Jakarta, bantuanhukum.or.id-Senin (21/03), LBH Jakarta, bersama buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum yang Menolak Kriminalisasi 26 Aktivis, melakukan aksi solidaritas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Aksi tersebut dilakukan untuk mengawal sidang perdana 26 aktivis korban kriminalisasi yang terdiri dari: 2 Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta, Tigor dan Obed; 1 Mahasiswa; dan 23 Buruh. Kriminalisasi terjadi saat buruh dan mahasiswa melakukan aksi menolak PP Pengupahan di depan Istana Negara pada 30 Oktober 2015. Tigor dan Obed yang sedang mendampingi aksi tersebut sebagai Pengacara Publik juga ikut ditangkap dan dikriminalisasi.
Dalam rangka aksi solidaritas ini, LBH Jakarta menutup sementara kantornya dan me-nonaktif-kan segala kegiatan pelayanan. Seluruh Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta turun ke PN Jakpus untuk bersolidaritas mengawal sidang perdana rekan kerjanya, Tigor dan Obed, juga 24 aktivis lainnya.
Turut serta dalam aksi tersebut buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum hadir bergabung dalam massa aksi solidaritas. Sejumlah tokoh masyarakat pun terlihat ikut bersolidaritas sebagai bentuk keprihatinan dengan kondisi penegakan hukum di Indonesia. Mereka turut memberikan dukungan bagi 26 aktivis korban kriminalisasi. Diantara tokoh masyarakat yang terlihat hadir adalah Jaya Suprana, Bambang Widjojanto, Dadang Tri Sasongko, dan Sandyawan Sumardi.
“Terakhir kali kriminalisasi terhadap Pengabdi Bantuan Hukum terjadi di Indonesia sebelum ini adalah pada masa Adnan Buyung Nasution. Itu terjadi pada masa orde baru,” jelas Bambang Widjojanto yang mengungkapkan keprihatinannya atas penegakan hukum yang tidak berubah di era Reformasi.
Dadang Tri Sasongko juga menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi penegakan hukum dan perlindungan HAM masyarakat di era reformasi, ia mengungkapkan bahwa kriminalisasi merupakan bahaya laten yang mampu meruntuhkan demokrasi. “Kriminalisasi terhadap 26 aktivis ini menggerogoti pilar-pilar negara hukum dan demokrasi,” katanya.
Dalam sidang perdana hari ini pula, Jaya Suprana pendiri Museum Rekor Indonesia. Ia hadir memberikan dukungan bagi moril kepada para korban kriminalisasi. Didampingi sang istri, ia memuji keteguhan perjuangan anak-anak muda yang ia anggap langsung membela rakyat.
“Saya mendukung anak-anak muda ini karena mereka-lah yang langsung membela rakyat,” ujar Jaya Suprana.
Setelah menunggu selama 2 jam, akhirnya sidang dimulai pada pukul 13.00 WIB karena keterlambatan Jaksa Panuntut Umum. Ruang sidang dipenuhi oleh massa aksi pada kursi penonton. Dalam persidangan Penasihat Hukum 26 aktivis ini menyatakan bahwa Para Terdakwa menolak hadir ke persidangan, karena Surat Panggilan Terdakwa cacat prosedur. Diantaranya karena tidak adanya nomor perkara, dan tidak dijelaskannya alasan pemanggilan. Oleh karena itu hakim memutuskan untuk menunda sidang. (Dema)