Jakarta, bantuanhukum.or.id—LBH Jakarta mengadakan kegiatan diskusi panel sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Kalabahu Buruh 2015 pada hari sabtu (05/09/2015). Diskusi panel ini di hadiri oleh tiga narasumber, yaitu Widodo Budidarmo dari komunitas LGBT, Heppy Sebayang dari organisasi disabilitas dan tiga orang perwakilan dari SPRT Sapu Lidi, yaitu Leni, Yuni, dan Diah.
Widodo menjelaskan bahwa masih banyak kendala – kendala yang dialami oleh teman-teman LGBT dalam lingkup ketenagakerjaaan, jenjang karir dan dimasyarakat. Diskriminasi dari lingkungan kerja dan masyarakat luas sering menghambat kaum LGBT dalam mendapatkan suatu jabatan dan jenjang karir yang lebih tinggi. Dalam penjelasannya, Widodo menceritakan bahwa diskriminasi terhadap LGBT sering kali dimulai dari keluarganya sendiri sehingga berdampak luas terhadap perkembangan dari teman – teman LGBT, baik dari segi pendidikan maupun psikologisnya.
Pembicara dari organisasi disabilitas, Heppy Sebayang, menjelaskan bahwa syarat sehat jasmani rohani sebagai syarat suatu pekerjaan atau jabatan sering ditafsirkan bahwa tidak boleh cacat fisik . Pasalnya, dalam UU No 4/1997 tentang Penyandang Cacat diatur bahwa pengusaha wajib memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang disabilitas, apabila tidak menjalankan ketentuan tersebut maka dapat dipidana. Di dalam UU 39/1999 tentang HAM juga dituliskan kata setiap orang, itu berarti berlaku bagi semua orang tanpa kecuali. Di akhir pemaparannya, Heppy mengajak peserta untuk mencoba berperan sebagai difabel dengan peralatan yang sudah disiapkan.
Dalam pemaparannya, teman-teman dari SPRT menekankan bahwa pentingnya kontrak kerja ketika menjadi pekerja rumah tangga. “Dengan adanya kontrak kerja antara majikan dengan PRT maka terlindugi jaminan kerja, gaji yang layak, jam kerja yang sesuai, serta tunjangan–tunjangan seperti jamsostek,” papar Leni. Teman–teman SPRT juga memaparkan bahwa mereka sedang memperjuangkan dan mencari anggota-anggota baru untuk mendorong DPR mengesahkan UU PRT.
Usai pemaparan para pembicara, para peserta diajak untuk membentuk kelompok untuk mengidentifikasi permasalahan–permasalahan yang dialami pekerja–pekerja LGBT, penyadang disabilitas, dan PRT dalam lingkup ketenagakerjaan. (Arnold)