Siaran Pers
Organisasi Masyarakat Sipil dan Ratusan Advokat mendukung unjuk rasa dan mogok nasional buruh Tolak PP Pengupahan. Penolakan terhadap PP Pengupahan tersebut telah dimulai pada bulan oktober 2015 dan berlanjut serta saat ini akan melakukan unjuk rasa dan mogok nasional.
Pasalnya PP Pengupahan tersebut akan semakin memiskinkan kaum buruh dan mengancam demokrasi di bidang kebebasan berserikat. Selain itu, pelibatan buruh dalam penyusunan PP Pengupahan tidak dilibatkan.
Sebelumnya Serikat Pekerja/Buruh telah melakukan dialog dengan Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Menteri Sekretariat Negara agar membatalkan dan mencabut PP Pengupahan tersebut, namun Pemerintah tetap bersikeras memberlakukan PP Pengupahan tersebut, sehingga terjadi jalan buntu. Adapun alasan hukum, Serikat Pekerja/buruh menolak PP Pengupahan tersebut diantaranya :
1) Dengan berlakunya PP Pengupahan tersebut kenaikan upah hanya ditentukan oleh pemerintah sehingga akan mendelegitimasi peran serikat buruh/pekerja yang sudah dijamin dalam UU Ketenagakerjaan, UU Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan berserikat.
2) Formula Kenaikan Upah minimum yang diatur dalam PP Pengupahan bertentangan dengan Konstitusi.
UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, dan Pasal 28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan berlakunya PP No 78/2015 Formula kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan Kebutuhan hidup layak dan mereduksi kewenangan Gubernur serta peran serikat pekerja/buruh dalam penetapan upah minimum.
Sehingga PP Pengupahan merupakan kebijakan yang memiskinkan buruh secara struktural. Sehingga hak atas upah layak dan penghidupan layak akan terlanggar. Sehingga alasan buruh dan rakyat Indonesia sangat berdasar untuk menolak PP Pengupahan karena bertentangan dengan konstitusi dan Peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
Dengan demikian buruh dan rakyat Indonesia menolak PP Pengupahan dengan melakukan unjuk rasa dan mogok nasional sah secara konstitusi dan dibenarkan Undang-undang karena telah terjadi pelanggaran hak normative yaitu hak atas upah layak.
Karena aksi dan mogok nasional buruh yang dilakukan oleh serikat pekerja/buruh sah secara konstitusi dan dibenarkan Undang-undang, maka tidak boleh dihalangi dan dilarang oleh siapapun termasuk Pemerintah dan aparat penegak hukum serta pengusaha.
Apabila ada pihak yang melakukan pelarangan dan menghalang-halangi aksi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan oleh Serikat Pekerja/Buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang maka hal tersebut merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud Pasal 143 jo. Pasal 185 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 18 UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pasal 143 UU Ketenagakerjaan:
(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 185 UU Ketenagakerjaan:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 18 UU Menyampaikan Pendapat di Muka Umum:
(1) Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah kejahatan.
Oleh karenanya, kami dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat Tolak PP Pengupahan menyatakan sikap sebagai berikut:
1) Mendukung serikat buruh/pekerja untuk melakukan unjuk rasa dan mogok nasional untuk menolak PP Pengupahan karena inkonstitusional dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Sehingga unjuk rasa dan mogok nasional buruh sah secara konstitusi dan dijamin undang-undang, maka siapapun tidak boleh menghalang-halangi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan buruh dan rakyat Indonesia menolak PP Pengupahan.
2) Meminta kepada Polri dan TNI untuk tidak melakukan represif dan menghalang-halangi buruh/pekerja dan rakyat Indonesia yang melakukan unjuk rasa dan mogok nasional menolak PP Pengupahan.
3) Meminta kepada Komnas dan Kompolnas memastikan agar buruh dapat melakukan unjuk rasa dan mogok nasional menolak PP Pengupahan.
4) Kami Tim Advokasi Buruh dan Rakyat Tolak PP Pengupahan terdiri dari Advokat dan organisasi masyarakat sipil akan melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap aksi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan buruh dan rakyat indonesia. Karena hal ini dijamin dalam UU Advokat dan UU Bantuan Hukum.
Jakarta, 17 Nopember 2015
Hormat kami
Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan
LBH Pers, LBH Jakarta, KontraS Jakarta, Imparsial, TURC, LBH Padang, LBH Bali, LBH Bandung, LBH Makassar, LBH Semarang, DPP LBH FSP Farker, DPC Bogor FSP Farker, KontraS Surabaya, KontraS Medan, LBH Aspek, YLBHI, TPPMI, FSP PAR REF, Advokat Probono, Pilnet, Seknas Fitra, LBH FSPMI.