasan dari pemahaman kedua Ahli yang menurut Majelis Hakim Konstitutional cukup lumayan berbeda penafsirannya. Meskipun semangat pendapat kedua ahli mengatakan harus adanya koordinasi antara pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Satu Ahli lainnya Chairul Huda menyampaikan keterangannya melalui keterangan tertulis.
Tidak kalah mengejutkannya lagi pihak kuasa pemohon, menampilkan video pemberitaan wawancara Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto yang mendesar pihak Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk menerima perkara kasus Jesica Kumala Wongso (tersangka pembunuhan terhadap korban Mirna Salihin). (Ayu)