Adnan Buyung Memorial Lectures
-Catatan Kecil dari Frans H. Winarta-
Adnan Buyung Nasution merupakan seseorang yang konsisten dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan di Indonesia sejak dahulu. Dalam perjuangan semasa hidupnya, ABN memiliki gagasan-gagasan pemikiran yang hebat dan menginspirasi tentang hukum dan negara Indonesia. Gagasan mengenai keadilan dan hak asasi manusia pun tidak luput dari pemikirannya. Apalagi untuk mewujudkan akses kepada keadilan (access to justice) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya bagi fakir miskin dan orang tidak berdaya dan terpinggirkan merupakan hal yang cukup sulit terkait penegakan hukum di Indonesia yang masih lemah. Penghormatan hak asasi manusia belum dapat terwujudkan pemenuhannya hingga saat ini.
Hak asasi manusia sebagai hak yang melekat dalam diri seseorang (inherent) sejak lahir dimiliki seseorang tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, jenis kelamin (gender) dan budaya, karena hak tersebut bersifat universal dan mendasar. Pada dasarnya hukum haruslah menjamin pemenuhan akan hak asasi ini, apalagi aturan tentang persamaan di hadapan hukum (equality before the law) telah dijamin di dalam konstitusi UUD 1945.
Keadilan erat kaitannya dengan hak asasi manusia. Akses untuk memperoleh keadilan merupakan hak seorang pencari keadilan (justitiabelen) untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan fair (due process of law). Keadilan itu sendiri hanya bisa diperoleh jika ada fair trial, yaitu hak untuk diadili oleh pengadilan yang kompeten, jujur, dan terbuka. Konsep keadilan sendiri belum seutuhnya diimplementasikan di Indonesia, karena belum semua pengadilan menjalankan fair trial. Apalagi terhadap para pencari keadilan (justitiabelen) yang tidak mampu dan terpinggirkan.
Pembentukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang dicetuskan ABN dalam Kongres III Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) di tahun 1969 merupakan awal yang sangat baik dan merupakan tonggak sejarah dalam perjuangan melawan ketidakadilan di Indonesia. Akhirnya LBH terbentuk pada 28 Oktober 1970 dan saat ini memiliki kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia. Hal tersebut merupakan tahap perkembangan yang tidak mudah apalagi pada awal berdiri LBH, pemerintah masa itu bersifat otoriter dan cenderung menentang perjuangan LBH.
Bantuan hukum yang diberikan kepada para pencari keadilan (justitiabelen) merupakan wujud perjuangan mencapai cita-cita negara hukum (rechtsstaat) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Niat mulia dan upaya ABN dalam membantu masyarakat para pencari keadilan (justitiabelen) yang membutuhkan bantuan hukum adalah hal yang patut diapresiasi. Apalagi karena para pencari keadilan (justitiabelen) juga memiliki hak untuk dibela oleh seorang advokat (right to counsel) dalam upaya yang bersangkutan untuk mendapatkan keadilan. Hanya saja hal ini belum dijamin di dalam konstitusi bersamaan dengan jaminan memperoleh bantuan hukum bagi fakir miskin (legal aid).
Pada akhirnya, warisan perjuangan ABN semasa hidupnya agar para pencari keadilan (justitiabelen) mendapatkan haknya untuk memperoleh keadilan (access to justice) harus dapat didukung dan dilanjutkan demi mencapai keadilan sosial seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Konsep bantuan hukum harus dibawa sebagai sebuah gerakan konstitusional dalam rangka reformasi hukum dan meredam kesewenang-wenangan negara (detournement de pouvoir) serta penyalahgunaan kekuasaan (abus de pouvoir) karena di dalam suatu negara hukum seperti Republik Indonesia, keadilan harus didistribusikan secara merata kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali (distributive justice).
Harus diakui dan diapresiasi setinggi-tingginya bahwa ABN telah berjasa memberikan warna tersendiri bagi tegaknya hak asasi manusia dan proses demokratisasi dan reformasi hukum di Indonesia. Tanpa kehadiran ABN dan kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia, proses demokratisasi dan reformasi hukum akan lain bentuknya. Energi yang berlimpah dan gagasan-gagasannya yang selalu orisinil dan keberaniannya mengemukakan aspirasi dan gagasan-gagasan pemikirannya tanpa tedeng aling-aling telah membuat beliau sebagai seorang yang luar biasa (an extraordinary man) pada masanya.
Jakarta, 30 November 2015
Prof. Dr. Frans H. Winarta, S.H., M.H.