Jakarta, bantuanhukum.or.id— LBH Jakarta bersama berbagai lembaga organisasi peduli disabilitas melakukan mediasi di Gedung Bina Graha dengan staf kepresidenan , Rabu 4/11/2015 terkait RUU disabilitas. Audiensi ini dilakukan untuk memperkuat gerakan petisi yang telah diupayakan sebelumnya. Petisi tersebut adalah sebuah petisi yang berisikan penolakan Kemnesos Sebagai Leading Sector Tunggal dalam Isu Disabilitas dan Membentuk Pansus Untuk Membahas RUU Penyandang Disabilitas. Petisi tersebut telah mendapat dukungan dari 60 organisasi disabilitas tingkat nasional.
Pada pertemuan ini, berbagai organisasi disabilitas tersebut mengutarakan kekecewaanya dan merasa bermasalah dengan RUU yang dibuat oleh anggota DPR. Hal tersebut dipandang bertentangan dengan berbagai ketentuan Undang-Undang lainnya dan berentangan dengan substansi dari RUU penyandang disabilitas itu sendiri.
RUU Penyandang Disabilitas seharusnya tidak lagi fokus pada sektor sosial, seperti apa yang diatur oleh UU 4/1997, tetapi harus bergeser untuk menempatkan isu disabilitas sebagai isu Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam perspektif itu, maka pemenuhan hak penyandang disabilitas tidak bisa hanya dibatasi pada satu Kementerian saja, tetapi sudah harus dipandang sebagai isu lintas kementrian. Hal tersebut juga telah diamantkan oleh UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of People with Disabilities (CRPD).
Ditunjuknya Kemensos sebagai leading sector bertentangan dengan Perpres Nomor 75 tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2015-2019, yang sudah memasukan isu disabilitas dalam isu HAM. Pada Ranham tersebut ditunjuk empat Kementerian sebagai leading sector, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Sosial.
“Indonesia harus memiliki undang-undang disabilitas baru karena Indonesia telah meratifikasi dan mengesahkan kovenan CRPD, Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang sudah ada dikarenakan menurut data terakhir WHO penyandang disabilitas sebanyak 15% dari jumlah penduduk di dunia dan itu bukanlah jumlah yang sedikit bukannya meringkas, mengahapus pasal-pasal yang krusial yang di rancang para aktivis peduli disabilitas sehingga substansi tujuan dari RUU tersebut tidak tercapai,”jelas Arya perwakilan organisasi disabilitas nasional.
Selain hal-hal yang menjadi alasan legal yang diungkapkan oleh berbagai organisasi lembaga penyandang disabilitas, alasan yang tidak kalah penting lainnya adalah Jokowi telah mendandatangani Piagam Soeharto. “Jokowi saat masa kampanyenya telah menandatangani Piagam Soeharto yang isinya akan mendukung sepenuhnya dan mendengarkan seutuhnya suara penyandang disabilitas, untuk itu kami berharap Jokowi sebagai Presiden RI dapat ikut serta dalam perayaan hari Disabilitas Dunia,” ucap Ariani perwakilan organisasi disabilitas nasional sebelum audiensi disudahi oleh moderator. (Ayu)