Empat orang perempuan muda, menyambangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Mereka melaporkan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Ustaz M, pemilik Pondok Pesantren MA di daerah Bogor, Jawa Barat dan Pondok Pesantren I di Tangerang, Banten.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Veronica Koman, mengatakan kedatangan para korban berinisial SK (20), Nb (23), Ns (21), dan Nu (21), tersebut untuk meminta bantuan serta perlindungan hukum terkait dugaan kasus pelecehan dan kekerasan seksual.
“Ini baru konsultasi pertama. Kami masih diskusi dulu langkah apa yang kami lakukan selanjutnya. Kami sudah mendengarkan keterangan mereka, ada sekitar tujuh hingga delapan kasus yang terjadi,” ujar Veronica, di Kantor LBH Jakarta, Kamis (17/9).
Menurutnya, setelah melakukan konsolidasi dan menguatkan bukti-bukti, korban didampingi LBH akan membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
“Nanti rencananya akan lapor ke polisi. Saat ini, kami masih konsolidasi dulu supaya kuat dan diterima laporannya,” katanya.
Ia menambahkan, konsolidasi perlu dilakukan karena korbannya ada di Indonesia dan di Hongkong (Tenaga Kerja Indonesia).
“Tujuannya membuat laporan bukan motif balas dendam, tapi supaya peristiwa ini tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Ia menyampaikan, terduga pelaku menggunakan modus yang hampir sama kepada setiap korban.
“Dirinya (diduga pelaku) menyebut namanya ayah. Dia menggunakan ketokohannya untuk melakukan manipulasi. Karena melabelkan diri sebagai ayah, sehingga tidak ada aurat diantara kita (korban dan diduga pelaku). Ini yang menjadi akses diduga pelaku untuk masuk ke kamar sesukanya meminta pijat, dan lainnya,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, rata-rata korban awalnya diminta memijat diduga pelaku. Namun, selanjutnya gantian dengan alasan rileksasi.
“Kemudian, dia (diduga pelaku) meraba-raba, memegang tubuh korban. Ada satu korban (M) yang saat ini berada di Lampung, bahkan sampai melakukan oral,” katanya.
Sementara itu, salah satu korban NU, mengaku pernah diraba-raba pada saat menjadi santriwati di Pondok Pesantren MA di daerah Bogor, Jawa Barat.
“Iya, saya diminta mijit. Setelah itu, saya yang dipijit sambil diraba-raba semuanya,” katanya.
Korban SK, juga mengaku pernah diminta diduga pelaku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan di ponpes. Kemudian, ia diperintahkan untuk memijat. “Saya diminta masuk ruangan disuruh mijit. Tiba-tiba saya dipegang-pegang. Tapi, saya langsung tepis dan keluar ruangan,” jelasnya.
Salah satu pendamping para korban, berinisial AA, menjelaskan dugaan kasus pelecehan seksual ini mulai menguap, berawal dari adanya dugaan penipuan jual-beli rumah di bilangan Ciputat. Terduga pelaku M, yang kerap diundang dakwah ke Hongkong menjual rumah itu kepada salah satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berinisial A dengan harga Rp1,8 miliar. Padahal, harga rumah itu diperkirakan hanya Rp300 juta.
Ia menambahkan, selanjutnya A melapor dugaan penipuan itu ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hongkong. Ternyata, pihak KJRI juga pernah mendapat sejumlah laporan terkait M, beberapa diantaranya dugaan pelecehen seksual.
“Dia (M) di Hongkong bangun organisasi jamaah dengan nama Ir. Ada banyak kegiatan, sewa sekretariat. Namun, selama berkegiatan ada banyak penyimpangan. Ada muncul pengakuan dari korban pelecehan seksual berinisial C, saat ini masih dia (C) di Hongkong,” ujarnya.
Setelah ditelusuri, tambahnya, ternyata ada juga korban-korban di pondok pesantrennya di daerah Bogor, Jawa Barat.
“Ada korban di Pondok Pesantren MA, di Bogor. Mereka ini semua korban yang di Bogor. Ustaz M, pemilik pondok pesantren itu. Sampai sekarang masih pemilik,” tandasnya. (beritasatu.com)