Puluhan anggota Lembaga Bantuan Hukum mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, (21/3/2016). Mereka datang untuk menolak proses persidangan yang menjerat 26 aktivis buruh.
Tuntutan itu terlihat dari kaus yang mereka kenakan. Kaus biru bertulis Bring Back Justice. Sekilas, kaus tersebut mirip dengan Turn Back Crime milik anggota polisi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, Bring Back Justice merupakan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan hukum yang dijadikan alat kekuasaan.
Tak hanya itu, slogan tersebut juga ditujukan untuk mengkritik Turn Back Crime dari kepolisian. Alghiffari menuturkan, dengan menggunakan baju bertuliskan Turn Back Crime polisi menangkap, memukuli, dan merusak barang-barang peserta aksi.
“Dua pengacara LBH juga dipukuli ketika melakukan tugasnya. Dengan slogan Turn Back Crime-nya, semakin menunjukkan polisi mengedepankan penegakan hukum, melawan kriminal, tanpa ada substansi keadilan,” kata Alghiffari, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (21/3/2016).
Alghiffari berharap, dengan slogan Bring Back Justice, para penegak hukum bisa mengambil keputusan dengan adil. Tak hanya di lingkungan LBH Jakarta saja, slogan tersebut juga sudah disosialisasikan ke masyarakat luas.
“Ini merupakan salah satu kampanye kami karena saat ini keadilan sudah sangat semakin jauh,” jelas Alghiffari.
LBH Jakarta menyoroti penggunaan baju Turn Back Crime saat pembubaran aksi pada 30 Oktober 2015. Menurut Tim Advokasi Buruh dan Rakyat, Maruli, polisi harus memakai seragam kepolisian dalam menjalankan tugas.
“Ini sesuai dengan pasal 4 huruf F Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota kepolisian juncto Perkap Nomor 14 Tahun 2012,” ungkap Maruli.
Maruli menyebutkan, dalam aksi tersebut sebanyak 23 buruh, satu mahasiswa, dan dua anggota LBH Jakarta disiksa, ditangkap dan dikriminalisasi sebagai tersangka. Mereka dituduh telah melawan penguasa seperti tercantum dalam Pasal 216 ayat 1 KUHP dan atau pasal 218 KUHP Jo UU Nomor 9 Tahun 1998.
“Pada aksi tersebut terjadi pembubaran, kekerasan, dan penangkapan. Mereka ditendang, dan dipukul dengan bambu,” tandas Maruli. (Metrotvnews.com)