Jakarta, bantuanhukum.or.id-Setelah sebelumnya Rabu, 4 November 2015 LBH Jakarta bersama Perwakilan Serikat Pekerja dan perwakilan korban kekerasan dan kriminalisasi Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (“Polda Metro Jaya”) berhasil mengadakan pertemuan dengan Pihak Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (“Komnas HAM”), akhirnya Komnas HAM Memberikan Jaminan Perlindungan dan Keamanan Terhadap 25 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 216 ayat (1) dan/atau 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat (“UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat”) dan Pasal 7 ayat (1) butir a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkap 7/2012”) pada saat aksi ‘Menolak Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan” Jumat, 30 Oktober 2015 kemarin.
Perlindungan ini diberikan sebagaimana disebutkan dalam Surat Keterangan Komnas HAM No. 021/Watua I/XI/2015 yang diterima 25 korban kekerasan dan kriminalisasi pada 5 November 2015 yang pada intinya meminta kepada pihak terkait khususnya Kepolisian untuk memberikan jaminan perlindungan dan keamanan terhadap nama-nama tersebut. Dalam Surat tersebut juga, secara spesifik Komnas HAM menyebutkan nama dua orang Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta yakni Tigor Gempita Hutapea dan Obed Sakti Andre Dominika yang ikut ditangkap saat melakukan pendokumentasian pemukulan Polisi terhadap para tersangka lainnya, agar terutama Kepolisian tetap menjunjung tinggi HAM sebagaimana tercantum didalam Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Peratuan Kepala Polri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar HAM dalam Penyelenggaran Tugas Polri.
Atika Yuanita Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa “LBH Jakarta bersama beberapa korban kekerasan dan kriminalisasi juga perwakilan serikat pekerja, sudah bertemu dengan dua orang komisioner Komnas HAM yakni Ibu Siti Noor Laila dan Ibu Roichatul Aswidah. Kami melaporkan kepada Komnas HAM ada pelanggaran terhadap Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 serta Pasal 34 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, serta ada pula potensi pelanggaran terhadap Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 39 tahun 1999 yang dilakukan oleh Polisi pada saat melakukan pembubaran aksi menolak PP Pengupahan yang berujung pada penetapan status tersangka 25 orang yang terdiri dari buruh, mahasiswa dan pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, dan terhadap kedua pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, secara spesifik sudah diadukan kepada Desk Human Right Defender.” Jelas Atika. Desk Human Right Defender merupakan desk khusus pengaduan adanya ancaman terhadap para pembela Hak Asasi Manusia.
Alldo Fellix Januardy, Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa “Kami menyesali tindak kekerasan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap para aktivis buruh. Kami mengindikasikan bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu upaya untuk melemahkan perjuangan buruh untuk memperoleh hak mereka atas upah yang layak”. Alldo menambahkan bahwa pihaknya sudah meminta Komnas HAM tidak hanya memberi perlindungan tetapi mengusut tuntas pelanggaran HAM tersebut.
Shahnaz Hani Sofi, Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta megungkapkan bahwa “Ada beberapa catatan penting terkait Agenda Pelaporan Pelanggaran HAM & Pengajuan Perlindungan Pembela HAM kepada Komnas HAM ini yakni Komnas HAM melalui dua Komisionernya, sudah berjanji akan mengusut kasus ini dengan menyurati Polda Metro Jaya untuk meminta penjelasan terkait dugaan Pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian saat membubarkan “Aksi Tolak PP Pengupahan” dan meminta polda untuk segera melakukan penghentian penyidikan, juga menghimbau ketika melakukan aksi kembali agar memberitahukan Komnas HAM untuk memantau aksi di lapangan agar tidak terjadi kekerasan juga pelanggaran HAM lainnya”.
Aksi buruh tolak PP Pengupahan sebenarnya berlangsung damai, hingga Pukul 18.00 WIB Polisi menghimbau massa aksi untuk membubarkan diri, para peserta aksi pun membubarkan diri secara bertahap karena jumlah aksi massa yang teramat banyak, namun hal ini kemudian memancing pembubaran paksa oleh pihak kepolisian dengan kekerasan dan penangkapan terhadap buruh, mahasiswa dan pengabdi bantuan hukum. Inilah yang melatarbelakangi kami untuk melakukan upaya pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar melakukan pemantauan, penyidikan, serta tindakan-tindakan lainnya sesuai dengan wewenangnya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat Kepolisian saat membubarkan aksi buruh menolak PP Pengupahan pada Jum’at, 30 Oktober 2015 juga memberikan jaminan bahwa pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya. (Atika)