“LBH Jakarta berhasil membuat aparat hukum tidak berbuat sewenang-wenang di luar kemanusiaan dan proses hukum berjalan dengan pembelaan.
Saat dikantor Polisi kami diintimidasi, saya dipaksa makan makanan pedas, ditodongkan pistol ke kepala saya. Saya juga dimasukkan paksa ke sel bawah tanah berisi banyak tumpukan orang dengan berbagai kejahatan pidana lainnya, tai dan kencing dimana-mana. Saya sempat juga tak bisa disambangi. Barulah saat tim dari LBH Jakarta mendampingi, pemeriksaan saya bisa berjalan normal. Begitu juga saat besukan, keluarga dan kawan-kawan bisa besuk kami (saya, Item dan Danang) bersama-sama tim LBH Jakarta. Berkat LBH Jakarta pula, di Rutan dan di Lapas kami bisa dibesuk rekan-rekan tiga hari dalam sepekan di luar hari besuk biasa.” (Ahmad Taufik)
Agustus 1994, sebulan sesudah pembredelan Detik, Editor dan Tempo, sekitar 100 wartawan asal Bandung, Jakarta, Jogjakarta dan Surabaya, mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di dusun Sirnagalih, kawasan Puncak. Salah satu tujuan AJI adalah memperjuangkan kebebasan pers.
Pada hari Kamis, 16 Maret 1995, di Hotel Wisata Internasional, Jakarta diadakan halal bihalal Jurnalis yang dihadiri berbagai tokoh seperti Ali Sadikin, WS Rendra, Sri Bintang Pamungkas, dll. Dalam acara ini juga dilaunching Buletin Independen ke- 12 yang diterbitkan AJI. Terbitan ini menurunkan berita diantaranya tentang saham-saham yang dimiliki oleh Menteri Penerangan Harmoko, dan keluarga di media massa. Serta kritik lainnya tentang pemerintah. Penerbitan Independen ini kemudian dipermasalahkan oleh Pemerintah. Pemerintah menyatakan penerbitan Majalah Independen merupakan penghinaan terhadap Pemerintah serta melawan hukum.
Selesai acara ini, di depan hotel Ahmad Taufik (eks wartawan TEMPO, Ketua Presidium AJI), Eko Maryadi (Kepala Rumah Tangga sekretariat AJI), Danang K Widyoko (Office Boy AJI) ditangkap oleh Polisi. Penangkapan juga terjadi pada Liston P Siregar, Sri Bintang Pamungkas, dll. Ahmad Taufik, Eko, dan Danang sempat ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.
LBH Jakarta mendampingi proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya, dan terus mendampingi dalam proses peradilan. Taufik dan Eko diputus 2 tahun 8 bulan penjara Oleh PN Jakarta Pusat. Ditingkat Banding Pengadilan Tinggi menaikkan hukuman menjadi 3 tahun, dan kasasi di Mahkamah Agung menguatkan putusan banding.
Selama setahun mereka ditahan di Rutan Salemba. Usai vonis MA, mereka dipindahkan ke LP Cipinang Jakarta Timur selama 3,5 bulan. Kemudian dipindahkan lagi ke LP Kesambi Cirebon selama 7 bulan. Selanjutnya dipindah lagi ke LP Cijoho Kuningan, Jawa Barat selama 5 bulan.
Di tahun 1999 kemudian lahirlah Undang-Undang Pers yang menjamin kebebasan Pers. Pers pun tumbuh bak cendawan dimusim hujan dan menikmati kebebasannya.