Masifnya pelanggaran yang dialami oleh Buruh alih daya (Outsourcing) di perusahaan BUMN, bukan lagi sebagai jasa penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Jasa penunjang yang dimaksud ada lima sektor yaitu usaha pelayanan kebersihan (Cleaning Service); Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (Catering); Usaha Tenaga pengamanan (Security); Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan dan usaha penyediaan angkutan bagi pekerja. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 19 tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, Meskipun Permenakertrans tersebut menimbulkan diskriminasi ditambah penegakan hukum yang tidak tegas bagi perusahaan yang melanggar Permenakertrans tersebut.
Sistem Tenaga Kerja Alih Daya, yang terjadi diperusahaan BUMN, sudah menyerupai perbudakan, yaitu melalui tender, dimana perusahaan BUMN menunjuk langsung Perusahaan Vendor/Outsourcing. Kemudian terjadi transaksi dan kesepakatan melalui penandatangan kontrak antara Perusahaan BUMN dengan Perusahaan Vendor/Outsourcing, Dimana perusahaan BUMN membayar pekerja Outsourcing diatas upah minimum, dan perusahaan vendor melakukan pemotongan upah buruh minimal sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
Saat ini jumlah perusahaan BUMN sebanyak 141, Menurut Muhaimin Iskandar Menakertrans pada saat Rapat Kerja di Komisi IX DPR RI pada bulan April 2013 semuanya mempunyai pekerja Outsourcing dan bermasalah, sehingga harus segera diselesaikan.
Segala pelanggaran ketenagakerjaan mulai dari pelanggaran outsourcing, upah dibawah minimum, PHK sewenang-wenang, penangguhan upah serta melakukan tindak pidana pemberangusan serikat pekerja. Sudah disampaikan kepada perusahaan BUMN. Namun tidak pernah ada tanggapan.
Terlebih, mengenai bisnis haram dalam proyek outsourcing di perusahaan BUMN. Dimana perusahaan Vendor/Outsourcing melakukan pemotongan upah para pekerja Outsourcing minimal Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), sehingga upah yang diterima oleh pekerja dibawah upah minimum, juga tidak ada tanggapan. Sehingga patut diduga perusahaan BUMN bersama-sama dengan perusahaan Vendor terjadi transaksional untuk memperkaya diri sendiri.
Temuan Gerakan Bersama Buruh/Pekerja di BUMN, patut diduga Ada Korupsi dibalik Proyek Outsourcing. Seperti yang terjadi di PT. PLN bersama dengan Yantek PT. PLN. Dimana sesuai dengan perjanjian antara PT. PLN dengan Yantek PLN sebagai perusahaan outsourcing/Vendor, para pekerja Outsourcing di upah sebesar Rp 3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk perbulan, namun Pekerja hanya mendapat upah sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) dari perusahaan outsourcing, sehingga terdapat selisih antara Rp 1.000.000-Rp 2.000.000/orang untuk satu bulan. Jumlah pekerja outsourcing di Yantek PLN (Persero) sebanyak 75.000 orang, bila satu orang pekerja perusahaan vendor mendapat keuntungan Rp 1.500.000 X 75.000 orang maka total keuntungan dari bisnis haram tersebut sebesar Rp 82.500.000.000 untuk per bulan, sehingga dalam 1 tahun adalah Rp 82.500.000.000 X 12= Rp 989.000.000.000.
Sedangkan di PT TELKOM, sebagaimana termuat dalam Perjanjian Pemborongan Penyediaan Jasa Outsourcing Pelayanan Pengamanan di Lingkungan TELKOM tahun 2012, antara TELKOM & PT Graha Sarana Duta (GSD – 99,99% saham TELKOM), disepakati harga satuan per orang security yang bervariasi di seluruh Indonesia, untuk 7.306 petugas security. Namun faktanya, upah yang diterima oleh setiap petugas (sudah termasuk lembur dll), jauh di bawah harga satuan dalam Perjanjian Pemborongan (+ selisih 1 juta rupiah/bulan). Dalam 1 bulan jumlahnya mencapai lebih dari Rp.7.306.000.000 sehingga total per tahun yang bisa diperoleh dari praktik perdagangan manusia dan eksploitasi buruh di TELKOM dapat mencapai lebih dari Rp.87.672.000.000 (belum memperhitungkan selisih upah untuk pekerja cleaning service dan teknik yang jumlahnya mencapai ribuan orang). Padahal TELKOM sudah memberikan manajemen fee kepada GSD sebesar 7% dari total nilai kontrak. Nilai Kontrak keseluruhan antara PT. GSD dan PT. Telkom tahun 2012 sebesar Rp.256.444.648.900,00.
Geber BUMN akan melakukan tindakan dan desakan;
- Geber BUMN akan melaporkan dugaan Korupsi di balik Proyek Outsourcing di Perusahaan BUMN, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan untuk melakukan investigasi dan penyidikan.
- Geber BUMN akan melaporkan seluruh perusahaan Outsourcing yang memberikan upah kepada pekerja Outsourcing di bawah upah minimum serta pelanggaran hak-hak normatif, yang mana hal tersebut merupakan kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 90 jo. Pasal 185 UU Ketenagakerjaan diancam pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun.
- Meminta dan Mendesak Komisi IX DPR, Menakertrans dan Meneg BUMN mempercepat pembentukan Panja dalam rangka menyelesaikan masalah Outsourcing dan semua masalah ketenagakerjaan yang terjadi diberbagai perusahaan BUMN.
- Meminta dan mendesak Agar kepada Presiden memerintahkan Meneg BUMN dan Menakertrans untuk segera menyelesaikan “kekacauan” permasalahan ketenagakerjaan yang tidak pernah tuntas. Bila hal tersebut tidak segera diselesaikan tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi Mogok Nasional khususnya di perusahaan BUMN.
Kontak;
LBH Jakarta Maruli – (081369350396), OPSI (S.Tapiv – 081383658633, Itop – 081298686816, Ais – 081585859973), KASBI (Nining Elitos – 081317331801), ASPEK INDONESIA (Jaya Santosa – 0817785599, Sabda – 081802887788, Dana – 02137985043), PLN ; Rijanto T. – 0818175150 ), SP IF (Widodo – 08128096278), FPM (Wayan – 087860218827).