Siaran Pers
Absennya Penegakkan Konstitusi dan Peran Negara; Maraknya Diskriminasi di Awal Tahun 2016
Di awal 2016 ini Kami memberikan nilai buruk bagi Pemerintah dalam hal mencegah terjadinya diskriminasi di berbagai sektor kehidupan bernegara. Negara abai dan penegakkan Konstitusi pun masih ditawar menawar dengan membiarkan para pelaku diskriminasi tetap bebas melakukan aksinya tanpa sanksi hukum apa pun. Bahkan sejumlah catatan di atas menggambarkan bagaimana Negara justru berperan aktif melakukan diskriminasi dengan adanya sejumlah kebijakan maupun peraturan perundang-undangan yang masih bermuatan diskriminasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sikap intoleran yang diwujudkan dalam tindakan diskriminasi berpotensi menghambat akses individu maupun kelompok tertentu untuk mengenali potensi mereka dan berkembang. Hal ini justru akan menghentikan mereka untuk memberikan kontribusi secara utuh kepada perkembangan nasional di tengah bangsa. Jika hal tersebut tidak ditangani dan diatasi serius oleh negara, dan Negara bersikap tidak tegas serta mentolerir berbagai tindakan diskriminasi yang dilakukan baik melalui ujaran, sikap, tayangan televisi, berita maupun kebijakan negara sendiri maka hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, kerusuhan sosial, konflik, ketidakstabilan dan pada akhirnya juga dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Diskriminasi sendiri dimaknai sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Di awal tahun 2016 ini Indonesia dapat dikatakan masih tiarap dalam “Zero Discrimination”. Berbagai peristiwa justru menunjukkan sikap Negara yang diskriminasi terhadap sekelompok orang. Beberapa di antaranya ialah:
1. Diskriminasi terhadap masyarakat Papua yang hendak menyatakan pendapatnya dan ekspresinya di depan publik, dalam hal ini Negara melalui aparat Kepolisian dan TNI justru melakukan penangkapan serta kekerasan terhadap sekelompok masyarakat Papua;
2. Diskriminasi terhadap kelompok Syiah, yang karena agama dan kepercayaannya dikucilkan dan dilecehkan serta dibatasi hak-haknya secara terbuka oleh sekelompok orang intoleran, dan dalam hal ini negara diam dan tidak melakukan tindakan apa pun. Diskriminasi ini juga terwujud dalam terbentuknya organisasi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS) yang secara terbuka menyatakan sikap anti terhadap kelompok tertentu (Syiah) yang memicu lahirnya tindakan-tindakan intoleransi dan diskriminasi lainnya;
3. Diskriminasi terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia di beberapa daerah di Indonesia yang dibatasi hak nya untuk beribadah melalui penutupan masjid di wilayah Jawa Barat, diusir dari tempat tinggalnya di Bangka, tidak diperbolehkan sholat di masjid nya sendiri bagi JAI di wilayah Tanjung Pinang;
4. Diskriminasi terhadap kelompok LGBT yang marak terjadi, mulai dari pembubaran acara di Hotel Cemara, pembubaran pesantren waria di Yogyakarta, serta dikeluarkannya Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No.203/K/KPI/02/16 tertanggal 23 Februari 2016. Adapun di sejumlah kasus diskriminasi terhadap kelompok LGBT, pihak Kepolisian justru memfasilitasi dan mentolerir kelompok-kelompok yang melakukan diskriminasi lewat tindakan intoleran;
5. Diskriminasi terhadap sekelompok pemuda di Tasikmalaya yang hendak melakukan seminar 4 (Empat) Pilar Kebangsaan karena diancam oleh sekelompok orang intoleran;
6. Diskriminasi terhadap sekelompok anak muda dan seniman dalam berekspresi dan berpikir serta berbudaya melalui pelarangan Festival Belok Kiri di Taman Ismail Marzuki;
7. Diskriminasi terhadap kelompok penganut kepercayaan yang di daerah Jawa Barat masih belum memperoleh hak nya mendapatkan kartu identitas sehingga mengakibatkan terhambatnya akses atas pemenuhan hak-hak warga Negara lainnya seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan sebagainya;
8. Diskriminasi terhadap kelompok disabilitas dengan belum tersedianya akses sarana-sarana layanan publik terhadap kelompok disabilitas yang mengakibatkan terlanggarnya hak atas identitas berupa KTP dan akta kelahiran, hak atas identitas dan berbagai stigma negatif yang masih dilekatkan kepada kelompok disabilitas;
9. Diskriminasi terhadap perempuan dengan masih dibiarkannya perda-perda diskriminatif terhadap perempuan di berbagai daerah di Indonesia. Akhir tahun 2014 berdasarkan catatan Komnas Perempuan terdapat 365 perda diskriminatif terhadap perempuan, dan sampai saat ini Pemerintah masih belum bertindak secara aktif untuk menghapuskannya. Diskriminasi terhadap buruh perempuan dalam hal standar upah dan pemenuhan hak-hak maternitas serta kesehatan reproduksi masih marak terjadi di berbagai wilayah. Permpuan dipecat karena hamil maupun menyusui dengan alasan tidak produktif masih juga terjadi.
Dan masih banyak lagi tindakan diskriminasi lainnya yang dilakukan baik oleh negara maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu di awal tahun 2016 ini. Diskriminasi dilakukan oleh negara sebab negara tidak memberlakukan standar atau perilaku yang sama kepada kelompok masyarakat lainnya, dalam berbagai konteks.
Diskriminasi pada ujungnya akan mengakibatkan terlanggarnya pemenuhan hak-hak asasi lain yang seharusnya dijamin penghormatan, pemenuhan dan perlindungannya oleh negara, sebagaimana yang telah dijamin oleh Konstitusi.
Oleh karenanya pada 1 Maret 2016 ini, kami mendesak Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara untuk:
1. Bertindak tegas terhadap para pelaku diskriminasi baik perorangan, sekelompok orang/organisasi, perusahaan, mapun oknum pemerintah/pejabat pemerintah sendiri dengan melakukan penegakkan hukum yang tidak tebang pilih;
2. Menjamin kesetaraan setiap Warga Negara melalui penjaminan pemenuhan hak-hak asasinya serta hak-hak Warga Negaranya dalam berbagai lini kehidupan;
3. Menghapuskan berbagai kebijakan maupun peraturan perundang-undangan di tingkat daerah maupun pusat yang masih bersifat diskriminatif terhadap kelompok-kelompok tertentu yang berdasarkan bias gender maupun berdasarkan bias agama atau kepercayaan;
4. Menyelesaikan kasus-kasus intoleran yang berbasiskan diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan rentan yang berhenti ditingkat Kepolisian;
5. Reformasi Kepolisian sebagai ujung tombak tegaknya Indonesia tanpa diskriminasi.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Terima kasih.
Jakarta, 1 Maret 2016
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arus Pelangi, OASE Syiah, Kelompok Kerja Koalisi RUU Penyandang Disabilitas, Papua Itu Kita, Perempuan Mahardika, Panitia Belok Kiri Festival.
Narahubung:
Pratiwi Febry (081387400670)
Veronica Koman (08170941833)