Proyek reklamasi teluk Jakarta terus menuai perdebatan hingga saat ini. Langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta yang mengeluarkan izin reklamasi melalui surat keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera dinilai sebagai hal yang salah.
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI), Riza Damanik menuding proyek reklamasi teluk Jakarta bukan ditujukan untuk mengantisipasi terjadinya banjir di wilayah utara Jakarta, melainkan hanya untuk kepentingan bisnis seperti proyek properti.
“Reklamasi hanya untuk jualan properti, bukan untuk rehabilitasi alam apalagi perbaikan keadaan ekonomi masyarakat sekitar,” ujarnya di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Dia mengungkapkan, sejauh ini tidak ada hal-hal yang dinilai mendesak supaya proyek reklamasi ini diteruskan. Pasalnya, Indonesia masih punya banyak daratan yang belum dikelola. Sehingga akan lebih baik jika pemerintah mengelola daratan tersebut ketimbang membuat daratan baru dari wilayah laut.
“Kita punya 17 ribu pulau dan 70 persen hingga 80 persen belum dikelola. Kenapa tidak kelola saja pulau yang ada?” kata dia.
Selain itu, Riza juga meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) mengambil sikap yang rasional terkait proyek reklamasi ini. Menurutnya, Ahok tidak perlu khawatir jika proyek ini dihentikan maka akan muncul gugatan terhadap dirinya dari kontraktor pelaksana proyek.
“Ini harus dibatalkan dan Ahok tidak perlu khawatir akan digugat oleh developer yang sudah dapat jatah proyek itu karena ini (penghentian proyek) bukan perintah dia tapi perintah Undang-Undang (UU),” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi IV DPR RI juga merekomendasikan agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan sementara Sebab, analisis dampak lingkungannya belum bisa diketahui karena belum juga disetujui Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi menyoroti permasalahan tersebut.
“Pencemaran laut berasal dari daratan, laut dan kegiatan udara. Laut sudah jadi comberan saja. Tidak menutup kemungkinan jika tidak ada sinergi lintas kementerian, keefektifan penegakan hukum tidak efektif,” kata Herman.
Politisi Partai Demokrat ini memberi contoh, rapat kepada KLHK untuk reklamasi pantai utara Jakarta perlu kerja sama baik dengan KKP. Sebab menurutnya, masih banyak masalah yang perlu menjadi perhatian khusus.
“Izin di KKP tapi amdalnya di LHK. Belum lagi dampak limbah yang tentu kurang baik. Belum lagi pertimbangkan sisi manusia. Jadi reklamasi Teluk Jakarta saya rasa berdampak pada kehidupan manusia di sana. Ini berpegaruh pada masyarakat pesisir. Mayoritas nelayan. Mau di kemanakan?” tanya dia.
Selain itu, Herman mengatakan jangan hanya melihat dari sisi banyak sedikitnya dampak pencemaran, namun juga perlu diperhatikan urgensinya.
“Kita hadir sebagai birokrat dan DPR demi kemaslahatan rakyat. Ini yang jadi rekomendasi kita untuk dihentikan sementara sampai perizinan dan sebagainya selesai. Bukan kita menghambat tapi seluruh kegiatan harus dihentikan kalau caranya juga merugikan masyarakat lain,” tandas Herman. (liputan6.com)